Destinasi Wisata di Tengah Pandemi, Tiga Bulan Sepi Kini Sabang Berdenyut Lagi
Kota Sabang salah satunya. Kota wisata terkenal di Aceh yang pada tahun 2019 lalu tercatat paling ramai dikunjungi wisawatan
PANDEMI corona (Covid-19) memberikan dampak signifikan pada hampir semua sektor di Aceh, terutama pariwisata. Destinasi wisata di Aceh pun ikut sepi semenjak wabah Covid-19 menggemparkan dunia dan mewabah ke Indonesia pada akhir Februari lalu.
Kota Sabang salah satunya. Kota wisata terkenal di Aceh yang pada tahun 2019 lalu tercatat paling ramai dikunjungi wisawatan, sebanyak 620.694 orang, sejak tiga bulan terakhir 'mati suri'. Para pelaku wisata di sana harus mengurut dada. Lokasi wisata mereka yang biasanya ramai di hari libur bahkan hari-hari biasa, mendadak sunyi tak ada wisatawan sama sekali.
Sepanjang 2020 sejak akhir Februari lalu, nyaris tidak pelancong yang berwisata ke Sabang. Kondisi ini seiring diterapkannya aturan pemerintah tidak boleh adanya warga negara asing masuk ke Indonesia. Tak hanya itu, warga lokal Aceh dan nasional pun tidak diperbolehkan melakukan perjalanan ke destinasi wisata.
Akibatnya, Sabang yang saban pekan ramai dengan pelancong, tiba-tiba sepi. Para pelaku wisata di kota paling barat Indonesia ini terkena dampak, mulai dari pemilik atau pengelola kawasan wisata, pemilik hotel, pedagang sovenir, makanan, hingga para pelaku usaha lainnya. Kondisi ini cukup memprihatinkan, banyak pekerja dirumahkan.
Tim Serambi, Jumat (5/6/2020) mengunjungi Kota Sabang. Hari itu, hari pertama Pelabuhan Ulee Lheue memberangkatkan kapal motor penyeberangan (KMP) ke Sabang. Tentunya, ini kabar gembira bagi Kota Sabang sekaligus para penggiat usaha wisata di sana. Bagaimana tidak, hampir tiga bulan mereka tak menerima tamu, baik hotel dan lokasi wisata.
Dibukanya kembali jalur penyeberangan bagi penumpang ke Sabang seakan membuat Sabang berdenyut lagi, meski tidak semua penumpang datang untuk berwisata, tapi setidaknya usaha-usaha wisata mulai menggeliat lagi. Para pelaku wisata pun bersiap menyambut tamu kembali.
Sabtu (6/6), Serambi berkesempatan mengunjungi sejumlah tempat wisata terkenal di Kota Sabang, seperti Goa Sarang di Desa Iboih Kecamatan Sukakarya, Tugu Nol Kilometer, Pantai Iboih, dan Pantai Rubiah. Malamnya, kami juga mengunjungi beberapa tempat kuliner khas, seperti Pantai Paradiso yang menjajakan menu khas, sate gurita.
Miris memang, lokasi-lokasi ini tak seperti biasa, sangat sepi pengunjung. Goa Sarang misalnya, lokasi wisata itu, hampir lebih dua bulan sunyi. Namun hari itu, Pon, penjaga lokasi yang mirip pesona Raja Ampat itu mengaku, dalam beberapa hari terakhir mulai ada beberapa wisatawan yang datang, namun masih bisa dihitung jari.
"Mulai ada Bang, tapi masih sedikit. Biasanya sehari bisa ratusan ribu bisa kami dapat dari tiket. Tapi selama corona ini nggak. Ini mulai ada yang datang, semoga segera normal," harapnya.
Goa Sarang, lokasi paling diburu para wisatawan. Selain lokasi yang cukup instgramable juga digemari oleh para petualangan untuk menikmati alam. Lokasinya tersembunyi di balik pinggang bukit, butuh kehati-hatian jika ingin sampai ke sana karena harus berjalan di tebing dan bibir pantai dengan deburan ombak.
Dari Goa Sarang kami menuju ke Tugu Nol Kilometer, hal yang juga kami dapati. Tugu yang diresmikan 9 September 1997 oleh Wakil Presiden RI Try Sutrisno ini benar-benar sepi. Penjaja sovenir dan makanan pun hampir semuanya tutup. "Baru dua hari ini ada pengunjung. Ini yang lain masih tutup, saya ya jualan aja, karena mulai ada yang datang," kata salah satu penjual rujak di sana.
Dua lokasi terakhir adalah Pantai Iboih dan Pantai Rubiah, lokasi yang menyuguhkan keindahan taman bawah laut dan paling diburu wisatawan untuk snorkeling dan diving sebagai aktivitasfavorit. Menurut Helmi, pemandu senorkeling di Pantai Iboih, selama ini wisatawan yang datang ke sana hanya warga lokal.
Namun sejak dibukanya rute penyeberangan, mulai ada beberapa wisatawan yang datang, tapi masih sangat sedikit. Menurutnya, ekonomi di kawasan itu mulai bergerak walaupun masih jauh dari maksimal. "Kalau kita persentase sekarang masih 20 persen. Biasanya weekend omset penyewaan alat selam dan snorkeling bisa jutaan, tapi selama Covid ini mencari seratus ribu saja susah," katanya.
Helmi berharap, ada kebijakan baik dari Pemerintah Kota Sabang. Dia mengapresiasi dibukanya kembali jalur penyeberangan. "Kita berharap dibebaskan kembali wisatawan Aceh untuk ke Sabang, karena kan Aceh zona hijau. Kita siap menerapkan protokol kesehatan, siap bekerja sama dengan dinas kesehatan atau pemerintah," pungkasnya.
Kadisparbud Kota Sabang, Faisal kepada Serambi, kemarin mengakui, lebih kurang selama tiga bulan Sabang sepi pelancong disebabkan pelarangan penyeberangan penumpang ke kota tersebut."Cuma kapal untuk sembako yang boleh selama ini, orang-orang kan nggak boleh. Jadi makanya sepi tidak ada wisatawan," katanya.