Berita Banda Aceh
Dana Covid-19 Aceh Rp 2,2 Triliun Lebih, Sektor Usaha Masih Terpukul
Dana untuk penanggulangan dan dampak Covid-19 Aceh terbilang besar, mencapai Rp 2,2 triliun lebih. Ironisnya, dari jumlah itu, yang baru terpakai
Penulis: M Nur Pakar | Editor: M Nur Pakar
SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH – Dana untuk penanggulangan dan dampak Covid-19 Provinsi Aceh terbilang besar, mencapai Rp 2,2 triliun lebih.
Ironisnya, dari jumlah itu, yang baru terpakai baru sekitar Rp 118 miliar atau tidak sampai 10 persen.
“Pemerintah Aceh sesuai SKB Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Kementrian Keuangan (Kemenkeu) mendapat dana refocusing,” ujar Taufik A Rahim SE MSi PhD, pakar ekonomi Aceh kepada Serambinews.com, Sabtu (30/5/2020).
Dikatakan, Provinsi Aceh mendapat alokasi sebesar Rp 1,7 triliun dari APBA 2020.
Kemudian, ada penambahan dari Belanja Tidak Terduga (BTT) Rp 520 miliar lebih, sehingga totalnya Rp 2,2 miliar lebih.
Dikatakan, yang baru terpakai Rp 118 miliar untuk mengatasi serta menghadapi dampak Covid-19 selama ini.
Seperti untuk bantuan bahan pokok, transportasi dan hal terkait lainnya.
“Dana yang diperuntukkan menghadapi Covid-19 dan dampaknya masih sangat banyak, sehingga sebagian dapat digunakan untuk membuka lapangan kerja seluas-luasnya,” katanya.
• Aceh Harus Beri Stimulus ke UMKM dan Sektor Informal, Cegah Gejolak Sosial Dampak Covid-19
• Usaha Rakyat Butuh Dukungan Pemerintah, Qanun Stimulus Harus Dikeluarkan
• Dunia Usaha Sambut Baik Aceh Zona Hijau, Perbankan dan Lembaga Pembiayaan Harus Normal Kembali
Apalagi, Covid-19 menghantam keras sektor usaha di Provinsi Aceh.
Taufik mengungkapkan dari sekitar 5,3 juta jiwa penduduk Provinsi Aceh, jumlah pengangguran sudah diperkirakan sekitar 1,3 juta orang.
Dikatakan, naiknya jumlah orang miskin baru di ProvinsiAceh sekitar 1 juta orang.
Hal itu akibat pemutusan hubungan kerja (PHK) di seluruh Provinsi Aceh.
Seperti, usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) berhenti produksi.
Usaha rumah tangga, manufaktur, jasa, perhotelan atau penginapan juga tutup.
Bahkan katanya, usaha transportasi dan travel ikut macet.
Namun, katanya, banyak kegiatan usaha ekonomi lainnya juga harus istirahat tidak bisa berproduksi.
Dia menegaskan sektor usaha yang terdampak parah Covid-19 harus mendapat perhatian serius dari Pemerintah Provinsi Aceh.
Apalagi, diperparah dengan harga barang yang melambung tinggi di Provinsi Aceh.
Sehingga ikut mempengaruhi angka inflasi yang semakin tinggi.
Sedangkan daya beli (purchasing power parity) semakin melemah dan rendah.
Meskipun masih ada sebagian masyarakat yang memiliki pendapatan tetap, tetapi nilai uang terhadap barang atau jasa semakin berkurang.
Jadi, katanya, refocusing APBA dan tambahan BTT harus mampu membantu meningkatkan perekonomian masyarakat.
Dia berharap sektor industri rumah tangga, manufaktur, jasa dan UMKM mendapat stimulus.
Termasuk masyarakat marginal, petani, nelayan kecil, jasa rakyat, perkebunan rakyat dan lainnya mendapat dana segar.
Dikatakan untuk mengatasi pengangguran dan kemiskinan harus ada bantuan untuk memacu produktivitas ekonomi rakyat.
Disebukan, paling tidak dapat menggantikan impor yang selama ini dari provinsin tetangga Sumatera Utara.
Disamping itu, juga untuk mengatasi gejolak harga bahan kebutuhan sehari-hari yang tidak stabil.
Dia berharap dana tersebut benar-benar efektif untuk rakyat Aceh.
“Jangan ada niat yang tidak baik untuk diselewengkan, karena semua orang serta mata masih tertuju kepada anggaran yang relatif besar tersebut,” katanya.
Pemerintah Aceh saat ini sedang diuji dengan anggaran tersebut yang sejak awal dinyatakan untuk mengatasi serta mengantisipasi dampak Covid-19 Aceh.
“Semoga, dana tersebut efektif digunakan, menjadikan kehidupan rakyat Aceh lebih baik lagi di masa mendatang,” harapnya.
Dia mengakui proses dan dampak covid-19 ini masih sulit diprediksi, karena vaksin untuk Covid-19 belum juga ada.
Tetapi, Taufik tetap berharap strategi efektif dari Pemerintah Aceh yang saat ini masih menyimpan uang refocusing akan dapat membangkitkan kembali perekonomian rakyat.
Selain itu, test massal Covid-19 di seluruh Aceh, juga harus siapkan untuk mengatasi kelanjutan, jika ada lagi PDP, ODP dan OTG yang butuh perawatan lanjutan.
Pada bagian lain, Taufik berharap dana tersebut secara efektif juga digunakan untuk jaring pengaman sosial.
Ditambahkan, di tingkat desa, juga ada dana desa yang digunakan untuk Covid-19, sehingga tidak sampai "double counting", termasuk di kecamatan dan kabupaten/kota.
Dia berharap ada pengawasan serta evaluasi pada berbagai tingkatan, juga berdasarkan data dan fakta yang benar.
“Akhirnya, dana Covid-19 akan mampu menghidupkan kembali berbagai sektor usaha, tetapi peran pemerintah harus benar-benar nyata,” tutupnya.
Sementara itu, pakar ekonomi Aceh ini, Taufik A Rahim menjadi salah satu narasumber dalam 'Diskusi 1: 'Hukum Minerba' yang digelar oleh DPP Muhammadiyah pada 28 Mei 2020 melalui teleconference.
Diskusi itu bertemakan: "Memahami Frasa Kejahatan terhadap Perubahan UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara"
Diskusi termasuk Rektor Universitas Muhammadiyah (Unmuha) Jakarta, Prof Dr Syaiful Bakhri SH MH; Taufik A Rahim SE MSi PhD akademisi/peneliti Unmuha Jakarta.
Kemudian Usman Hamid SH MPhil Direktur Eksekutif Amnesti Internasional Indonesia; Razikin JuraidSHI MIP Ketua Hukum dan HAM Pemuda Muhammdiyah.
Selanjutnya, Alimatul Qibtiyah SAg MSI PhD Komnas Perempuan Indonesia dan sederet narasumber terkenal lainnya.(*)
(*)