Berita Banda Aceh

Anggota DPRA Fraksi PA Iskandar Usman Tolak Pengesahan Tapal Batas Aceh-Sumut, Ini Alasannya

Pasalnya, kata Iskandar ternyata tak merujuk pada Peta 1 Juli 1956 sebagaimana yang diamanahkan dalam poin 1.1.4 MoU Helsinki.

Penulis: Masrizal Bin Zairi | Editor: Mursal Ismail
hand over dokumen pribadi
Anggota DPRA, Iskandar Al Farlaky 

Pasalnya, kata Iskandar ternyata tak merujuk pada Peta 1 Juli 1956 sebagaimana yang diamanahkan dalam poin 1.1.4 MoU Helsinki.

Laporan Masrizal | Banda Aceh

SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Aceh, Iskandar Usman Al Farlaky, menyesalkan penyelesaian tapal batas Aceh-Sumatera Utara (Sumut). 

Pasalnya, kata Iskandar ternyata tak merujuk pada Peta 1 Juli 1956 sebagaimana yang diamanahkan dalam poin 1.1.4 MoU Helsinki.

Iskandar Usman Al-Farlaky menyampaikan hal ini kepada wartawan menanggapi siaran pers Humas Setda Aceh soal klaim keberhasilan penyelesaian tapal batas Aceh-Sumut setelah 32 tahun berlalu.

“Apanya yang jadi poin keberhasilan dalam persoalan tadi? Tak ada. Yang terjadi justru merugikan Aceh.

Tapal batas Aceh tak merujuk pada Peta 1 Juli 1956 sesuai MoU Helsinki,” kata Iskandar.

Lapangan Kota Meureudu Kembali Menjadi Aset Pemkab Pidie Jaya, Ini Kata Kapolres dan Kajari

Hendak Diamankan Polisi, Seorang Pria Nekat Makan Tangannya Sendiri Hingga Tewas di Tempat

Illiza Minta Sekolah Abaikan Intervensi Pihak Luar dalam Penerimaan Siswa Baru

Harusnya, kata Iskandar, eksekutif Aceh melayangkan surat protes ke jajaran terkait di Jakarta soal penetapan yang dinilai masih menyimpang dari MoU yang disepakati bersama di Helsinki.

“Kalau bukan kita yang menjaga agar MoU Helsinki, terutama poin 1.1.4 ditegakan, lantas siapa lagi?

MoU Helsinki bukan cuma milik PA dan GAM, tapi seluruh masyarakat di Aceh. Eksekutif Aceh jangan berpura-pura tidak tahu,” ujar mantan aktivis mahasiswa ini.

“Semua aturan yang disepakati dalam MoU Helsinki harus dieksekusi. Eksekutif soal Otsus ngotot harus dipenuhi, tapi giliran soal tapal batas pura-pura lupa.

Padahal sama sama tercantum dalam MoU Helsinki,” kata politisi muda PA ini lagi.

Sebagaimana diketahui, jika merujuk pada Peta 1 Juli 1956, maka Langkat, Deli dan Asahan harus kembali dalam peta Aceh.

Namun dalam penyelesaian tapal batas yang diklaim keberhasilan beberapa hari lalu, tak ada perubahan yang berarti.

Sebelumnya diberitakan, Pemerintah Aceh menyampaikan terima kasih kepada Direktorat Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan Kemendagri melalui Direktorat Toponimi dan Batas Daerah yang telah mengesahkan sembilan Permendagri terkait batas antar-kabupaten/kota di Aceh dengan Provinsi Sumatera Utara.

“Alhamdulillah setelah puluhan tahun tidak tuntas sekarang ini sudah terselesaikan.

Mudah-mudahan ini menjadi solusi dan semoga tidak lagi menjadi perdebatan lagi antara beberapa batas wilayah di provinsi kita dengan Sumatera Utara,” kata Syakir, Kepala Biro Tata Pemerintahan Setda Aceh, di Banda Aceh, Rabu (10/6/2020).

Persoalan tapal batas daerah di dua provinsi ini terus berlarut sejak tahun 1988. Artinya, sengketa batas wilayah telah terjadi selama 32 tahun.

Karena itu, Syakir menilai, tuntasnya permasalahan tapal batas di beberapa lokasi tersebut merupakan keberhasilan luar biasa dan langkah baru percepatan penegasan batas Aceh dengan Provinsi Sumatera Utara.

Syakir menyebutkan batas daerah yang telah ditetapkan berada di kawasan Kabupaten Gayo Lues, Aceh Tamiang, Aceh Tenggara, Aceh Singkil dan Kota Subulussalam. (*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved