Jaksa Tahan ASN Subulussalam
Begini Cara Tersangka Memainkan Proyek Fiktif DPUPR di Subulussalam
Tiga orang yang ditahan kejaksaan sebagai tersangka dalam kasus proyek fiktif senilainya Rp 795 juta ini masing-masing SH, SR, dan Dar.
Penulis: Khalidin | Editor: Taufik Hidayat
Laporan Khalidin | Subulussalam
SERAMBINEWS.COM, SUBULUSSALAM – Kejaksaan Negeri (Kejari) Subulussalam telah resmi menahan tiga orang tersangka dalam kasus dugaan lima proyek fiktif tahun 2019 di daerah ini.
Penahanan terkini dilakukan terhadap dua tersangka disampaikan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Subulussalam, Mhd Alinafiah Saragih, SH dalam keterangan persnya kepada Serambinews.com Selasa (4/8/2020).
Sebelumnya, kejaksaan juga menahan tersangka Dar alias A. Sehingga sekarang sudah tiga atau semua tersangka ditahan di Rutan Kelas IIB Singkil.
Ketiga orang tersangka yang ditahan kejaksaan sebagai tersangka dalam kasus proyek fiktif senilainya Rp 795 juta ini masing-masing SH, SR dan Dar alias A.
Tersangka SH merupakan mantan pejabat di Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) dengan jabatan terakhir sebagai sekretaris.
Pun demikian tersangka SR berstatus ASN di BPKD sebagai staf pelaksana akuntansi. Sementara Dar alias A merupakan pihak swasta disebut-sebut sebagai rekanan dalam kasus proyek fiktif ini.
Penahanan kedua ASN yang salah satunya merupakan mantan sekretaris Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) ini menunjukan keseriusan lembaga adhyaksa dalam pemberantasan korupsi di Kota Sada Kata itu.
Terbukti, dalam kurun waktu tiga bulan Kejaksaan Subulussalam telah meningkatkan status penyelidikan ke penyidikan meski belum ada tersangkanya waktu itu.
Selanjutnya, kejaksaan menetapkan tiga tersangka dalam kasus proyek fiktif di kota yang mekar 2 Januari 2007 tersebut.
Penetapan tersangka dilakukan sekitar tujuh bulan perjalanan kasus proyek fiktif DPUPR Subulussalam.
Kini, setelah berlangsung sembilan bulan perkara korupsi di DPUPR Kota Subulussalam ditangani, Kejaksaan Subulussalam menahan semua tersangkanya.
Dua tersangka yang ditahan tadi sore adalah SH dan SR. SH merupakan mantan Sekretaris BPKD Kota Subulussalam. Sementara SR staf di BPKD.
“Jadi, sore ini Kejaksaan Negeri Subulussalam resmi menahan dua tersangka kasus korupsi proyek fiktif di DPUPR Kota Subulussalam,” kata Kajari Subulussalam Mhd Alinafiah Saragih dalam keterangan persnya kepada Serambinews.com.
Sebelumnya, Kejaksaan Negeri Subulussalam juga melakukan penahanan terhadap Dar alias A Minggu (31/5/2020) pagi lalu.
A merupakan rekanan kasus proyek fiktif di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (DPUPR) setempat.
Tersangka A yang ditangkap kejaksaan Minggu (31/5/2020) pagi tadi akan ditahan Rumah Tahanan (Rutan) Kelas II B Singkil, Desa Ketapang Indah, Kecamatan Singkil Utara, Aceh Singkil
Menurut Kajari Alinafiah, penetapan tersangka tersebut berdasarkan hasil perkembangan penyidikan dan hasil ekspose 18 Maret.
Ini diperkuat data-data yang diminta serta keterangan saksi-saksi berikutnya. “Sehingga sudah diperoleh bukti yang cukup untuk menentukan tersangka.
Sehingga hari ini ditetapkan tersangka dalam perkara tersebut tiga orang sementara ini,” kata Alinafiah
Berdasarkan catatan Serambinews.com, terkuak modus operandi permainan proyek fiktif di Subulussalam.
Sebagaimana dikatakan Kajari Analinafiah melalui Kasi Pidsus Ika Liusnardo Sitepu terkait modus operandi permainan proyek fiktig yang menjerat tiga tersangka.
Dikatakan, tersangka Dar alias A selaku rekanan memberikan catatan kepada SR berisi paket proyek untuk di masukan ke dalam Sistem Informasi Manajemen Daerah (SIMDA).
Nah, SR tanpa kewenangan menyanggupi permintaan D alias A mengentri paket proyek tersebut ke simda.
SR, lanjut Ika Liusnardo bisa masuk ke SIMDA setelah mendapatkan kunci berupa user id dan password dari tersangka SH selaku admin. Padahal di SR kapasitasnya hanya sebagai pengelola jaringan di SIMDA.
Ika Liusnardo yang didampingi Idam Kholid Daulay Kasi barang bukti dan barang rampasan Kejari Subulussalam SR dapat masuk ke SIMDA karena adanya izin atau pemberian user id dan password dari SH.
Sehingga SR dapat mengentri penambahan anggaran berupa lima paket proyek berdasarkan catatan tersangka A yang sebenarnya illegal.
”Berawal dari tahap menambah anggaran illegal. Tersangka DA membuat lima paket anggaran dengan catatan tulisan tangan.
Dikasih ke SR. Sebenarnya SR tidak bisa masuk ke Simda karena harus ada kunci. Nah, kuncinya dikasih sama SH selaku admin sehinga SR bisa mengakses Simda,” beber Ika Liusnardo
Selain itu, setelah surat perintah membayar (SPM) dan SPD sudah ada tandatangannya. Maka dicetak A dengan menggunakan fasilitas SR.
Padahal SR tidak berwenang karena penguji Dinas PUPR bukan dia tapi orang lain. Namun atas permintaan tersangka A dan perintah admin SH yang kala itu sekretaris di BPKD maka SR melakukan tanpa kewenangan.
“Sehingga dientri SP2D dan dicetak. SR mencetak Surat Penyediaan Dana (SPD) hingga Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) hingga uang berhasil masuk ke rekening CV AA milik A,” papar Ika Liusnardo.
• Abu Yus Meninggal Dunia, Ketua PA: Kami Kehilangan Tokoh GAM di Aceh Barat
• 27 Orang Warga Meureubo di Swab, Pemerintah Buka Dapur Umum Untuk Warga Isolasi Mandiri
• VIDEO - IRT di Bireuen Ditemukan Kritis di Depan Rumahnya, Ada Luka di Lehernya
• Polisi Malaysia Geledah Kantor Al Jazeera di Kuala Lumpur, Selidiki Berita ‘Nasib Pekerja Migran’
Lebih jauh dijelaskan, dalam kasus ini sebenarnya terjadi dua kali fiktif yakni proses penganggaran dan pelaksanaan.
Sebab, anggaran masuk secara illegal. Pun demikian pelaksanaan setelah dicroscek ke titik yang disebut lokasi kelima paket proyek pekerjaan ternyata tidak ada.
Terhadap kasus ini, lanjut Ika Liusnardo terjadi kolaborsi dalam permainan lima paket proyek fiktif mulai admin simda.
Sejauh ini penyidik menyatakan tiga orang yang terbukti atau memiliki bukti kuat hingga ditetapkan sebagai tesangka.
Namun Ika Liusnardo memastikan kasus ini tidak berhenti untuk tiga tersangka. Jika ada bukti lain yang kuat kejaksaan akan mengembangkan dan menetapkan tersangka baru.
Menurut Kajari Alinafiah, pihak Kejaksaan Subulussalam tidak pernah berhenti menangani kasus proyek lima proyek fiktif yang terjadi 2019 lalu.
Pengusutan terhadap dugaan proyek fiktif yang dilakukan pihak kejaksaan hingga menahan para tersangka mendapat apresiasi dari sejumlah kalangan.
Bahkan penggeledahan yang digelar kemarin menjadi momen penting bagi penegakan hukum di Kota Sada Kata.
Hal tersebut lantaran aksi penggeledahan penegak hukum ke kantor pemerintahan merupakan pertama kali terjadi di kota yang mekar 2 Januari 2007 itu.
Di sisi lain, sejumlah kalangan mempertanyakan kemajuan pengusutan kasus proyek dua kali penarikan atau dua kali pembayaran yang terjadi di Dinas Pertanian, Perkebunan, Peternakan dan Perikanan (Distanbunkan).
Hal serupa juga di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (DPUPR) Kota Subulussalam.
Ketika dikonfirmasi kepada Kasi Pidsus Kejari Subulussalam, Ika Liusnardo Sitepu di ruang kerjanya usai penggeledahan kemarin menyatakan jika mereka hanya menangani dua kasus yakni dugaan proyek fiktif serta bantuan hibah fiktif.
”Kalau kasus itu bukan kami yang tangani, kalau kejaksaan hanya menangani dua kasus yaitu lima paket proyek di DPUPR serta satu kasus lagi bantuan hibah fiktif di BPKD,” kata Ika Liusnardo
Terhadap kasus proyek fiktif ini Liusnardo memastikan akan segera dituntaskan dan penetapan tersangka digelar selambatnya tiga minggu ke depan.
Kejaksaan pun meminta bantuan dan dukungan dari masyarakat agar kasus terkait dapat ditangani secara baik hingga menyeret pelakunya ke meja hijau.
Kasus ini sendiri menurut kejaksaan termasuk ‘double’ fiktif lantaran bukan hanya pelaksanaan namun juga tidak tercantum di Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) namun dilakukan. Pun demikian bantuan hibah yang mengalir secara illegal.
Menyangkut kasus proyek dua kali bayar atau di Subulussalam sebenarnya lebih awal terungkap. Kasus ini sendiri dinilai sebagai pembobolan keuangan Pemko Subulussalam dengan modus proyek fiktif.
Kasus terkait telah terendus penegak hukum dalam hal ini Polda Aceh. Sejumlah pejabat Kota Subulussalam telah dimintai keterangan dalam beberapa wkatu terakhir oleh Dir Intelkam Polda Aceh yang kabarnya menangani perkara tersebut.
Sementara untuk kasus proyek fiktif mulai terkuak awal September 2019 lalu. Kala itu, selain proyek fiktif mencuat pula kasus proyek bermasalah lainnya yakni dua kali bayar.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (DPUPR) Kota Subulussalam Alhaddin yang dikonfirmasi wartawan di ruang kerjanya Senin (8/11/2019) membenarkan.
Namun terkait dugaan proyek fiktif berupa pembangunan MCK di Penanggalan maupun jalan sebelum dia menjabat di dinas itu.”Kabar-kabar yang beredar begitu tapi itu sebelum saya menjabat,” kata Alhaddin.
Alhaddin mengakui mendapat informasi soal desas-desus dugaan proyek fiktif di dinas tersebut. Alhaddin sendiri mengaku masuk ke dinas tersebut September lalu sehingga jika pun terjadi kegiatan tersebut sebelum menjabat di DPUPR.
Selain itu, Alhaddin juga memastikan proses penarikan dana yang diduga fiktif bukan dari DPUPR tapi Badan Pengelolaan keuangan Daerah (BPKD).
Sedangkan kasus lain yakni dugaan proyek yang nilainya miliaran Alhaddin mengaku telah memerintahkan anggotanya menelusuri ke BPKD dan menemukan lima paket pekerjaan yang dicurigai.
Kelima paket pekerjaan yang dananya mencapai Rp 895 juta itu adalah pembangunan jalan.
Kelimanya yakni paket jalan di kampung Bangun Sari Kecamatan Longkib senilai Rp 186 juta. Lalu paket pekerjan jalan Kampung Suka Makmur Kecamatan Simpang Kiri senilai Rp 176 juta.
Selanjutnya, paket pekerjaan jalan Panglima Sahman Kecamatan Rundeng sebesar Rp 182 juta dan paket pekerjaan jalan kampong Lae Saga, Kecamatan Longkib senilai Rp. 176 juta.
Terakhir, paket pekerjaan senilai Rp 175 juta senilai Rp 175 juta. Total anggaran kelima paket ini mencapai Rp 895 juta.
Modus permainan terhadap kelima proyek ini disinyalir dananya sudah ditarik padahal pekerjaan belum ada. Paket ini rencananya masuk dalam anggaran perubahan 2019.
Namun setelah mendapat informasi terkait, Kadis PUPR Alhaddin memerintahkan agar pekerjaan kelima proyek tersebut tidak tidak dilanjutkan.
“Anggota saya suruh menelusuri ke BPKD dan ada lima paket proyek yang disinyalir dananya sudah ditarik dan ini sudah saya perintahkan untuk tidak diproses,” pungkas Alhaddin
Selanjutnya, kejaksaan Negeri Subulussalam kini melakukan penyelidikan (lidik) kasus dugaan proyek fiktif yang terjadi di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahaan Rakyat (DPUPR) setempat.
Hal itu disampaikan Kepala Kejaksaan Negeri Subulussalam (Kajari), Mhd Alinafiah Saragih kepada Serambinews.com, Rabu (29/1/2020).
Dalam proses pengusutan kasus terkait, kejaksaan sudah memeriksa setidaknya 17 orang yang terkait dengan kelima proyek fiktif serta bantuan hibah.
Selain itu, kejaksaan juga telah memeriksa dua orang terlapor yang disebut sebagai aktor utama dalam kasus proyek fiktif.
Kedua aktor utama ini berinisial SH dan DA masing-masing berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN) di BPKD serta rekanan atau direktur CV AA.
Kemudian, Kajari Subulussalam Alinafiah menggelar konferensi pers di hadapan para wartawan beberapa menit setelah timnya melakukan penggeledahan.
Penggeledahan dilakukan di Kantor Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) serta Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (DPUPR) Kota Subulussalam, Selasa (3/3/2020).
Penggeledahan tersebut dilakukan lantaran penyidik kesulitan mendapatkan dokumen terkait kasus korupsi dari terlapor.
Penggeledahan tersebut terkait pengumpulan sejumlah dokumen pendukung untuk kepentingan penyidikan kasus korupsi yang melibatkan BPKD dan DPUPR Subulussalam.
• Gajah Betina dan Anaknya Mengamuk, Hancurkan Gerai Buah-Buahan
• Pemilik KM Inka Mina yang Dibakar OTK Terungkap, Ternyata Bukan Milik Pemkab Aceh Singkil
• Kasus Virus Corona India Belum Usai, Mumbai Dikepung Banjir, Ini Dia Foto-fotonya
• Pria ini Bagikan Kisah 9 Tahun Menikah Dalam Keadaan Sulit dan Istri Tetap Sabar
Pantauan Serambinews.com tim kejaksaan yang terdiri dari Kasi Pidsus Ika Liusnardo Sitepu, Kasi Pidum Hendra Damanik, Kasi Intel Irfan Hasyri serta petugas lainnya tiba di lokasi kantor sekitar pukul 10.30 WIB.
Mereka awalnya masuk ke ruang Kepala Dinas BPKD Subulussalam, Drs Salbunis untuk menyerahkan surat perintah penggeledahan
Menurut Kajari Alinafiah, kejaksaan terpaksa melakukan penggeledahan karena adanya kesulitan dalam mendapatkan dokumen terkait kasus tersebut.
Ditambahkan, meski terlapor kooperatif saat diperiksa namun dalam hal dokumen enggan memberikan.
”Dalam kasus ini penyidik penyidik kesulitan mendapatkan dokumen dari terlapor maka kita terpaksa melakukan penggeledahan untuk kelengkapan pembuktian. Dokumen-dokumen itu sebelumnya tidak dapat kita peroleh sehingga dilakukanlah penggeledahan,” ujar Kajari Alinafiah
Pada kasus ini kejaksaan menyatakan terjadi penyimpangan yang keterlaluan. Pasalnya, kasusnya bukan hanya fiktif pelaksanaan tapi juga dalam dokuen penganggaran.
Lebih jelas disampaikan dalam kasus lima paket proyek yang nilainya Rp 795 jutaan lebih itu tidak masuk dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA).
Belakangan dilaksanakan hingga merugikan keuangan Negara. Kejaksaan sudah menyampaikan permintaan audit dan saat ini sedang dalam proses perhitungan kerugian Negara.
Kajari pun memastikan kasus ini segera dituntaskan. Ada sederet nama yang telah diperiksa kejaksaan.
Selanjutnya, Rabu (6/5/2020) Kejaksaan Negeri (Kejari) Subulussalam menetapkan tiga orang tersangka dalam kasus dugaan lima proyek fiktif tahun 2019 di daerah.
Penetapan ketiga tersangka disampaikan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Subulussalam, Mhd Alinafiah Saragih, SH dalam keterangan persnya kepada Serambinews.com.
Ketiga orang yang ditetapkan kejaksaan sebagai tersangka dalam kasus proyek fiktif senilainya Rp 795 juta ini masing-masing SH, SR dan Dar alias A.
Tersangka SH merupakan mantan pejabat di Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) dengan jabatan terakhir sebagai sekretaris.
Pun demikian tersangka SR berstatus ASN di BPKD sebagai staf pelaksana akuntansi. Sementara Dar alias A merupakan pihak swasta disebut-sebut sebagai rekanan dalam kasus proyek fiktif ini.(*)