Berdalih Sakit di Kuala Lumpur, Buronan Djoko Tjandra Malah Minta Sidang PK Secara Virtual

Tim kuasa Djoko Tjandra mengaku sudah berupaya kooperatif mengajak kliennya agar ke Indonesia.

KOMPAS/DANU KUSWORO
Terdakwa dalam kasus cessie Bank Bali, Djoko S Tjandra, saat tuntutan pidana dibacakan jaksa penuntut umum Antazari Ashar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 31 Juli 2008. (KOMPAS/DANU KUSWORO) 

Djoko Tjandra sebelumnya divonis dua tahun penjara usai Kejagung mengajukan PK ke Mahkamah Agung pada 2009 lalu.

Ia juga dikenakan denda Rp 15 juta dan kewajiban mengganti kerugian negara Rp 546,5 miliar. Namun, direktur PT Era Giat Prima itu berhasil kabur sebelum dirinya dieksekusi. Beberapa pihak menyebut pria yang menyandang sebutan "Joker" itu menetap di Papua Nugini.

Kajari Jaksel Diperiksa Kejaksaan Agung, Pengacara Djoko Tjandra Kelabakan

Belasan tahun buron, Djoko Tjandra berhasil masuk Indonesia tanpa terdeteksi. Ia sempat membuat e-KTP di Kelurahan Grogol Selatan hingga mendaftarkan Peninjauan Kembali (PK) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 8 Juni lalu.

Djoko Tjandra lantas melakukan perjalanan ke Pontianak. Terungkap perjalanannya bisa mulus karena bantuan jenderal polisi. Ia mendapat surat jalan. Djoko Tjandra dikabarkan sudah berada di Kuala Lumpur, Malaysia.

Terpisah, Masyarakat Anti Korupsi Indonesi (MAKI) menilai Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) mesti menyetop proses peninjauan kembali (PK) yang diajukan Djoko Tjandra karena tak memenuhi sejumlah prosedur hukum.

"Kami meminta kepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk tidak meneruskan berkas perkara Permohonan Peninjauan Kembali kepada Mahkamah Agung dan mencukupkan prosesnya untuk diarsip dalam sistem Pengadilan Negeri Jakarta Selatan," kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman, dalam keterangan tertulisnya, Senin (20/7).

Hal itu dikatakannya terkait pengajuan Amicus Curae atas proses persidangan PK yang diajukan Djoko Tjandra di PN Jaksel. Amicus Curiae ialah pihak yang merasa berkepentingan terhadap suatu perkara memberikan pendapat hukumnya kepada pengadilan.

Dalam keterangannya, Boyamin berpendapat bahwa PK yang diajukan oleh Djoko tidak dapat diterima. Ia menjelaskan sejumlah alasan PK Djoko tidak memenuhi syarat kedudukan hukum. "Berdasar Pasal 263 Ayat (1) KUHAP yang berhak mengajukan Peninjauan Kembali adalah Terpidana atau Ahli Warisnya," kata dia. "Sedangkan Joko Soegiarto Tjandra belum berhak mengajukan Peninjauan Kembali dikarenakan belum memenuhi kriteria 'Terpidana'," lanjut dia.

Sebab, katanya, pertama, Djoko belum pernah dieksekusi untuk menjalani hukuman penjara selama dua tahun sebagaimana putusan MA pada 2009.

"Dikarenakan Joko Soegiarto Tjandra saat ini buron dan belum menjalani hukuman penjara dua tahun maka pengajuan Peninjauan Kembali tidak memenuhi persyaratan formil," kata Boyamin.

Kedua, Djoko disebut tidak pernah masuk sistem perlintasan pos poin imigrasi yang mengartikan bahwa Djoko tidak pernah berada di Indonesia.

"Secara hukum (de jure) Joko Soegiarto Tjandra tidak pernah berada di Indonesia dan secara hukum JST dinyatakan buron akibat kabur ke luar negeri pada tahun 2009," tuturnya.

"Orang yang mengaku Joko Soegiarto Tjandra pada saat mendaftakan Peninjauan Kembali di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada tanggal 8 Juni 2020 haruslah dianggap tidak pernah ada di Indonesia ("Hantu Blau") dan proses pendaftarannya haruslah dinyatakan tidak memenuhi persyaratan," cetus Boyamin.(tribun network/gle/dod)

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved