Update Corona di Aceh

Anggota DPRA Bardan Sahidi Sebut Pengawasan di Empat Titik Perbatasan Aceh tak Hanya Terhadap Orang 

Anggota DPRA Bardan Sahidi menyarankan Pemerintah Aceh mengirimkan tim untuk menjaga masing-masing pintu masuk yang ada di Aceh

Penulis: Rahmad Wiguna | Editor: Mursal Ismail
For Serambinews.com
Anggota DPRA, Bardan Sahidi mengunjungi ruang isolasi di RSU Datu Beru, Takengon, Kamis (19/3/2020). 

Anggota DPRA Bardan Sahidi menyarankan Pemerintah Aceh mengirimkan tim untuk menjaga masing-masing pintu masuk yang ada di Aceh Tamiang, Aceh Tenggara, Subulussalam dan Aceh Singkil.

Laporan Rahmad Wiguna | Aceh Tamiang

SERAMBINEWS.COM, KUALASIMPANG – Pemerintah Aceh dinilai belum berhasil memutus mata rantai penyebaran Covid-19 setelah dianggap lemah mengawasi empat pintu masuk yang berbatasan langsung dengan Sumatera Utara.

Anggota DPRA Bardan Sahidi menyarankan Pemerintah Aceh mengirimkan tim untuk menjaga masing-masing pintu masuk yang ada di Aceh Tamiang, Aceh Tenggara, Subulussalam dan Aceh Singkil.

Pengawasan di jalur ini menurutnya bukan hanya terhadap orang, tapi juga mobilisasi barang.

“Sebenarnya ada empat pintu masuk yang harus diwaspadai. Tapi Aceh Tamiang layak menjadi perhatian khusus karena letaknya yang strategis.

Selama mobilisasi ini tidak terawasi, berarti Pemerintah Aceh belum bisa memutus mata rantainya,” kata Bardan Sahidi, Kamis (7/5/2020).

Tim Gugus Tugas Pencegahan Covid-19 Gayo Lues Siapkan Dapur Umum, Ini Lokasinya

Saat ini kata dia Aceh telah memiliki empat klaster penyebaran Covid-19, yakni Batam, Jawa, Magetan dan luar negeri.

Dia menilai pengawasan terhadap orang-orang yang memiliki riwayat perjalanan dari keempat klaster itu belum maksimal.

“Sebagai contoh di Bener Meriah kemarin, santri dari klaster Temboro kedapatan sudah menjadi imam shalat tarawih. Ini sangat membahayakan,” kata politisi PKS ini.

Dibanding daerah perbatasan lainnya, jalur masuk melalui Aceh Tamiang diakuinya sejauh ini paling strategis dan paling ramai digunakan.

Dia khawatir ketiadaan pos di perbatasan membuat kedatangan orang masuk tidak terpantau dan bakal berimbas ke seluruh Aceh.

3 Cewek Ini Ditangkap Polisi, Lecehkan dan Hina Lagu Aisyah Istri Rasulullah, Berjoget Pakai Handuk

Kasus Proyek Fiktif di Subulussalam, Jaksa Tegaskan Penyidik Bekerja Sesuai Bukti, Bukan Opini  

Dia pun memiliki sudut pandang sendiri tentang posko yang didirikan di Terminal Kualasimpang.

“Sudah tepat. Karena dalam hal ini Bupati Aceh Tamiang berperan melindungi masyarakat di daerahnya.

Tapi sunatullah-nya Aceh Tamiang yang paling disoroti karena paling dekat dengan Medan, paling strategis,” ujarnya.

Bardan melanjutkan tidak ada alasan Pemerintah Aceh meninggalkan daerah menangani sendiri persoalan Covid-19.

“Undang-undang Karantina Wilayah itu perbatasan.

Tidak fair provinsi kalau retribusi bisa menempatkan petugas di sana. Penyakti kenapa tidak langsung disiapkan petugas,” ujarnya. (*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved