HABA ANEUK
Imunisasi di Tengah Pandemi
Semua orang, termasuk anak-anak harus memiliki imunitas tubuh yang kuat agar dapat meminimalisir terjadi penularan.
BANDA ACEH - Sebuah panggilan muncul di layar gawai. Dari balik sambungan telepon itu, seorang wanita menyampaikan permohonan maaf. Ia meminta agenda imunisasi yang telah dijadwalkan agar dibatalkan, karena belum ada izin suaminya.
Dari Puskesmas Kopelma Darussalam, langkah Nurhafifah (43) terhenti usai menerima panggilan itu. Semua peralatan yang telah dipersiapkan, terpaksa dimasukkan kembali ke dalam lemari ruang kerjanya.
Sedih, kesal, kecewa, tapi semua rasa itu tak mampu diluapkan. Nurhafifah hanya bisa bersabar, berharap suatu saat hati masyarakat paham betapa pentingnya imunisasi untuk anak. “Suaminya tidak kasih izin, alasannya tidak dikasih tahu. Kesal, padahal kami sudah siap-siap mau berangkat,” keluh Nurhafifah, Sabtu (2/5/2020).

Di tengah merebaknya pandemi virus Corona, pelayanan imunisasi masih tetap berjalan. Nurhafifah harus jemput bola. Turun ke kampung-kampung, menyambangi rumah warga lalu menentukan jadwal kunjungan berikutnya. Untuk layanan imunisasi di Puskesmas hanya setiap Rabu, secara keseluruhan bayi yang diimunisasi tiap pekannya berjumlah enam hingga tujuh orang.
Bagi Nurhafifah menjadi seorang koordinator imunisasi di Puskesmas Kopelma Darus-
salam, Kecamatan Syiah Kuala, Banda Aceh. Bukan hanya sebatas profesi dan jabatan, tapi karena panggilan hati demi menjaga tumbuh kembang generasi masa depan.
“Imunisasi tetap jalan. Kita buat jadwal dengan pasien atau misalnya ada orang tua
mungkin punya rasa khawatir, takut membawa anaknya ke puskesmas karena masih bayi. Kita langsung turun ke kampung mengunjungi rumahnya,” kata Nurhafifah.
Sejak Maret 2020 lalu kegiatan imunisasi rutin telah berlangsung di tiga Posyandu yaitu di Desa Kopelma, Rukoh, dan Lamgugob. Hanya tersisa dua desa yaitu Ie Masen, dan Deah Raya.
Di tengah pandemi Covid-19 salah satu cara untuk meningkatkan kekebalan tubuh setiap anak, adalah dengan memberikan mereka imunisasi yang lengkap. Faktor itulah yang mendorong Nurhafifah untuk terus bergerak, meyakinkan setiap orang tua anak bahwa imunisasi wajib didapatkan.
• Layanan Posyandu Tak Boleh Berhenti Meski Corona
• 170 Kader Posyandu Disuluh Untuk Penanganan Stunting di Aceh Barat
Nurhafifah mengakui tidak sedikit orang tua yang merasa khawatir terhadap kondisi anaknya selama masa virus corona ini. Bahkan, diantara mereka takut membawa bayinya ke rumah sakit atau puskesmas untuk mendapatkan imunisasi. Perempuan yang telah sepuluh tahun menjadi koordinator imunisasi tak patah arang.
Demi memudahkan warganya, Nurhafifah menyampaikan kepada setiap orang tua yang memiliki anak atau bayi, agar bisa langsung menghubunginya dan ia siap mendatangi rumah warga tersebut.
“Kita memang sudah sampaikan kepada orang tua, bahwa komunikasi soal imunisasi ini bisa via telepon dan kita akan turun ke rumahnya. Saya maunya selama masa pandemi ini anak-anak tetap harus diimunisasi, sekarang kita sedang menghadapi satu masalah, jangan sampai timbul masalah lain lagi,” ungkapnya.
Setiap kesempatan, Nurhafifah kerap menyampaikan kepada setiap orang yang masih memiliki bayi, agar selalu disiplin menjalankan protokol kesehatan. Cek berat badan anak, tinggi badan, konsumsi makanan sehat, gizi seimbang, jangan keluar rumah dan rajin cuci tangan.
“Kalau anak masih ASI, ya berikan dia ASI eksklusif. Saya berharap anak tetap di rumah saja. Selalu itu saya sampaikan kepada setiap orang yang datang, tolong infokan ke tetangga,” kata Nurhafifah.
Tantangan Berat Nurhafifah
Perjalanan men-adi petugas imunisasi tidak mudah. Sosialisasi yang telah ia gerakkan selama ini, masih banyak warga yang beranggapan negatif.
Masyarakat masih ada yang menganggap bawah imunisasi itu haram. Pernah suatu hari, ketika mengadakan sosialisasi, Nurhafidah mengundang sebanyak 200 orang tua murid, tetapi yang hadir hanya 20 orang. Stigma negatif tentang imunisasi masih saja ditemukan di lapangan, padahal di lingkungan itu berpendidikan tinggi.
Bahkan, penilaian itu muncul dari kalangan petugas kesehatan sendiri yang kerap
dijadikan sebagai contoh oleh masyarakat. “Anak bidan aja nggak mau diimunisasi, anak perawat aja nggak mau diimunisasi, ngapain kita imunisasi. Itu dijadikan patokan oleh masyarakat, dan ini tantangan paling berat sebenarnya dan itu ada,” jelasnya.
Untuk menghilangkan stigma negatif tentang imunisasi ini, Nurhafifah berharap, pemerintah tingkat atas bisa menjadi leader ikut mengkampanyekan soal penting imunisasi ke tengah-tengah masyarakat.
Pemerintah seluruh tingkatan diharapkan dapat berperan aktif meningkatkan minat masyarakat memberikan imunisasi pada anak di seluruh Aceh. Terutama kepala desa ikut menyosialisasikan pentingnya imunisasi.
“Harus ada campur tangan dari pejabat di tingkat atas, jangan yang tingkat bawah aja
pontang-panting. Mereka harus ikut kampanyekan, harus satu suara tidak boleh beda-beda,” pungkasnya.
• Mengapa Harus Imunisasi Difteri?
• Unicef-AJI Latih Jurnalis Aceh Tentang Peliputan Isu Anak
Sementara itu Guru besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Prof Dr dr Sri Rezeki Syaraswati Hadinegoro, Sp.A(K) menegaskan, pemberian imunisasi pada anak tidak dapat ditunda. Meskipun di tengah pandemi Covid-19, pelayanan imunisasi wajib dilaksanakan dengan tetap menerapkan prinsip pencegahan COVID-19.
Jika ditunda akan berpotensi terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB), terutama terjangkit penyakit menular seperti difteri, polio dan campak. Sebelum hal ini terjadi, pelayanan imunisasi tetap harus berjalan semestinya.
“Imunisasi wajib dilakukan meskipun di tengah pandemi, karena pemberian imunisasi tidak bisa ditunggu dan ditunda,” kata Prof Sri Rezeki, Rabu (29/4/2020) pada diskusi webinar “Strategi pemberian imunisasi tambahan pada daerah cakupan imunisasi rendah” yang digelar Kementerian Kesehatan bekerjasama dengan WHO, UNICEF, dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI).
Kendati demikian, anggota Satuan Tugas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengingatkan petugas dan keluarga anak wajib mematuhi protokol kesehatan pencegahan penularan Covid-19. Seperti menjaga jarak fisik, menggunakan masker, menyediakan hand sanitizer, cuci tangan menggunakan air mengalir dan sabun.
Hal yang terpenting adalah komunikasi dengan orang tua anak. Petugas posyandu harus mempertanyakan riwayat perjalanan keluarga anak tersebut, kondisi kesehatan ibu maupun anak.
Prof Sri Rezeki menyarankan untuk memberikan imunisasi ganda kepada anak, terlebih
saat pandemi Covid-19 saat ini. Semua orang, termasuk anak-anak harus memiliki imunitas tubuh yang kuat agar dapat meminimalisir terjadi penularan.
Adapun manfaat imunisasi ganda (multiple immunization, multiple injection), sebut
Prof Sri Rezeki dapat melindungi anak secepat mungkin pada saat yang rentan.
Pemberian imunisasi secara bersamaan, berarti orang tua dan anak tidak perlu datang berulang kali ke tempat layanan imunisasi, terutama selama pandemi Covid-19 yang mengharuskan tidak banyak berinteraksi langsung. “Manfaat lain petugas kesehatan mempunyai waktu lebih banyak untuk melakukan program kesehatan lainnya,” ucapnya.
Lalu ada yang bertanya, sebutnya, apakah berbagai vaksin yang diberikan kepada
bayi menyebabkan sistem imun mengalami overload? Prof Sri Rezeki menjelaskan, hingga sekarang tidak ada bukti dan laporan bahwa vaksin menyebabkan overload pada sistem imun. “Maka ikutilah jadwal posyandu yang telah ditentukan, penuhi segera imunisasi pada anak, terlebih saat pendemi sekarang,” pintanya.
Direktur Surveilans dan Karantina Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, drg R Vensya Sitohang, M.Epid meminta pelayanan posyandu di daerah-daerah tetap memperhatikan prinsip pencegahan Covid-19 dan melakukan physical distancing (jaga jarak fisik).
Pemerintah juga sudah mengingatkan, seluruh petugas posyandu saat melayani pemberian imunisasi, saat pandemi Covid-19 sekarang harus menggunakan Alat Pelindung Diri (APD). Minimal menggunakan masker, penutup muka dan tidak lupa mencuci tangan atau menggunakan hand sanitizer sebelum dan setiap kali mengimunisasi anak.
• Dyah Erti Terima Penghargaan Unicef
• Aceh Serius Perangi Stunting, Gandeng Unicef
Hal yang terpenting lain, petugas harus membuat jadwal kunjungan orang tua, minta nomor kontak dan nanti akan dihubungi oleh petugas jadwal kunjungannya. Sehingga tidak terjadi penumpukan saat pelayanan imunisasi untuk mencegah penyebaran Covid-19. “Kuncinya adalah komuniksasi, apakah WhatsApp, telepon, sms dan sebagainya,” kata drg R Vensya Sitohang.
Petugas kesehatan diminta harus pro-aktif dan komunikatif dengan orang tua anak. Bila jadwal imunisasi sebagaimana kesepakatan sebelumnya telah tiba, petugas harus mengingatkan kembali. Termasuk memberitahukan bahwa cukup salah satu orangtua dan anak saja yang datang ke layanan imunisasi, sehingga tidak ada keramaian dan penumpukan orang saat layanan posyandu berlangsung.
Sebelum datang ke lokasi imunisasi, petugas juga diwajibkan mempertanyakan kondisi kesehatan orangtua dan anak. Apakah ada flu, diare, batuk, demam dan lainnya. “Bawa anak pada jam yang telah ditentukan. Batasi pengantar, hanya satu anak dan orangtua. Sebisa mungkin jangan gunakan kendaraan umum, jaga jarak juga saat duduk, minimal satu meter saat menunggu,” tukasnya.
Di lokasi posyandu, petugas juga wajib menyediakan fasilitas seperti tempat cuci tangan, hand sanitizer atau lainnya. (Zuhri Noviandi/A.Acal)
Artikel ini telah terbit di Tabloid HABA ANEUK edisi I Tahun 2020, yang diterbitkan oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Banda Aceh.