Aceh Kembali Kaji Tutup Perbatasan
Pemerintah Aceh mempertimbangkan untuk menutup kembali wilayah perbatasan menyusul melonjaknya kasus Covid-19
Pengetatan perbatasan ini telah dilakukan sejak beberapa hari terakhir, sejak bertambahnya kasus Covid-19 dan terungkapnya kasus transmisi lokal di daerah tersebut.
“Setelah bertambah pasien positif di Kota Lhokseumawe, kita melakukan upaya perioritas untuk mengadakan pemeriksaan kendaraan umum atau pribadi yang melintas masuk ke daerah ini,” kata Kepala Dinas Kesehatan kota Lhokseumawe, dr Said Alam Zulfikar, kepada Serambi, Selasa (23/6/2020).
Setiap penumpang yang keluar masuk menggunakan angkutan umum dan pribadi akan menjalani pemeriksaan kesehatan terlebih dahulu melalui pengukuran suhu tubuh. Pemeriksaan itu dilakukan oleh tim dari BPBPD Kota Lhokseumawe.
“Setiap kendaraan yang melintas akan dilakukan pengecekan suhu tubuh, baik supir maupun penumpangnya. Namun dari hasil pemeriksaan, hingga hari ini belum ada yang diperintahkan putar balik,” imbuh Said Alam Zulfikar.
Di Lhokseumawe, jumlah pasien positif Corona tercatat sebanyak tujuh orang, dimana satu di antaranya meninggal dunia.
Terpisah, dalam talk show ‘Apa Kabar Indonesia Pagi’ yang membahas tentang penanganan pencegahan wabah Covid-19 Aceh di Studio TV One, Pulau Gadung, Jakarta Utara, Selasa (23/6/2020), Plt Gubernur Aceh, mengungkapkan tentang strategi pencegahan Covid-19 di Aceh.
Nova Iriansyah mengatakan bahwa strategi yang digunakan adalah pelibatan ulama dan tokoh masyarakat, serta konsisten memberikan edukasi kesehatan kepada masyarakat. "Selain edukasi, pendekatan lain yang kita lakukan adalah melibatkan tokoh keagamaan," ujar Nova.
Aceh dia katakan, punya banyak dayah (pesantren) yang dapat memberikan solusi terhadap pencegahan Covid-19. "Dari tokoh keagamaan di pesantren dilanjutkan kepada anak-anak didik dan masyarakat umum," jelasnya.
Kemudian, Pemeritah Aceh juga melakukan edukasi melalui ketahanan desa (gampong), mulai dari pemerintah desa, kecamatan, kabupaten/kota hingga provinsi, lalu unsur TNI/Polri. "Dengan begitu, suasana menjadi cair dan solid, sehingga penyampaian edukasi pencegahan Covid-19 dapat dilakukan bersama-sama dan terarah," jelasnya.
Dalam kesempatan itu, Nova juga menyampaikan tentang upaya Pemerintah Aceh mengatasi krisis pangan yang diperkirakan akan terjadi pada 2020 ini. Salah satu upaya yang dilakukan adalah mengkampanyekan gerakan menanam dan memanfaatkan seluruh lahan tidur hak guna usaha (HGU). Di atas lahan itu akan ditanami jagung, padi, dan komoditas pangan lainnya.
Gerakan menanam ini, dijelaskan Nova, bukan hanya dilakukan petani, pemerintah, tapi semua stakeholder, khususnya organisasi-organisasi kemasyarakatan. "Gerakan ini untuk mengefektifkan lahan-lahan HGU yang belum diusahakan. Kita secara resmi meminjam berdasarkan peraturan perundang-undangan," kata dia.
Nantinya, kata Nova, pada lahan HGU yang belum dikelola tersebut, penanamannya akan bekerja sama dengan semua pihak. "Ujung tombaknya, ya Ormas, petani sendiri tentunya, kemudian TNI/Polri. Dan gerakan menanam ini, Insya Allah kita mulai bulan depan," imbuh Plt Gubernur.
Menurut Nova, gerakan menanam ini untuk mengantisipasi krisis pangan yang diperkirakan terjadi pada akhir tahun 2020, karena pengaruh masa Pandemi Covid-19. "Ketahanan pangan bagi kami adalah bagian yang tidak bisa dipisahkan dengan pencegahan Covid-19," ujarnya.
Nova juga menjelaskan, selama menghadapi pandemi, Pemerintah Aceh sudah membuat program pencegahan Covid-19 meliputi tiga fase, yakni mencegah dan mengobati warga yang terinfeksi Covid-19, kemudian pemulihan kondisi ekonomi bagi masyarakat, dan terakhir antisipasi terhadap krisis pangan. "Kita sudah masuk ke fase ketiga. Kita sekarang antisipasi krisis pangan," pungkas Nova. (dan/zak/fik)