Wawancara Eksklusif
Generasi Sekarang Layak Meniru Ojong
Orang mengenal PK Ojong sebagai sosok yang ulet, jujur, sederhana dan pandai mengelola uang. Meskipun lahir dari keluarga pengusaha dan orangtuanya
* Seratus Tahun PK Ojong Pendiri Kompas Gramedia (1)
Tepat hari ini, 25 Juli 2020, seratus tahun kelahiran Petrus Kanisius Ojong, yang lebih dikenal dengan nama PK Ojong. Pria kelahiran Bukittingi, Sumatera Barat, 25 Juli 1920 ini pendiri Kompas Gramedia, bersama sahabatnya, Jakob Oetama. Ojong meninggal 31 Mei 1980 di Jakarta pada usia 59 tahun.
Orang mengenal PK Ojong sebagai sosok yang ulet, jujur, sederhana dan pandai mengelola uang. Meskipun lahir dari keluarga pengusaha dan orangtuanya berkecukupan, Ojong menjauhi gaya hidup berpesta. Daripada menghamburkan uang untuk berpesta, Ojong lebih suka membantu sesama yang membutuhkan bantuan.
Ketekunan dan kegigihannya sudah ditunjukan sejak muda. Karier jurnalistiknya diawali di majalah mingguan Star Weekly dan harian Keng Po, tahun 1946-1951. Star Weekly merupakan mingguan komunitas Tionghoa. Tulisan-tulisan Ojong yang tajam membuatnya dikenal sebagai jurnalis yang kritis. Star Weekly kemudian dibubarkan pemerintah karena tulisan Ojong yang kritis.
Pada 1963, bersama Jakob Oetama, Ojong mendirikan majalah Intisari, yang kemudian menjadi cikal bakal kelahiran Harian Kompas. Dua tahun kemudian, 28 Juni 1965, dwi tunggal ini mendrikan Harian Kompas.
Kompas sampai sekarang menjadi harian yang paling berwibawa dan berpengaruh. Dalam perjalanannya, berkat keuletan dan kegigihan Ojong dan Jakob Oetama, lahir Kompas Gramedia yang menaungi banyak perusahaan di bawah brand Kompas-Gramedia.
Banyak orang yang terpesona oleh gaya berpikir, menulis dan berbicara PK Ojong. PK Ojong sosok multidimensi. Selain sebagai jurnalis, ia juga seorang cendikiawan dan usahawan. Lalu seperti apa sosok PK Ojong di mata orang lain?
Satu di antara pendiri Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Jusuf Wanandi mengisahkan kepada Tribun Network. Jusuf Wanandi mengenal sosok PK Ojong sejak lama, dan ia mengaku hidupnya terpengaruh, terutama dalam mencintai seni dan budaya. Berikut petikan wawancaranya dengan Tribun Network pada Rabu, 22 Juli 2020:
PK Ojong di mata Anda?
PK Ojong telah menciptakan sesuatu dunia baru dalam media masa di Indonesia. Karena sebelumnya tidak mengenal surat kabar independen yang bisa berkembang sebegitu rupa.
Saya kira beliau memiliki banyak ide, meskipun orangnya kalau kenal baik sangat ramah dan memiliki berbagai macam joke. Kalau orang tidak kenal dia, kelihatannya pendiam. Orangnya sangat ramah dan memiliki kehangatan meski terlihat agak pendiam.
Beliau mendukung CSIS sejak awal. Karena beliau mengatakan kepada saya, ‘you juga hebat bisa menciptakan think tank yang belum pernah terjadi sebelumnya’. Beliau banyak berhubungan dengan kita. Yang paling berkesan tentu belajar mengumpulkan barang-barang budaya.
Lukisan terutama, misalnya ada beberapa lukisan (I Nyoman) Cokot. Itu anjuran dari beliau. Jadi waktu Cokot mengadakan pameran, beliau (PK Ojong) mengatakan kepada saya, ‘You lihat ini, dia mempunyai gaya tersendiri,’.
Bagaimana Anda melihat PK Ojong dari sisi insan pers?
Dia tidak hanya penulis yang bagus, tapi juga seorang organisator yang hebat. Kompas bisa sampai sekarang ini, karena dua orang ini, Jakob Oetama dan PK Ojong. Jakob tentu editorialnya, tapi organisasi dan bagian bisnisnya PK Ojong.