Perusahaan Terdampak Corona

Dahsyatnya Dampak Corona, 25 Perusahaan Ritel Amerika Serikat Ajukan Kebangkrutan 

Sebanyak 10 perusahaan di antaranya mengajukan kebangkrutan dalam lima pekan terakhir...

Editor: Eddy Fitriadi
shutterstock
Ilustrasi ritel modern 

SERAMBINEWS.COM -  Jumlah perusahaan ritel di Amerika Serikat (AS) yang bangkrut terus bertambah.

Setidaknya 25 peritel besar telah mengajukan dokumen kebangkrutan tahun ini. Sebanyak 10 perusahaan di antaranya mengajukan kebangkrutan dalam lima pekan terakhir.

Pada akhir pekan lalu, misalnya, pemilik merek Men’s Wearhouse yaitu Tailor Brands Inc dan pusat perbelanjaan Lord & Taylor mengajukan dokumen kepailitan chapter 11.  Lalu, unit peritel asal Kanada, Chico FAS Inc juga mengajukan kebangkrutan pada 31 Juli 2020.

Pekan sebelumnya, induk usaha Ascena Retail Group Inc yang membawahi Ann Taylor dan Lane Bryant juga mengajukan hal sama. Guncangan kebangkrutan tersebut sebagai dampak pandemi corona (Covid-19).

Analis BMO Capital Markets Simeon Siegel menyebutkan, penyebab utama kebangkrutan tersebut karena persoalan utang. Maka itu, tiap perusahaan harus mencari dana untuk memperkuat likuditasnya.

"Pada titik ini, semua orang memilki utang. Semua orang juga mencari likuiditas dalam jumlah besar," kata Simeon dilansir Bloomberg, Selasa (4/8/2020).

Tren kebangkrutan ini terjadi sejak Maret lalu. Sebab, pemerintah menutup sementara aktivitas sosial dan ekonomi (lockdown) untuk membatasi penyebaran Covid-19.

Meski demikian, aktivitas kembali dibuka dan pemerintah memberikan stimulus ke industri yang terpukul agar perekonomian tetap berjalan.

Dalam kondisi tersebut, perusahaan harus menyesuikan kondisi keuangan dengan memangkas biaya, menutup toko dan mengurangi barang dagangan tanpa mengetahui kapan permintaan konsumen akan membaik atau memburuk seiring perkembangan kondisi ekonomi.

Perusahaan harus menyesuaikan keputusan tentang pemotongan biaya, penutupan toko dan barang dagangan tanpa memiliki gambaran yang jelas tentang di mana permintaan konsumen akan terjadi atau seberapa buruk kondisi ekonomi akan terjadi.

Toko pakaian menjadi peritel yang paling terpukul. Misalnya saja, dua penjual denim, G-Star Raw dan Lucky Brand - bangkrut pada hari yang sama di awal Juli. Menyusul JC Penney Co., Neiman Marcus Group, J. Crew Group Inc. dan Brooks yang mengajukan kebangkrutan chapter 11 awal tahun ini.

Menurut unit riset S&P Global Market Intelligence, Panjiva bahwa penjualan pakaian turun sekitar 30% pada bulan Juni, bahkan ketika penjualan ritel AS secara keseluruhan meningkat pada musim panas ini, menurut Panjiva, unit riset rantai pasokan S&P Global Market Intelligence.

Sementara Coresight Research mencatat, 25.000 toko diperkirakan akan tutup di AS pada tahun 2020, sebagian besar di pusat perbelanjaan. Dari riset tersebut, pusat perbelanjaan dan butik model diperkirakan akan terancam punah.

Sebagian besar perusahaan dalam kebangkrutan berusaha untuk bertahan hidup, tetapi itu bisa berubah jika kondisinya memburuk, atau jika anggota parlemen tidak dapat mencapai kesepakatan mengenai tunjangan pengangguran.

Analis Coresight, Deborah Weinswig berharap akan melihat lebih banyak peritel mendapatkan dukungan likudiras dari pada terus beroperasi dengan restrukturisasi utang. Saat ini, kondisinya kurang optimal karena permintaan dan operasional rendah serta perusahaan lebih banyak berhutang.

"Jika musim liburan sama saja (tidak ada perubahan), kita akan masuk dalam dunia yang penuh masalah. Harapannya pada musim liburan ada versi new normal," ujarnya.(*)

Artikel ini telah tayang di kontan.co.id dengan judul ‘Efek dahsyat wabah corona, 25 peritel AS ajukan kebangkrutan’

Sumber: Kontan
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved