Berita Subulussalam
Makamnya akan Diziarahi Wali Nanggroe, Berikut Sekelumit Tentang Syekh Hamzah Fansury
Ziarah tersebut menjadi salah satu agenda sang wali nanggroe dalam kunjungannya ke Kota Sada Kata tersebut.
Penulis: Khalidin | Editor: Nur Nihayati
Desa Oboh terletak sekitar 23 kilometer atau 30-an menit perjalanan darat dari pusat Kota Subulussalam.
Makam sang ukama masyhur ini terawat rapi dalam bangunan kecil.
Sebuah sungai mengalir tak jauh dari sisi kiri makam.
Di tempat itu, tak hanya Syekh Hamzah Fansuri yang dimakamkan. Di sekitarnya ada tiga makam lagi, yakni sahabat dan mertua Fansuri.
Bagi siapapun yang berkunjung, akan merasakan suasana tenang di tempat ini.
Ali Hasjmy dalam Jembatan Selat Malaka menuliskan, Hamzah juga memiliki salah seorang saudara bernama Ali.
Pada masa Sultan Alaiddin Malikussaleh memimpin Kerajaan Islam Samudera Pasai (1261-1289 Masehi), berduyun-duyun ulama Persia datang ke sana untuk mengajar di dayah-dayah.
Berbagai referensi dan artikel menyebutkan nama Fansur merupakan sebutan orang-orang Arab terhadap Kota Barus dan dalam kisah kain dikatakan menunjukan daerah Singkil, Aceh.
Kota kecil ini berada di pantai barat Sumatera yang terletak antara Sibolga, Sumatera Utara, dan Singkil, Aceh.
Namun yang pasti, Syekh Hamzah Fansuri diakui sebagai salah seorang tokoh kaliber besar dalam perkembangan Islam di nusantara. Ia juga pujangga Islam yang menghiasi lembaran sejarah kesusastraan Melayu dan Indonesia.
Bahkan, penyair dan ahli tasawuf Aceh abad ke 17 tersebut, Selasa (13/8/2013) lalu mendapat anugerah Bintang Budaya Parama Dharma, yang diserahkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam acara penganugerahan Bintang Maha Putera, dan Tanda Jasa di Istana Negara.
Hamzah Fansury hidup dan berpengaruh pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1607-1636), merupakan tokoh utama yang mengangkat bahasa Melayu dari bahasa lingua-fransca, menjadi bahasa ilmu dan sastra. Peneliti dari Malaysia, Prof Dr. Naguib Alatas dalam bukunya “The Mysticcism of Hamzah Fansuri” menyebut Hamzah Fansyuri sebagai Pujangga Melayu terbesar dalam abad XVII, penyair Sufi yang tidak ada taranya pada zaman itu.
Karya-karya Hamzah Fansyuri antara lain “Syair Perahu, Syair Burung Pingai” dan lain-lain. “Syair Perahu” berisi petuah tetang kehidupan agar tetap memelihara amal kebaikan.
Dalam buku Hamzah Fansuri Penyair Aceh, Ali Hasjmy menuliskan, selama hidup, Syekh Hamzah pernah mengembara untuk merajut ilmu. Lokasi-lokasi yang ia datangi seperti Banten (Jawa Barat), semenanjung Tanah Melayu, India, Parsi, dan Arab.
Hamzah Fansuri menguasai bahasa Arab, Urdu, Parsi, dan Melayu. Ia juga sangat mahir dalam bidang fikih, tasawuf, falsafah, mantik, ilmu kalam, sejarah, sastra, dan lain-lain.