Luar Negeri
Sudan Cabut Hukum Syariat Islam, Warga Gelar Aksi Protes di Ibu Kota Khartoum
Para pemrotes berkumpul di jalan-jalan ibu kota usai Shalat Jumat kemarin di bagian Timur dan Utara kota itu menurut koresponden dari media Perancis A
Rezim Bashir itu juga menerapkan hukum cambuk dan mengirim relawan yang mereka sebut jihadis dalam perang saudara dengan warga Sudan di Selatan.
Amerika Serikat (AS) memasukkan Sudan dalam daftar hitam negara yang mendukung terorisme yang akhirnya menghancurkan perekonomian negara itu.
Sudan Cabut Syariat Islam, Non-Muslim Boleh Minum Miras, Hukum Cambuk Ditiadakan
Setelah 30 tahun lamanya Pemerintahan Islam memimpin negeri Sudan, kini, rezim negara itu mencabut Hukum Syariat Islam.
Dengan demikian, non-Muslim diizinkan untuk minum miras, hukum cambuk ditiadakan, dan hukuman bagi murtad juga dihapus.
"Kami akan menurunkan semua hukum yang melanggar hak-hak manusia di Sudan," ungkap Menteri Kehakiman, Nasredeen Abdulbari.
Melansir BBC, UU terkait peraturan baru tersebut sudah disahkan pekan lalu tapi ini adalah penjelasan publik pertama yang mengumumkan tentang isi RUU.
Selain itu, Sudan juga telah melarang praktik sunat terhadap perempuan atau Female Genital Mutilation (FGM).
Di bawah UU baru, para wanita tidak lagi memerlukan izin dari laki-laki untuk bisa bepergian ke mana saja bersama anak-anak mereka.
Reformasi Sudan ini muncul setelah penguasa lama Omar Al Bashir digulingkan tahun lalu menyusul protes besar-besaran di jalanan.
Ada pun pemerintah Sudan saat ini merupakan kombinasi yang tidak mudah dari kelompok-kelompok yang menggulingkan Bashir dan mantan sekutunya di militer dan akhirnya melakukan kudeta terhadapnya.
Apa itu UU baru miras?
Menurut Abdulbari kepada TV lokal, non-Muslim kini diizinkan untuk mengonsumsi miras secara pribadi, meski begitu, larangan untuk minum miras kepada umat Islam masih diberlakukan.
Melansir laporan Tribun Sudan, non-Muslim juga masih bisa dihukum jika tertangkap sedang minum miras bersama rekannya yang beragama Islam.
Menurut Abdulbari, pemerintah tengah mencoba mengamankan hak-hak asasi non-Muslim di negara itu, yang jumlahnya sekitar 3 persen dari populasi.