10 Tahun Wafatnya Hasan Tiro
10 Tahun Meninggalnya Hasan Tiro, In Memoriam Berakhirnya Sebuah Catatan Harian
Tumbuh suburkan terus perdamaian Aceh. Andai saya mati besok, perdamaian Aceh harus tetap berlanjut," Hasan Tiro 11 Oktober 2008
Penulis: Syamsul Azman | Editor: Zaenal
Jauh dari Aceh makin menambah rasa keacehannya. Apalagi dia menganggap Aceh yang merupakan daerah modal justru dikhianati dan dilecehkan Jakarta. Baginya, Indonesia terlalu luas untuk diatur secara sentralistik dari Jakarta.
Pada tahun 1958, Hasan Tiro menuangkan pemikiran dalam buku berjudul "Demokrasi untuk Indonesia". Di situ ia tawarkan federasi sebagai bentuk Pemerintah Indonesia. Jadi, sebetulnya sejak DI/TII bergolak pada 1950-an, sudah tertanam benih-benih "Aceh harus bebas dari penindasan Jakarta" di benak Hasan Tiro. Kristalisási ini berbuah pada 4 Desember 1976, saat ia deklarasikan Aceh Merdeka di Bukit Halimon, Luengputu, Pidie.
Ada dua dokumen penting yang dia dapat di Markas PBB yang membulatkan tekadnya untuk memisahkan Aceh dari Indonesia. Dokumen itu berupa Resolusi PBB tentang Hak untuk Menentukan Nasib Sendiri (Right to Self Determination).
Dokumen lainnya, berupa resolusi bahwa negara kolonial tidak boleh menyerahkan anak jajahannya kepada negara lain. Ia menilai, Perang Belanda terhadap Aceh tidak menyebabkan Aceh takluk dan dikuasai sepenuhnya oleh Belanda. Selain itu, Belanda tak berdasar menyerahkan Aceh melalui Konferensi Meja Bundar 1949 kepada Indonesia (Jawa), mengingat Belanda tak berkuasa penuh atas Aceh, malah lari meninggalkan Aceh, setelah tentara Jepang diundang ulama masuk Aceh.
Ditambah alasan-alasan sejarah, etnosentris, dan penguasaan ekonomi oleh Jakarta atas Aceh, membuat Hasan Tiro punya banyak alasan menyambung perjuangan kakek buyutnya, Tgk Chik Di Tiro, untuk mempertahankan kedaulatan Aceh. Ia mengimajinasikan sebuah negara/kerajaan sambungan (succesor state). Untuk itu, Aceh harus mandiri dari Indonesia.
Tinggalkan Karim Untuk mewujudkan obsesinya, pada 4 September 1976, Hasan Tiro meninggalkan kehidupan penuh glamor, istri yang cantik (Dora), dan anak semata wayang (Karim) yang baru berumur 6 tahun di Riverdale, New York, lalu ia kembali ke Aceh untuk berjuang memisahkan Aceh.
Pada 4 Desember 1976 deklarasikan Aceh Merdeka. Ini maklumat perang untuk Indonesia. Sejak itu, resmilah Hasan Tiro untuk kedua kalinya menjadi musuh utama republik. Padahal awalnya, Hasan Tiro itu orang republik, sangat republiken, tapi akhirnya melawan republik karena ia merasa Jakarta mengkhianati Aceh lebih dari sekali.
• KMPAN Usul Nama Tgk Hasan Tiro untuk Nama Jalan Tol Aceh, Begini Tanggapan Mantan Jubir Partai Aceh
Tahun 1981 ia tulis buku "The Price of Freedom: The Unfinished Diary of Teungku Hasan Tiro". Catatan harian yang tak kunjung selesai itu ia tulis selama bergerilya di hutan Aceh. Menurutnya, hanya orang gila yang mau melakukan itu, mengingat tadinya ia hidup enak di New York.
Hampir tiga dasawarsa perjuangan memerdekakan Aceh itu dia pimpin. Pengikutnya makin bertambah, demikian pula persenjataan dan personel terlatih. Semakin gencar GAM berjuang, semakin represif pula respons aparat keamanan Indonesia. Lalu, korban berjatuhan di sana-sini, lebih dari 33.000 orang tewas.
Tapi akhirnya, celah menuju damai tersibak. Setelah JoU Jeda Kemanusiaan pada tahun 2000 gagal, berganti dengan darurat militer dan darurat sipil, Allah menggenapkan darurat Aceh dengan darurat tsunami. Sekitar 200.000 warga Aceh meninggal dan hilang.
Hasan Tiro yang saat itu menonton tayangan televisi di Norsborg, Swedia, menitikkan air mata. Aceh yang ingin dia rebut sedang luluh lantak. Terjerembab ke títik nadir peradaban. Perlu kondisi damai untuk membangun kembali Aceh dari keterpurukan.
Lalu, Hasan Tiro dan elite GAM menyahuti tawaran RI untuk berdamai di Helsinki. Perdamaian ini pula yang memungkinkan Hasan Tiro dan Malik Mahmud yang awalnya paling dicari aparat keamanan Indonesia, bisa leluasa pulang ke Aceh pada 11 Oktober 2008. Setelah itu ia makin sering bolak balik dari ke Banda Aceh.
Saat batang usianya mendekati 85 tahun, ternyata ia berjodoh dengan Aceh, sekaligus dengan Indonesia. Ia wafat setelah 26 jam menjadi warga negara Indonesia kembali. Maka, catatan harian tentang dirinya pun berakhir sudah. Konflik Aceh berujung damai dan Hasan Tiro pun berpulang dalam damai.
Kita mencatat, Hasan Tiro adalah sosok sentral yang mempertinggi posisi tawar Aceh di mata Jakarta, sehingga di taman raya Indonesia, Aceh mendapat status otonomi khusus yang luar biasa.
Terima kasih Teungku, selamat jalan Wali. Sebagaimana ia pesankan di awal tulisan ini, mari kita tumbuh suburkan terus perdamaian Aceh, kendati ia sudah tiada.(*)
• Aneuk Syuhada Aceh Minta Dibangun Museum Hasan Tiro, Harus Jadi Rekomendasi Silaturahmi Eks GAM