Wow, Durasi Pemeriksaan Sampel di Balitbangkes Aceh Ternyata Lebih Lama dari Balitbangkes Jakarta
Durasi pemeriksaan merupakan hal yang penting, karena hal ini menyangkut kecepatan dalam pengambilan keputusan dan tindakan
Wow, Durasi Pemeriksaan Sampel Pasien di Balitbangkes Aceh Ternyata Lebih Lama dari Balitbangkes Jakarta
Laporan Yocerizal | Banda Aceh
SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH – Durasi pemeriksaan sampel pasien suspect Covid-19 (Corona) di Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Aceh ternyata lebih lama dari Balitbangkes Jakarta.
Hal ini di luar prediksi dan harapan banyak pihak. Sebelumnya diharapkan, dengan diizinkannya Balitbangkes Aceh memeriksa sampel pasien terduga Covid-19, maka durasi pemeriksaan bisa diperpendek.
Durasi pemeriksaan yang pendek akan membuat hasil pemeriksaan bisa diketahui dengan cepat, sehingga pemerintah juga bisa lebih cepat dalam mengambil keputusan dan tindakan.
Lamanya durasi pemeriksaan di Balitbangkes Aceh ini menjadi sorotan Anggota Komisi V DPRA, dr Purnama Setia Budi.
Ia heran mengapa durasi pemeriksaan di Balitbangkes Aceh yang berada di Gampong Bada, Kecamatan Ingin Jaya, Aceh Besar justru lebih lama dari Balitbangkes Jakarta.
Contohnya pemeriksaan terhadap sampel pasien MS, warga Siron, Kecamatan Ingin Jaya, Aceh Besar. Hasil pemeriksaan, MS yang berprofesi sebagai aparat keamanan ini positif Covid-19.
Keterangan dari Direktur Rumah Sakit dr Zainoel Abidin (RSUZA), dr Azharuddin, sampel swab tenggorokan MS diambil pada tanggal 17 April dan hasilnya diketahui pada 23 April 2020.
• Satu Lagi Pasien Positif Covid-19 Bertambah di Banda Aceh
• Dibujuk Beberapa Jam, Pasien Positif Corona Abdya Berhasil Diberangkatkan ke RSUZA Banda Aceh
• Benarkah Mahasiswi Malaysia Tertular di Aceh? Ini Kata Pakar dan Hasil Tes Warga Rukoh-Blang Krueng
“Itu hasil RT PCR swab terhadap pasien MS mengapa begitu lama keluarnya? Diambil tanggal 17 April, keluar hasilnya tanggal 24 April, hampir seminggu,” kata dr Purnama kepada Serambinews.com, Sabtu (25/4/2020).
Durasi pemeriksaan tersebut dia katakan, bahkan lebih lama ketika Aceh masih mengirim sampel pasien ke Balitbangkes Jakarta. Saat itu hasil pemeriksaan bisa diketahui dalam waktu 4-5 hari.
Padahal salah satu alasan Pemerintah Aceh mengaktifkan Balitbangkes Aceh adalah untuk memangkas durasi pemeriksaan sehingga hasilnya bisa diketahui lebih cepat.
Purnama mengatakan, lamanya durasi pemeriksaan ini menjadi tanda tanya besar, karena saat pemeriksaan sampel perdana dari Gayo Lues, durasi pemeriksaan lumayan singkat, hanya dua hari.
“Saat peresmian Balitbangkes Aceh tanggal 16 April 2020, ada dua sampel pasien dari Gayo Lues yang diperiksa perdana. Hasilnya keluar tanggal 18 April,” sebut anggota Fraksi PKS di DPRA ini.
Dokter Purnama mengingatkan, durasi pemeriksaan merupakan hal yang sangat penting, karena hal ini menyangkut kecepatan dalam pengambilan keputusan dan tindakan.
• Balitbangkes Lambaro Periksa Dua Sampel Pasien, Diresmikan oleh Plt Gubernur Aceh
• Puasa Tapi Tidak Shalat dan Masih Terlihat Aurat, Sahkah Puasanya? Ini Penjelasan Buya Yahya
• Siapa Sangka, Ternyata Soekarno Tak Puasa saat Proklamasi Kemerdekaan Bertepatan dengan Ramadan
Sebagai contoh, kasus santri asal Aceh Tamiang yang pulang dari Magetan pada 16 April 2020 lalu. Saat dilakukan rapid test pada 21 April, santri telah menunjukan gejala batuk, flu, dan nyeri tenggorokan, sehingga langsung dirujuk ke RSUZA.
“Seharusnya dalam 1x24 jam kita sudah mengetahui hasil RT PCR, tetapi sampai sekarang hasilnya masih simpang siur,” pungkas Purnama.
“Dan sekarang sudah bertambah empat PDP (pasien dalam pengawasan) lagi dari Aceh Tamiang yang hasil rapi test-nya positif,” imbuhnya.
Menurut Purnama, dengan terlambatnya keluar hasil RT PCR, membuat Pemkab Aceh Tamiang harus melakukan tracking terhadap orang-orang yang telah berinteraksi dengan PDP.
Hal itu membutuhkan alat rapid test yang banyak. Sementara rapid test yang diberikan Pemerintah Aceh kepada Pemkab Tamiang hanya 160 unit dari yang diajukan 2.000 unit.
“Aceh Tamiang merupakan daerah perbatasan. Kebutuhan rapid test bisa mencapai 10.000 karena setiap ODP (orang dalam pemantauan) yang masuk ke Aceh harus dilakukan rapid test minimal dua kali untuk mencegah penularan Covid-19,” ungkap dokter yang juga politisi ini.
• Pasca Lima Santri Positif Corona Versi Rapid Test, Aceh Tamiang Mulai Wajibkan Warga Pakai Masker
• Pulang dari Jawa Timur, Dua Santri Aceh Besar yang Dirawat di RSUZA Dilakukan Test Swab
• Imam Masjid Madinah Menangis Terisak Saat Membacakan Doa Qunut di Malam Pertama Shalat Tarawih
Terlambatnya hasil RT PCR terhadap santri asal Aceh Tamiang ini juga membuat pemerintah kabupaten/kota lainnya juga lambat mengambil sikap.
Sebab informasi yang didapat dr Purnama, santri yang pulang dari Magetan, Jawa Timur, bukan hanya ada di Aceh Tamiang saja, tetapi juga ada di beberapa kabupaten/kota lainnya, termasuk di Aceh Besar.
“Santri yang pulang dari Magetan ternyata bukan hanya di Aceh Tamiang, tetapi tersebar di beberapa daerah. Mereka harus dilakukan isolasi mandiri dan rapid test,” ujar dr Purnama.(*)