Luar Negeri
China Manfaatkan Pandemi Virus Corona, Tantang AS Sebagai Adikuasa, Klaim Wilayah Terus Meluas
Bentrokan sengit di Lembah Galwan pada 15 dan 16 Juni 2020, hanya awal dari kebringasan China. Bentrok di sepanjang Garis Kontrol Aktual (LAC)
SERAMBINEWS.COM, NEW DELHI - Bentrokan sengit di Lembah Galwan pada 15 dan 16 Juni 2020, hanya awal dari kebringasan China.
Bentrok di sepanjang Garis Kontrol Aktual (LAC) di Ladakh telah menyebabkan 20 tentara India tewas.
Kematian di kedua belah pihak merupakan insiden paling serius yang melibatkan kedua militer sejak 1967.
Dilansit TimesNowNews, Kamis (9/7/2020), gelombang kejut dari ini akan terus bergema sepanjang masa.
Sederhananya, hubungan India-China tidak akan pernah sama lagi.
Selama dua dekade terakhir, hubungan itu ditandai dengan ketegangan perbatasan.
Tetapi kesediaan untuk tidak membiarkan situasi meningkat di LAC sudah tidak ada lagi.
China telah mengerahkan puluhan ribu tentara bersama peralatan tempur berat.
India juga tak kalah sengitnya, juga mengirim puluhan tentara bersama armada tempur darat dan udara.
Sudah jelas, Beijing tidak lagi tertarik untuk mengekang pasukannya di Lembah Galwan.
Yang membuat eskalasi ini jauh lebih berbahaya daripada Doklam pada 2017.
Bahkan jika tidak ada konflik antara kedua kekuatan nuklir itu, kepercayaan New Delhi mendapat pukulan keras dari Presiden China Xi Jinping.
• Jet Tempur India Siap Perang Dengan China, Terus Pantau Perbatasan Lembah Galwan
• PM India Pantau Pangkalan Militer Ladakh: Musuh India Telah Melihat Api
• India Beli 42 Jet Tempur Sukhoi dan MiG-29 Buatan Rusia, Siap Hadang China di Lembah Galwan
Analis geo-politik dan pengamat China memiliki dua pertanyaan paling utama di benak mereka:
"Apa yang terjadi selanjutnya" dan "Mengapa sekarang".
Jawaban untuk pertanyaan pertama akan menjadi jelas dalam beberapa hari dan minggu mendatang.
Tergantung dari serangkaian perhitungan militer, strategis, diplomatik dan politik yang kompleks dari New Delhi dan Beijing.
Tetapi kita mungkin tidak pernah tahu jawaban yang tepat untuk pertanyaan tersebut, dalam hal apapun.
Namun, jika kita melihat pola perilaku China sejak wabah Covid-19 dimulai pada Januari 2020, beberapa tren muncul.
Bukan hanya Ladakh
Tiongkok telah melakukan serangkaian langkah agresif dalam beberapa bulan terakhir.
Parlemen mengeluarkan undang-undang baru untuk mengakhiri 'satu negara dua sistem' dengan Hong Kong.
Dengan kata lain, otonomi Hong Kong bisa segera menjadi masa lalu.
China juga telah mengambil langkah-langkah yang berpotensi mengganggu kestabilan di Laut Cina Selatan.
Tiongkok telah memberi nama semua pulau dan fitur lainnya di laut untuk mengklaimnya.
Beijing membuatnya sangat jelas, menganggap seluruh Laut Cina Selatan sebagai daerahnya sendiri.
Hal itu membuat negara di Asia Tenggara sangat khawatir, termasuk Indonesia.
Pemerintah Xi Jinping telah mengancam Taiwan, menggunakan bahasa yang merupakan tanda aksinya.
China juga telah memulai perang kata-kata yang buruk dengan Australia, yang mencari jawaban asal-usul virus Corona.
Agresi di Ladakh, oleh karena itu, bagian lain dari teka-teki ini, meskipun sejauh ini paling berdarah.
Tampaknya Xi, telah memutuskan, 2020 menjadi tahun Cina dalam perjalanan menuju dominasi global.
Dengan pandemi yang mendatangkan malapetaka di seluruh dunia.
Maka Beijing melihat ini sebagai kesempatan sekali dalam satu generasi untuk mendapatkan keuntungan
Teritorial yang cepat dan menjadi hegemoni Asia yang tak terbantahkan, dia dapat melihat hadiah pamungkas menantang AS untuk status adikuasa tunggal.
Hanya beberapa minggu setelah menjadi pemimpin China pada 2012, Xi mengajukan dua tenggat waktu untuk negaranya.
Tenggat waktu kedua, Tiongkok harus menjadi negara yang berkembang penuh, kaya, dan berkuasa pada 2049.
Beijing berpikir dalam beberapa dekade ke depan, dan peristiwa dalam beberapa bulan terakhir ini.
Termasuk kebrutalan di Ladakh menjadi bagian dari rencana besarnya.
Satu-satunya hal yang tidak kita ketahui adalah bagaimana rencana itu bisa berakhir.(*)