Meningkat Setiap Hari, Ahli Epidemiologi Yakin Korban Corona di Indonesia Lebih Tinggi dari Data
Pandu Riono menyatakan jumlah korban virus corona yang rutin disampaikan pemerintah itu masih tergolong sedikit meskipun terus mengalami kenaikan.
SERAMBINEWS.COM - Korban virus corona di Indonesia semakin bertambah.
Setiap hari kasus yang positif Covid-19 tersebut selalu mengalami kenaikan.
Selain itu, kasus yang meninggal dunia akibat wabah ini pun juga mengalami peningkatan setiap hari.
Seperti dilansir oleh Covid19.go.id, hingga Selasa (7/4/2020), kasus yang terkonfirmasi positif virus corona di Indonesia mencapai 2.738 kasus.
Jumlah tersebut mengalami kenaikan sebanyak 247 kasus dari hari sebelumnya.
Sementara itu, 221 orang dinyatakan meninggal dunia akibat Covid-19 ini.
Dan kini sudah ada 204 pasien yang sembuh dan 2.313 pasien masih dirawat.
Kasus yang dikonfirmasi pemerintah tersebut tentunya merupakan kasus wajar dibandingkan dengan negara lain di Asia Tenggara.
Namun ternyata ahli epidemiologi menyebut kasus tersebut tergolong sedikit meski mengalami kenaikan.
Hal tersebut disampaikan oleh Ahli Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKMUI), dokter Pandu Riono.
• Malam Nisfu Syaban Jatuh Pada 8 April 2020, Bolehkah Berpuasa Setelah Malam Nisfu Syaban?
• Suara Virus Corona Terekam, Ilmuwan Amerika Menyulapnya Menjadi Alunan Musik
• Mengejutkan, 70 Persen Kasus Positif Virus Corona di Indonesia Tanpa Gejala, Muncul Istilah Baru OTG
Pandu secara terang-terangan mengungkapkan prediksinya soal wabah virus corona di Indonesia.
Melalui siaran Talk Show tvOne, Pandu Riono menyatakan jumlah korban virus corona yang rutin disampaikan pemerintah itu masih tergolong sedikit meskipun terus mengalami kenaikan.

Petugas mengangkat jenazah pasien virus corona atau Covid-19 yang meninggal untuk dimakamkan di TPU Pondok Ranggon, Cipayung, Jakarta Timur, Rabu (25/3/2020). Pemprov DKI Jakarta menyediakan dua taman pemakaman umum (TPU) untuk pasien virus corona (Covid-19) yang meninggal dunia, yakni TPU Tegal Alur dan TPU Pondok Ranggon. (Tribunnews/Irwan Rismawan)
Menurutnya, hal itu disebabkan oleh terbatasnya alat tes virus corona yang disediakan pemerintah.
Jika jumlah alat tes memadai, Pandu Riono yakin total korban virus vorona akan jauh lebih tinggi.
Hal itu disampaikan Pandu Riono melalui tayangan YouTube Talk Show tvOne, Senin (6/4/2020).
"Kalau data resmi pemerintah kan sudah pasti akan tidak terlalu tinggi karena keterbatasan dari layanan tes dan yang bisa dideteksi oleh sistem," ujar Pandu dikutip dari Youtube Talk Show tvOne.
"Tapi kita bisa memprediksi bahwa yang sesunguhnya itu lebih tinggi."
• Simak Info Ini, Suplemen Untuk Anak-anak Menjaga Daya Tahan Tubuh saat Wabah Corona
• Ustadz Abdul Somad Ulas Tentang Dosa, Tobat, Ampunan dan Keutamaan Malam Nisfu Syakban
Pandu menjelaskan, ada sejumlah pasien virus vorona yang sebenarnya tak memerlukan penanganan rumah sakit.
Yakni, orang-orang yang tak mengalami gejala namun bisa menularkan Virus Corona pada orang lain.
"Dan yang paling penting kita lakukan pemodelan adalah mereka yang terinfeksi itu berapa banyak yang butuh layanan rumah sakit?," ucap Pandu.
"Yang kita kembangkan itu pemodelannya adalah kasus yang membutuhkan layanan rumah sakit."

Ahli Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKMUI), dokter Pandu Riono dalam saluran YouTube Talk Show tvOne, Senin (6/4/2020). (YouTube Talk Show tvOne)
• Begini Citra Kirana Harus Sabar Tahan Ngidamnya di Tengah Wabah Corona
• Begini Doa Malam Nisfu Syakban, Perbanyak 3 Amalan Sunnah Ini Untuk Mendapatkan Ampunan
Bahkan, menurutnya sebagian besar pasien virus corona tak memerlukan penanganan khusus.
Yang harus dilakukan yakni mengisolasi pasien tersebut agar tak menularkan virus corona pada orang lain.
"Banyak yang salah mengutip, disangkanya itu kasus yang terinfeksi," jelas Pandu.
"Karena 90 persen orang yang terinfeksi Corona tidak butuh pelayanan, karena sebagian besar tidak bergejala atau gejalanya ringan."
Sehingga itu, menurutnya untuk mendeteksi keberadaan pasien tersebut diperlukan tes cepat untuk mengantisipasi penularan yang lebih luas.
Menurut Pandu, hal itu pula yang menyebabkan wabah virus corona berbeda dengan penyakit lainnya sehingga lebih sulit ditangani.
"Dan ini harus segera kita deteksi dengan sistem tes cepat dengan menggunakan PCR sehingga kita bisa melakukan isolasi," jelas Pandu.
"Ini yang paling berbeda dengan penyakit lainnya karena penularannya dilakukan oleh orang ke orang yang tidak bergejala. Orang-orang yang kelihatan sehat tapi dia membawa virus ke mana-mana," pungkasnya.
Simak videonya berikut ini:
Penjelasan Ahli ITB Terkait Masa Puncak Virus Corona di Indonesia
Melansir Informasi dari Kompas pada Selasa (24/3/2020), Pusat Permodelan Matematika dan Simulasi (P2MS) di Institut Teknologi Bandung (ITB) telah melakukan simulasi dan permodelan sederhana dalam prediksi penyebaran Virus Corona atau Covid-19 di Indonesia.
Melalui penelitian tersebut, Indonesia diprediksi akan mengalami puncak jumlah kasus Virus Corona atau Covid-19 pada akhir Maret hingga pertengahan April 2020.
Pendemi corona ini diperkirakan akan berakhir pada saat kasus harian terbesar berada di angka sekitar 600 persen yang diprediksi pada bulan April tersebut.
“Perlu dicatat, ini hasil pemodelan dengan satu model yang cukup sederhana, tidak mengikutkan faktor-faktor kompleksitasnya tinggi, “ ujar tim peneliti Nuning Nuraini dalam keterangan tertulis, Kamis (19/3/2020).
Nuning menjelaskan bahwa penelitian ini dilatarbelakangi kasus covid-19 di Indonesia yang menjadi bagian pendemi global.
"Dalam penelitian ini, kami berusaha menjawab pertanyaan mendasar tentang epidemi yang sedang terjadi saat ini di Indonesia melalui suatu model matematika sederhana," kata Nuning.
Sebuah penelitian yang menjadi jurnal ilmiah ini, tim peneliti membangun model representasi jumlah kasus Covid-19 dengan menggunakan model Richard’s Curve.
Model tersebut terbukti berhasil memprediksi awal, akhir, serta puncak endemi SARS di Hong Kong pada 2003 silam.
Setelah menentukan model penelitian ini, tim akhirnya menguji berbagai data kasus Covid-19 terlapor dari berbagai macam negara.
Seperti China, Iran, Italia, Korea Selatan, dan Amerika Serikat, termasuk data akumulatif seluruh dunia.
Secara matematik, model Richard’s Curve Korea Selatan paling cocok sebab kesalahannya sangat kecil disandingkan dengan data terlapor di Indonesia.
Jika dibanding data negara lain, kesesuaian ini diambil saat Indonesia memiliki 96 kasus positif corona.
"Bisa dikatakan, jika kita punya penanganan yang mungkin sama, sesuai dengan publikasi yang ada dengan Korea Selatan, tanpa memasukkan faktor kompleksitas lainnya seperti temperatur lingkungan, kelembaban dan lainnya, seharusnya kita bisa mendapat kesimpulan yang sama persis dengan apa yang ditulis pada publikasi kami,“ kata dia.
Namun hal ini bukan lah perkara mudah, sebab Korea Selatan menjadi salah satu negara paling baik dalam penanganan covid-19.
"Ini waktu terus berjalan, tentu sulit untuk bisa persis seperti mereka. Tapi setidaknya, dari tulisan ini kita bisa mengetahui bahwa Indonesia perlu melakukan sesuatu untuk tetap berada dalam tren yang baik,“ ujar Nuning.
Menurut Nuning, merujuk pada model yang dibangun termasuk faktor-faktor yang krusial.
Selain itu ini perlu dilakukan pencegahan agar penyebaran Covid-19 tidak semakin meluas.
Sebab, tingkat penyebaran yang tinggi akan memberatkan rumah sakit, tenaga medis, serta fasilitas yang disediakan menjadi tidak cukup untuk melakukan penampungan.
(TribunWow/Jayanti Tri Utami)(TRIBUNNEWSWIKI.COM/Al Farid)
artikel ini telah tayang di Tribunnewswiki.com dengan judul Ahli Epidemiologi Yakin Korban Corona di Indonesia Sebenarnya Lebih Tinggi dari Data, Ini Alasannya