Luar Negeri
Senyum Kim Jong Un Dikelilingi Para Jenderalnya yang Memegang Pistol, Disebut Seperti Gangster
Pada Senin kemarin pemimpin Korea Utara Kim Jong-un terlihat dikelilingi oleh para jenderal yang disebut berpose seperti gangster.
Meski selama akhir pekan, Korea Utara melaporkan kasus pertama yang diduga sebagai infeksi coronavirus baru.
Setelah bersikeras selama berbulan- bulan telah membebaskan diri dari penyakit yang melanda dunia ini.
Bukan hanya memberikan hadiah untuk para prajurit, Kim Jong-un pun merayakannya dengan cara lain.
KCNA melaporkan bahwa Kim juga mengunjungi pemakaman di pinggiran Pyongyang tempat para prajurit Perang Korea yang gugur dimakamkan.
Dia meletakkan satu mawar dan membungkuk di depan sebuah monumen besar di Pemakaman Martir Perang Pembebasan Tanah Air, menurut KCNA
Sayangnya, tidak disebutkan kapan tepatnya Kim pergi ke sana.

Di Seoul, sejumlah veteran, dalam penutup wajah dan tempat duduk yang jauh secara sosial, menghadiri upacara penghormatan atas upaya mereka, bertema 'Days of Glory'.
Di layar, rekonstruksi dramatis perang diselingi dengan wawancara dengan veteran asing, dan pesan dukungan dari para pemimpin negara-negara saat ini yang mengirim pasukan untuk mendukung Selatan.
Di antaranya Presiden AS Donald Trump dan rekannya dari Prancis Emmanuel Macron.
Mengenai peristiwa tragis itu, jutaan orang terbunuh dalam konflik tiga tahun - yang dimulai 70 tahun lalu pada 1950.
Ketika itu Komunis Utara menyerbu Selatan yang didukung AS ketika pemimpin Kim Il Sung berusaha menyatukan kembali dengan paksa semenanjung Moskow dan Washington telah terpecah pada akhir Perang Dunia II.
Korut yang didukung Tiongkok dan Soviet berjuang melawan Korea Selatan dan koalisi PBB yang dipimpin AS.
Permusuhan berakhir pada 27 Juli 1953 dengan gencatan senjata yang tidak pernah digantikan oleh perjanjian damai.
Korea Utara kemudian membangun persenjataan nuklir yang menurutnya perlu untuk melindungi dirinya sendiri dari invasi AS, dan sebagai akibatnya mereka telah dikenai beberapa sanksi internasional.
Pyongyang menganggap konflik itu, yang mereka sebut sebagai 'Perang Pembebasan Tanah Air yang Mulia' merupakan kemenangan.