Kisah Teladan
Belajar Cara Penanganan Wabah dari Amr Bin Ash, Sahabat Jenius Pencetus Social Distancing
Sejarah Islam mencatat, praktek social distancing dalam mengatasi wabah ini diperkenalkan oleh Amru Bin Ash, lebih dari 1400 tahun yang lalu.
Penulis: Zainal Arifin M Nur | Editor: Zaenal
“Angka kematian sudah terlalu besar, masyarakat mulai frustasi, tapi beliau harus bertahan di situ, dan tidak ada obat yang ditemukan pada saat itu,” kata Anis Matta.
Kondisi ini membuat Amr Bin Ash menghadapi pilihan-pilihan yang sangat sulit.
Tapi dengan kemampuan berpikir analitis dan kemampuan inovasi yang dimilikinya, Amr Bin Ash mencoba membaca pola penyebaran wabah saat itu.
Setelah melakukan pengkajian, Amru Bin Ash memerintahkan penduduk Syam untuk melakukan karantina mandiri dan menjaga jarak sosial (social distancing).
“Beliau akhirnya mengatakan, ‘penyakit ini kalau terjadi dia menyala membara seperti api. Maka berlindunglah kalian dari api itu dengan cara pergi ke gunung-gunung yang tinggi’,” kata Anis Matta mengutip kisah Amru Bin Ash.
“Berkat ijtihad itu kemudian menjadi sebab Allah Swt mengangkat wabah itu dari kaum muslimin,” lanjut Anis.
• Quraish Shihab Ajak Patuhi Fatwa MUI, Samakan Zaman Sahabat Nabi: Ini Berkaitan dengan Kesehatan
• Melihat Masjid Sahabat Nabi Saad Abi Waqqas di Guangzhou China, Ditutup karena Wabah Virus Corona
• Mal di Aceh Atur Jarak Setiap Antrean
Pola Kehidupan
Anis Matta mengatakan, ijtihad dan inovasi yang dilakukan Sahabat Amru Bin Ash ini mengantarkan generasi selanjutnya kepada suatu fakta sejarah, bahwa ternyata wabah dan yang semacamnya, berhubungan dengan latar belakang pembentukan kehidupan perkotaan dalam sejarah umat manusia.
“Apa yang terjadi secara sangat fundamental ketika manusia berpindah dari kehidupan nomaden kepada kehidupan perkotaan,” ujarnya.
Ia menjelaskan, dalam kehidupan nomaden, manusia mengikuti sumber makanannya atau dikenal dengan istilah people follow food.
Tapi dalam kehidupan perkotaan, makanan mengikuti manusia yang dikenal dengan istilah food follow people.
“Itu memungkinkan kota menjadi tempat yang crowded.
Bukan hanya karena manusia dalam jumlah besar hidup secara berdekatan.
Tetapi sumber makannya dari hewan dan nabati juga harus didekatkan kepada tempat tinggalnya,” urai Anis Matta.