Penting untuk Kembangkan Vaksin, Ilmuwan AS Klaim Virus Corona Bisa Menjadi Penyakit Musiman

Seorang ilmuwan Senior AS mengatakan virus corona memiliki peluang untuk kembali menyerang dalam sebuah siklus musiman

Editor: Amirullah
IRNA
Ilustrasi virus corona 

SERAMBINEWS.COM - Seorang ilmuwan Senior AS mengatakan virus corona memiliki peluang untuk kembali menyerang dalam sebuah siklus musiman, Rabu (26/3/2020) waktu setempat.

Karenanya, ia menggarisbawahi kebutuhan untuk menemukan vaksin dan perawatan yang efektif bagi pasien Covid-19.

Diberitakan TribunnewsWiki.com dari South China Morning Post, pemimpin penelitian penyakit menular di National Institutes of Health, Anthony Fauci, mengatakan virus ini mulai menyerang belahan bumi selatan ketika musim dingin berlangsung.

ILUSTRASI - Seorang sukarelawan dari Kementerian Komunikasi Singapura bersiap untuk mengumpulkan umpan balik dari anggota masyarakat mengenai situasi wabah virus coronavirus saat ini saat istirahat makan siang di distrik bisnis keuangan Raffles Place di Singapura pada 5 Februari 2020. Roslan RAHMAN / AFP (Roslan RAHMAN / AFP)

"Apa yang mulai kita lihat sekarang ... di Afrika selatan dan di negara-negara belahan bumi selatan, adalah bahwa kita memiliki kasus yang muncul saat memasuki musim dingin," katanya.

"Dan jika, pada kenyataannya, mereka memiliki wabah yang substansial, itu tidak bisa dihindari. Kita harus siap bahwa kita akan mendapatkan siklus untuk kedua kalinya."

Karenanya, ia menggarisbawahi kebutuhan untuk menmeukan vaksin dan perawatan yang efektif bagi pasien Covid-19.

“Ini menekankan perlunya dalam mengembangkan vaksin, mengujinya dengan cepat dan berusaha menyiapkannya sehingga kami akan memiliki vaksin yang tersedia untuk siklus berikutnya.”

Kini baru ada dua vaksin yang sudah diuji pada manusia.

Satu vaksin itu di Amerika Serikat, dan satunya lagi di China.

Akan tetapi proses pengembangan kedua vaksin itu masih membutuhkan waktu sekitar satu hingga satu setengah tahun lagi.

Sementara pengembangan vaksin terus dilakukan, para ilmuwan juga terus melakukan pengujian terhadap obat yang sudah ada untuk melawan Covid-19.

Diberitakan TribunnewsWiki.com dari South China Morning Post, Selasa (24/3/2020), mengembangkan obat baru biasanya memakan waktu bertahun-tahun.

Karenanya, para ilmuwan berlomba melawan waktu untuk menggunakan kembali obat yang sudah ada.

Apa lagi, beberapa obat yang sudah ada memiliki potensi untuk menyembuhkan Covid-19.

Ilustrasi obat (pixabay.com)

Ketika pandemi melanda lebih banyak negara di seluruh dunia dan jumlah kematian meningkat, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengidentifikasi empat obat yang memiliki peluang bisa sembuhkan Covid-19.

Keempat obat itu antara lain, remdesivir, obat untuk mengobati Ebola; kombinasi dua obat HIV, lopinavir dan ritonavir; juga koktail lopinavir dan ritonavir plus interferon beta; serta obat antimalaria klorokuin.

Gilead Sciences menyebut remdesivir sebagai obat yang memiliki peluang kuat.

Diketahui ada lima uji klinis besar yang tengah dilakukan untuk meneliti obat ini.

Hasil dari penelitian tersebut bisa diketahui pada April mendatang.

Sementara itu, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS mengatakan obat intravena bisa menghambat replikasi virus.

Tetapi uji klinis akan sangat penting untuk menentukan efektivitas dan keamanan obat tersebut.

Menurut informasi di situs web WHO, percobaan terakhir obat untuk mengobati Ebola menunjukkan kemungkinan keracunan hati.

ILUSTRASI - Foto Angkatan Darat AS pada 8 Maret 2020 menunjukkan seorang karyawan USAMRIID (Institut Penelitian Medis Angkatan Darat Amerika Serikat) sedang melakukan penelitian terhadap virus coronavirus baru, COVID-19 (ERIN BOLLING / US ARMY / AFP)

 “Remidesivir memang memiliki potensi, tetapi masih terlalu dini untuk mengetahui apakah ini akan menjadi pengobatan yang efektif yang dapat digunakan secara luas,” kata virolog Jeremy Rossman, dari Universitas Kent di Inggris.

Kandidat lain, chloroquine, menarik perhatian di Amerika Serikat setelah Presiden Donald Trump dikritik karena membuat klaim berlebihan tentang dua obat antimalaria, hydroxychloroquine dan chloroquine, untuk mengobati Covid-19.

Pada Februari, sebuah kelompok penelitian yang dipimpin oleh Wang Manli dari Akademi Ilmu Pengetahuan China mengatakan mereka telah menemukan bahwa klorokuin berhasil menghentikan replikasi Sars-CoV-2, nama resmi coronavirus yang menyebabkan Covid-19, dalam sel manusia yang dikultur.

Obat itu telah dimasukkan dalam pedoman pengobatan Tiongkok.

Pakar penyakit pernapasan Tiongkok Zhong Nanshan mengatakan obat itu lebih aman karena disetujui untuk mengobati malaria.

Namun, segera setelah komentar publik Trump, Administrasi Makanan dan Obat AS mengatakan obat itu belum disetujui untuk mengobati Covid-19.

Selain itu, mereka mengatakan masih diperlukan lebih banyak tes untuk menentukan keamanan dan efektivitasnya dalam mengobati Covid-19.

Rossman juga punya keraguan tentang chloroquine.

ILUSTRASI - Para staf di Rumah Sakit Palang Merah Wuhan, China, Sabtu (25/1/2020), menggunakan pelindung khusus, untuk menghindari serangan virus corona yang mematikan. (AFP/HECTOR RETAMAL)

 “Pada manusia, klorokuin bekerja dengan baik melawan malaria, tetapi itu adalah mekanisme yang berbeda dari yang kita lihat terhadap virus. Bukti bahwa klorokuin sebagai antivirus pada manusia kurang meyakinkan dan akan membutuhkan lebih banyak penelitian, tetapi saya tidak percaya diri. Untuk beberapa virus yang diuji, chloroquine sebenarnya memperburuk penyakit pada model hewan,” lanjutnya.

Lopinavir dan ritonavir adalah obat kombinasi tetap untuk pengobatan HIV / AIDS.

Meskipun kedua obat itu ikut diuji, sebuah studi baru-baru ini mengatakan obat tersebut tidak efektif.

Penelitian ini dipimpin oleh wakil presiden Rumah Sakit Persahabatan China-Jepang Cao Bin dan diterbitkan dalam New England Journal of Medicine pada 18 Maret.

“Pada pasien dewasa yang dirawat di rumah sakit dengan Covid-19 yang parah, tidak ada manfaat yang diamati dengan pengobatan lopinavir-ritonavir di luar perawatan standar.

para peneliti menyimpulkan setelah membandingkan 99 Covid-19 pasien yang diberi lopinavir-ritonavir dengan 100 pasien yang hanya diberi perawatan standar."

Kandidat baru yang menjanjikan adalah obat flu Jepang yang disebut favipiravir yang dikembangkan oleh Fujifilm Toyama Chemical.

Uji coba yang melibatkan 340 orang di kota-kota Cina, Wuhan, dan Shenzhen menunjukkan bahwa obat itu memiliki tingkat keamanan yang tinggi.

"Jelas efektif dalam pengobatan", kata Zhang Xinmin, dari Kementerian Sains dan Teknologi China.

Namun, lebih banyak tes diperlukan sebelum lebih banyak uji klinis dilakukan.

“Seperti halnya, remidesivir kedua obat ini memiliki potensi yang baik untuk digunakan melawan virus RNA baru. Namun, data masih awal dan evaluasi saya tentang potensi obat terhadap Covid-19 harus menunggu sampai tes skala yang lebih besar dilakukan, “ kata Rossman.

“Namun, banyak dari obat-obatan yang ditata ulang ini memiliki potensi yang baik, terutama dalam memerangi kasus-kasus yang paling parah dan mereka yang berisiko paling besar.”

(TRIBUNNEWSWIKI.COM/Nur)

Dek Gam: Kalau Ada Oknum yang Larang Gula Medan Masuk ke Aceh, Tunjukkan Orangnya!

Sudah Saatnya Aceh Lakukan Lockdown, Budayawan: Jangan Takut Ikuti Jejak Papua

Kasus Penembakan Brutal di Masjid Selandia Baru Tahun Lalu, Pelaku Teror Akhirnya Mengaku Bersalah

Artikel ini telah tayang di Tribunnewswiki.com dengan judul Ilmuwan AS Klaim Virus Corona Bisa Menjadi Penyakit Musiman: Penting untuk Kembangkan Vaksin

Sumber: TribunnewsWiki
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved