Kemiskinan di Aceh

Bahas Pembangunan Aceh, Kepala Bappeda Sebut Kemiskinan Dapat Dientaskan Dengan Wakaf Produktif

upaya pengelolaan wakaf dapat dilakukan dimulai dari hal yang kecil, salah satunya dengan mewakafkan uang per hari hanya Rp 5000...

Editor: Eddy Fitriadi
BAPPEDA ACEH
Focus Group Discussion (FGD) Penyusunan Dokumen Pengembangan Wakaf Produktif di ruang rapat Kantor Bappeda Aceh, Kamis (23/7/2020). 

SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Wakaf menjadi salah satu instrumen yang dapat menurunkan angka kemiskinan Aceh saat ini dan masa mendatang. 

Hal tersebut disampaikan oleh Kepala Bappeda Aceh, Ir Helvizar Ibrahim MSi ketika membuka rapat Focus Group Discussion (FGD) Penyusunan Dokumen Pengembangan Wakaf Produktif di ruang rapat Kantor Bappeda Aceh, Kamis (23/7/2020).

Dalam pertemuan tersebut, ia menyampaikan bahwa upaya pengelolaan wakaf dapat dilakukan dimulai dari hal yang kecil, salah satunya dengan mewakafkan uang per hari hanya Rp 5000,- saja.

Bila dikalikan dengan 1000 KK dalam satu desa, maka uangnya dapat memberikan dampak yang cukup besar bagi kesejahteraan masyarakat miskin di desa tersebut.

Dan ini bisa dilakukan di setiap kampung, sehingga tidak ada lagi masyarakat kampung yang miskin.

Helvizar juga memberikan contoh tentang eksistensi wakaf Habib Bugak Al Asyi dua abad yang lalu namun hasilnya masih bisa dinikmati oleh jemaah haji asal Aceh sampai saat ini.

Dengan mengusung konsep wakaf produktif tersebut, dia mengharapkan agar kegiatan wakaf produktif yang telah digagas oleh Bappeda Aceh ini dapat terus dilanjutkan hingga menghasilkan sebuah strategi dan kebijakan yang dapat mendongkrak perekonomian masyarakat Aceh.

Dr Muhammad Yasir Yusuf MA sebagai pemateri dan juga ketua Yayasan wakaf Haroen Aly mengungkapkan bahwa wakaf disamping zakat, infak dan sedekah merupakan pranata keagamaan dalam Islam yang memiliki hubungan langsung secara fungsional dengan upaya pemecahan masalah-masalah sosial dan kemanusiaan, seperti pengentasan kemiskinan dan pemberdayaan ekonomi umat.

Wakaf merupakan ibadah yang bercorak sosial ekonomi yang cukup penting. Menurut sejarah Islam klasik, wakaf telah memainkan peran yang sangat signifikan dalam meningkatkan kesejahteraan kaum muslimin, baik di bidang pendidikan, pelayanan kesehatan, pelayanan sosial dan kepentingan publik, kegiatan keagamaan, pengembangan ilmu pengetahuan serta peradaban Islam secara umum.

Akan tetapi dalam implementasinya masih banyak tantangan yang dihadapi sehingga pengelolaan wakaf tidak berkembang sebagai mana pengelolaan zakat sebagai bagaimana yang dilakukan oleh Baitul Mal di Aceh.

Menurut Dr Armiadi (Plt Kepala Baitul Mal Aceh) sebagai penanggap dalam FGD tersebut, banyak hambatan implementasi pengelolaan wakaf di Aceh, mulai dari pemahaman, regulasi, sosialisasi dan juga kemampuan manajerial dari nazir yang masih sangat terbatas.

Sedangkan Mahdi sebagai pegiat wakaf kurma mendorong pemerintah untuk memberikan skema wakaf pemerintah dalam pengelolaan asset daerah sehingga mengurangi beban dan biaya dari sektor produksi, akhirnya nanti masyarakat bisa mendapatkan fasilitas dan layanan yang lebih murah.

Focus Group Discussion (FGD) tersebut dihadiri oleh peserta dari kalangan akademisi UIN, Kemenag, Baitul Mal Aceh, Badan Wakaf Indonesia Perwakilan Aceh dan LSM kemanusiaan seperti ACT dan Rumah Zakat. 

Kegiatan ini diharapkan bukan hanya sebatas diskusi tanpa tindak lanjut yang lebih strategis untuk pembangunan Aceh ke depan. Mereka berharap ke depan agar adanya pola perencanaan dan sinergisitas kelembagaan dan sistem model pengembangan aset dalam kerangka ekonomi berbasis wakaf tersebut di Aceh.(rel/*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved