Corona di Aceh

Tausiyah MPU Aceh Tentang Penanganan Jenazah dan Pasien Wabah Covid-19

Penguburannya tidak boleh diserahkan kepada keluarga, tapi harus dilakukan oleh pemerintah, jika memungkinkan hanya dihadiri oleh keluarga inti saja

Penulis: Zainal Arifin M Nur | Editor: Zaenal
Kolase Serambinews.com
Tausiyah MPU Aceh tentang Penanganan Pasien Wabah Penyakit. 

SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH – Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Provinsi Aceh telah menerbitkan tausiyah terkait penanganan pasien dan jenazah korban wabah corona atau Covid-19.

Di antara poin penting dari tausiyah MPU Aceh itu adalah mengenai penanganan jenazah korban wabah corona.

“Setiap pasien yang meninggal karena wabah penyakit (Covid 19) wajib dilaksanakan fardhu kifayah selama memungkinkan dan disesuaikan dengan petunjuk medis dan dikebumikan oleh pihak pemerintah,” demikian point kelima dalam butir “Ketetapan MPU Aceh” terkait penanganan wabah corona di Aceh.

Tausiyah MPU Aceh ini ditetapkan di Banda Aceh, pada tanggal 29 Rajab 1441 H/24 Maret 2020 M.

Ditandatangani oleh Ketua MPU Aceh Tgk. H. M. Daud Zamzamy, dan tiga Wakil Ketua, yaitu Tgk. H. Faisal Ali, Dr.Tgk.H. Muhibbuththabari,M.Ag, dan Wakil Ketua: Tgk. H. Hasbi Albayuni.

Isi lengkap Tausiyah MPU Aceh bisa dibaca di bagian akhir berita ini.

Wakil Ketua MPU Aceh Tgk Faisal Ali, kepada Serambinews.com Kamis (26/3/2020) mengatakan, Tausiyah ini dikeluarkan MPU Aceh menyusul semakin merebaknya wabah corona di Aceh.

“Setelah ada PDP yang meninggal di RSUDZA, Plt Gubernur Aceh mengutus dua kadis terkait untuk meminta petunjuk MPU Aceh dalam menangani pasien dan jenazah korban virus corona,” kata Tgk Faisal Ali.

Atas dasar itu, kata Tgk Faisal, pihaknya langsung menggelar rapat terbatas untuk membahas dan mengkaji hukum penanganan korban wabah penyakit.

Nekat! Keluarga Urus & Makamkan Jenazah Pasien PDP, Jubir Covid-19: Terpaksa Kita Lihat dari Luar

Viral Video Jenazah Pasien PDP Dimakamkan Keluarga, Ini Penjelasan Jubir Covid-19

Jenazah Dikebumikan oleh Pemerintah

Tgk Faisal Ali kemudian memberikan pendapatnya terkait poin lima pada ketetapan MPU Aceh yang berbunyi “Setiap pasien yang meninggal karena wabah penyakit (Covid 19) wajib dilaksanakan fardhu kifayah selama memungkinkan dan disesuaikan dengan petunjuk medis dan dikebumikan oleh pihak pemerintah”.

Menurutnya, berdasarkan kajian yang dilakukan bahwa setiap pasien yang meninggal karena wabah penyakit, termasuk Covid-19 wajib dilaksanakan fardhu kifayah.

“Wajib di sini ada penegasan lanjutan yaitu, selama memungkinkan dan disesuaikan dengan petunjuk medis. Jadi wajib dilakukan sesuai petunjuk medis,” ungkap Tgk Faisal Ali.

Penegasan lainnya adalah, jenazah itu harus dikuburkan oleh pemerintah.

“Penguburannya tidak boleh diserahkan kepada keluarga, tapi harus dilakukan oleh pemerintah, jika memungkinkan hanya dihadiri oleh keluarga inti saja,” tegas Tgk Faisal Ali.

“Pemerintah harus tegas dalam hal ini, yaitu melakukan fardhu kifayah semaksimal mungkin dan menguburkan jenazah tersebut sesuai petunjuk agama,” imbuh ulama yang akrab disapa Abu Sibreh ini.

Tgk Faisal Ali mengatakan, ketegasan pemerintah ini sangat dibutuhkan untuk melindungi ahli keluarga, masyarakat di desa setempat, juga rakyat Aceh.

Tgk Faisal Ali menambahkan, MPU Aceh memaklumi psikologis masyarakat Aeh sangat sensitif dalam persoalan orang meninggal.

Seperti ada rasa kurang puas jika tidak melihat jenazah keluarganya sebelum dikuburkan.

“Tapi penting sekali diketahui bahwa ini bukan hal yang biasa. Ini adalah ujian dari Allah yang menguji kerelaan kita. Maka, demi keselamatan orang banyak, kita harus rela jenazah korban wabah ditangani oleh pemerintah sesuai petunjuk medis,” ujarnya.

“Tapi yang paling penting sekali doa dari keluarga yang ditinggalkan, agar Allah mengampuni dosa-dosa orang yang telah meninggal dan menjadi ahli Surga, karena orang yang meninggal akibat wabah penyakit akan mendapatkan pahala syahid,” imbut Tgk Faisal Ali.

Tata Cara Pemakaman Jenazah Korban Positif Corona Sesuai Petunjuk Kementrian Agama

Abu Sibreh memberikan tamsilan, andaikata orang yang meninggal itu bisa berkata, mungkin dia juga tidak rela istri dan anak atau keluarga intinya membuka kantong mayat dan menciumnya.

“Kira-kira geukheun hai anak meutuwah bek toe-toe ngen long. Jaga droe beugot, beuseureng meudoa mantong agar ayah jroh (kira-kira mayat itu berkata, anakku jangan dekat-dekat dengan saya. Jaga diri baik-baik, seringlah berdoa),” tambah Tgk Faisal Ali.

“Ini penting sekali dipahami oleh masyarakat. Kalau tidak mengikuti arahan medis, dan jika ternyata jenazah itu positif terjangkit virus, maka akan membuat satu kampung harus dikarantina. Kalau semuanya sakit, siapa yang akan mengurus dan mendoakan lagi?,” lanjutnya.

Ditanya cara pelaksanaan fardhu kifayah, khususnya dalam memandikan jenazah korban wabah penyakit menular, Tgk Faisal Ali mengatakan, kalau memungkinkan atau tenaga tajhiz mayatnya memiliki peralatan lengkap dan tidak membahayakan dirinya, maka boleh memandikan jenazah.

“Jika orang yang melaksanakan tajhiz mayat tidak dilengkapi dengan peralatan memadai, maka berlaku hukum seperti korban bencana lainnya, seperti tsunami kemarin,” kata Tgk Faisal Ali.

Namun, untuk memberikan kenyamanan bagi masyarakat, terutama keluarga korban, Tgk Faisal Ali meminta Pemerintah untuk menyediakan peralatan memadai untuk tenaga medis dan orang yang melaksanakan tajhiz mayat.

MPU Aceh Belum Keluarkan Maklumat Terkait Pelaksanaan Shalat Jumat, Ini Alasannya

Besok Jumat Kedua Aceh Dalam Status Darurat Covid-19, Ini Daftar Khatib dan Imam di 56 Masjid

Berikut ini Tausiyah Lengkap Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Penanganan Pasien Wabah Penyakit

MENIMBANG:

a. bahwa mencermati isu meluasnya wabah penyakit ditengah-tengah masyarakat;

b. bahwa dampak isu meluasnya wabah penyakit telah menimbulkan keresahan di kalangan tenaga medis dan masyarakat dalam penanganan pasien;

c. bahwa  berdasarkan  pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, maka Majelis Permusyawaratan Ulama Aceh perlu memberikan Taushiyah;

MENGINGAT:

1. Al-Quran:

2. Al-Hadits;

3. Ijma’ Ulama;

4. Qiyas;

5. Kaidah Ushul Fiqh/Fiqh;

6. Pendapat Ulama;

MENGINGAT JUGA:

1. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Propinsi Daerah Istimewa Aceh;

2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh;

3. Peraturan Daerah Propinsi Daerah Istimewa Aceh Nomor 5 Tahun 2000 tentang Pelaksanaan Syari’at Islam;

4. Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 11 Tahun 2002 tentang Pelaksanaan Syari’at Islam Bidang Aqidah, Ibadah Dan Syiar Islam;

5. Qanun Aceh Nomor 9 Tahun 2003 Tentang Hubungan Tata Kerja Mejelis Permusyawaratan Ulama dengan Eksekutif, Legislatif Dan Instansi lainnya;

6. Qanun Aceh Nomor 9 Tahun 2008 tentang Pembinaan Kehidupan Adat dan Adat Istiadat;

7. Qanun Aceh Nomor 10 Tahun 2008 tentang Lembaga Adat;

8. Qanun Aceh Nomor 2 Tahun 2009 Tentang Majelis Permusyawaratan Ulama;

9. Qanun Aceh Nomor 8 Tahun 2014 tentang Pokok-Pokok Syari’at Islam;

10. Qanun Aceh Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pembinaan Dan Perlindungan Aqidah;

11. Qanun Aceh Nomor 13 Tahun 2017 Tentang Tata Cara Pemberian Pertimbangan Majelis Permusyawaratan Ulama;

12. Keputusan Gubernur Aceh Nomor 451.7/642/2017 tentang Penetapan Pengurus Majelis Permusyawaratan Ulama Aceh Masa Bakti  2017-2022 sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Keputusan Gubernur Aceh Nomor 451.7/1375/2019 tentang Perubahan Ketiga Atas Keputusan Gubernur Aceh Nomor 451.7/642/2017 tentang Penetapan Pengurus Majelis Permusyawaratan Ulama Aceh Masa Bakti  2017-2022;

13. Peraturan Majelis Permusyawaratan Ulama Aceh Nomor 2    Tahun 2017 tentang Tata Tertib;

MEMPERHATIKAN:

1. Surat Edaran Gubernur Aceh Nomor : 440/4820 tentang Cegah Virus Corona melalui Ibadah, Perilaku hidup bersih dan sehat.

2. Pendapat dan saran yang berkembang dalam rapat panitia Musyawarah Majelis Permusyawaratan Ulama Aceh tanggal 29 Rajab 1441 H bertepatan dengan 24 Maret 2020 M.

Dengan bertawakkal kepada Allah SWT dan Persetujuan PANITIA MUSYAWARAH MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA ACEH

MEMUTUSKAN:

MENETAPKAN:

KESATU: Setiap musibah yang datang menimpa orang mukmin pasti dengan seizin Allah SWT.

KEDUA: Setiap orang dan keluarga yang tertimpa bencana wabah penyakit, hendaklah ridha atas ketentuan Allah SWT, bertawakkal, bersabar dan berusaha secara maksimal dengan mengikuti ketentuan dan petunjuk medis.

KETIGA: Bagi tenaga medis yang menangani kasus pasien wabah penyakit merupakan amal ibadah dan akan dikenang sebagai pahlawan kemanusiaan serta mendapatkan pahala berlipat ganda di sisi Allah SWT.

KEEMPAT: Bagi tenaga medis yang menangani kasus pasien wabah penyakit (Covid 19) yang tidak memenuhi syarat dan rukun shalat dengan sempurna, boleh melaksanakan shalat hormat waktu.

KELIMA: Setiap pasien yang meninggal karena wabah penyakit (Covid 19) wajib dilaksanakan fardhu kifayah selama memungkinkan dan disesuaikan dengan petunjuk medis dan dikebumikan oleh pihak pemerintah.

KEENAM: Pemerintah Aceh dan Pemerintah Kab/Kota agar menyediakan Alat Pelindung Diri (APD) yang lengkap bagi semua tenaga medis, petugas tajhiz mayat dan petugas lainnya.

KETUJUH: Keluarga pasien dan masyarakat agar mematuhi seluruh prosedur kesehatan yang telah ditetapkan.

         

Ditetapkan di Banda Aceh

pada tanggal 29 Rajab 1441 H

24 Maret 2020 M

Pimpinan Majelis Permusyawaratan Ulama Aceh

 

Ketua: Tgk. H. M. Daud Zamzamy.

Wakil Ketua: Tgk. H. Faisal Ali

Wakil Ketua: Dr.Tgk.H. Muhibbuththabari,M.Ag

Wakil Ketua: Tgk. H. Hasbi Albayuni

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved