Update Corona di Bener Meriah
Meli Saputri, Aktivis Gayo yang Memilih ke Kebun Kopi dan Tetap Jadi Jurnalis di Tengah Masa Corona
Sejak merebak Covid-19, ia memilih pulang kampung halaman ke Bener Meriah, sambil terus menjalankan tugas jurnalistiknya.
Penulis: Fikar W Eda | Editor: Mursal Ismail
Sejak merebak Covid-19, ia memilih pulang kampung halaman ke Bener Meriah, sambil terus menjalankan tugas jurnalistiknya.
Laporan Fikar W Eda | Jakarta
SERAMBINEWS.COM, JAKARTA - Gadis Gayo ini tampak garang dan menggelegar saat menyuarakan protes menolak tambang di Linge Aceh Tengah.
Aktivis Gayo ini memimpin aksi mahasiswa dan pemuda ke Kantor Gubernur Aceh di bawah payung "Gerbel" atau Gerakan Bela Linge pada 16 September 2019 silam.
Namanya Meli Saputri. Anak petani kopi dari Kampung Waq, Pondok Sayur Bener Meriah.
Lahir pada 12 Mei 2000. Putri sulung dari pasangan Alamsyah dan Hasanah.
"Seorang wanita bisa menjadi pemimpin di saat darurat dengan situasi mencemaskan.
Saya cemas memikirkan bagaimana nasib generasi dan sejarah warisan nenek moyang sebagai dampak negatif dari adanya tambang tersebut," kata Melli, tentang keberaniannya memimpin aksi.
• Bripka Saifuddin, Polisi yang Dipukul saat Sosialisasi Covid-19 di Banda Aceh, Terima Penghargaan
• Aceh Tengah Tetapkan Besaran Zakat Fitrah, Jika Dirupiahkan Tertinggi Rp 36.500 Perjiwa
• Viral, Pengemudi Ojek Online tak Miliki Kedua Tangan, Tapi Bisa Berkendara, Pemesan Makanan Terkejut
Ia merasa suara protes dan kecemasan yang dilontarkan waktu itu tidak mendapat respon yang menggembirakan.
"Suara kami tak di dengar oleh pemimpin.
Buktinya kegiatan tambang terus berjalan. Pekerja tambang keluar masuk daerah tersebut," kata Melli tentang tindaklanjut dari gerakan demo anti tambang yang digelorakan pada tahun 2019.
Ia adalah mahasiswi jurusan Komunikasi Penyiaran Islam pada Universitas Islam Negeri (UIN) Ar- Raniry Banda Aceh angkatan 2018.
Ia juga menggemari dunia jurnalistik, bekerja sebagai reporter Radio Baiturrahman Banda Aceh.
"Saya jadi reporter sejak awal kuliah, 2018" katanya.
Dunia jurnalistik baginya sangat menyenangkan, memberi tantangan baru dan memompa semangat baru.
Ia menganggap pekerjaan menjadi reporter sangat mulia.
"Menjadi seorang jurnalis tidak mudah, banyak tantangan dan bahkan nyawa akan menjadi taruhan. Menyebarkan sebuah informasi yang baik bagi masyarakat adalah kerja mulia," katanya.
Sejak merebak Covid-19, ia memilih pulang kampung halaman ke Bener Meriah, sambil terus menjalankan tugas jurnalistiknya.
"Selama di kampung halaman, saya lebih banyak berdiam di rumah dan ke kebun kopi. Di kebun kita jauh dari kerumunan," cerita Mellisa.
Kecuali ada tugas khusus dari redaksi Baiturrahman, ia baru bergerak. Beberapa waktu lalu ia sempat menemui Bupati Bener Meriah Tgk Sarkawi untuk sebuah wawancara.
Ia menyoroti nasib petani kopi yang sangat memprihatinkan, sebab harga terus anjlok saat pandemi corona.
Kepada Bupati Sarkawi, Melli menanyakan langkah yang akan diambil Pemkab untuk mengatasi kondisi tidak menguntungkan akibat covid-19 melanda dunia ini.
"Resi gudang adalah solusi yang terbaik untuk masalah ini kata bupati," ujar Melli soal kebijakan Pemerintah Bener Meriah.
Melli menaruh perhatian besar terhadap nasib petani kopi Gayo, mengingat dirinya adalah anak petani, yang hidup dari hasil kopi.
Termasuk membiayai pendidikannya hingga ke perguruan tinggi. Mayoritas penduduk Bener Meriah adalah petani. Juga Aceh Tengah. "
"Kopi merupakan tulang punggung perekonomian di Gayo, karenanya harus ada perhatian khusus untuk nasib petani," tukas pelari sprin 100 meteedan aktif di gerakan Pramuka ini.
Tentang Gayo tanah kelahiran, ia menyerukan kepada generasi milenial Gayo agar tidak berhenti mencintai Gayo.
"Harapan saya, Gayo terus diperhatikan. Dikenal bukan saja di daerah tapi juga menjadikan Gayo universal.
Dengan keindahan alamnya menjadikan Gayo bisa menjadi cuci mata bagi pengunjung dunia dan tidak ada lagi rasis untuk Gayo," ujarnya.
Kepada anak muda dan khususnya pemuda pemudi Gayo, Melli menyerukan agar bangkit dari tidur.
"Jangan tidur karena tempat mu menjadi intipan bagi orang untuk menguasai daerah mu.
Untuk kalian yang merantau, tetaplah pergunakan bahasa daerah kalian karena itu adalah suatu kebanggaan dan menjadi identitas kalian saat kalian jauh dari kampung halaman," serunya.
Menurutnya, generasi muda adalah tiang majunya sebuah negara atau daerah, apabila pemuda dan pemudi tidur maka hancurlah sebuah daerah atau negara tersebut. (*)
