Tulisan Inspiratif
Ustaz Masrul Aidi, Menyoal Keanehan Pemimpin Negeri di Tengah Pandemi
"Wahai akal sehat kembalilah ke Indonesia, bila tidak pergilah selamanya. Karena saudara kami yang gangguan jiwa, sampai hari ini baik-baik saja."
Penulis: Nasir Nurdin | Editor: Nasir Nurdin
"Wahai akal sehat pulanglah kembali ke Indonesia, bila tidak pergilah selamanya...Karena saudara kami yang mengalami gangguan jiwa, sampai hari ini baik-baik saja."
SERAMBINEWS.COM - Sejak beberapa hari terakhir di jejaring media sosial termasuk WhatsApp Grup menyebar tulisan Ustaz H Masrul Aidi Lc, sosok ulama muda asal Aceh Besar.
Tulisan bergaya sastrawi yang terangkai secara sistematis itu berisi ‘perenungan’ sang ustaz tentang virus corona dan (sekaligus) ‘gugatan’ terhadap kebijakan pemimpin negeri menyikapi pandemi.
Kepada Nasir Nurdin dari Serambinews.com, Pimpinan Pondok Pesantren Babul Maghfirah, Aceh Besar tersebut membenarkan tulisan yang kemudian menyebar secara berantai itu bersumber dari dirinya.
“Tulisan itu hasil dari inspirasi menjelang azan dhuhur hari Kamis 6 Agustus 2020 di Masjid Baitus Shalihin Ulee Kareng, mengalir begitu saja setelah selesai wirid,” kata Ustaz Masrul saat ditanya tentang kesahihan sumber tulisan.
Setidaknya, kata Ustaz Masrul, ada lima alasan yang menginspirasinya hingga merangkai tulisan itu.
Pertama, kontradiksi dan kontroversi kebijakan pemerintah antara satu peraturan dengan peraturan yang lain.
Kedua, inkonsistensi sikap pihak rumah sakit dalam SOP pasien Covid-19.
Ketiga, kontroversi antara sesama ahli medis.
Keempat, tergesa-gesa dalam pemberitaan.
Kelima, sosialisasi kepada masyarakat tidak komunikatif.
Nah, akumulasi dari berbagai situasi itu, muncullah tulisan Ustaz Masrul Aidi, dikutip lengkap oleh Serambinews.com, berikut ini:
By Ust. Masrul Aidi
Kami yang awam ini bukan tak percaya adanya virus corona, jangankan virus yang masih se-alam, sama-sama alam fisika, malaikat dengan jin yang beda alam pun kami percaya, padahal alam mereka metafisika.
Sehalus-halusnya virus masih ada mikroskop untuk meneliti, tapi jin dan malaikat belum ada alat untuk deteksi selain kemenyan dengan jampi-jampi.
Bukan pula kami curiga kepada paramedis yang mati-matian sampai dengan mati benaran berjibaku menyelamatkan pasien corona, karena kami sangat yakin tak ada kontraktor yang sukarela terima proyek membersihkan gigi buaya, kecuali buaya darat.
Kami hanya tak percaya dengan kebijakan pemimpin negeri ini dalam menghadapi pandemi.
Bayangkan...
Saat virus ini dimulai dari Cina, sampai hari ini "bangsatwan" dari negeri tersebut bebas keluar masuk, bahkan diberi fasilitas istimewa.
Ketika semua negara menutup pelabuhan dan bandara, pemimpin negeri ini malah sibuk promosi pariwisata.
Saat negara lain fokus menyelamatkan nyawa, pemerintah republik ini sibuk menyelamatkan devisa.
WHO telah umumkan antivirusnya belum ada, seharusnya antibodi menjadi tumpuan. Tapi pemerintah secara sistematis menggerus imunitas tubuh dengan pemberitaan korban corona terus menerus.
Seharusnya ruang ibadah, ruang belajar, ruang kerja, dan ruang sosial menjadi tempat mengecas imun, tapi semua ditutup agar kita fokus menahan serangan virus tanpa tameng tanpa senjata.
Refocusing anggaran di mana-mana, pegawai yang seharusnya kerja, sekarang hanya melamun saja. Proyek yang menyerap tenaga kerja terhenti dan ekonomi pun merana.
Rakyat disubsidi dengan dana desa, warga menumpuk menanti jatahnya.
Kenapa tidak dibuka lahan tani, kebun dan ternak seluas-luasnya, agar masyarakat bisa beraktivitas dan melupakan corona.
Pastikan hasil usaha mereka diserap pasar, atau dibeli oleh pemerintah dengan anggaran corona walaupun untuk "dibuang" semua.
Sekurang-kurangnya, badan mereka sehat karena keringat mengucur, jiwa mereka kuat karena ada harapan yang menggiur.
Biarkan mereka tetap belajar agar masa depan mereka makmur, aktifkan ruang-ruang sosial agar mereka terhibur, dorong mereka beribadat, Kalaupun mati karena corona minimal selamat di dalam kubur.
Kawan-kawan paramedis, kuatlah... kami tidak melawan Anda, kami hanya melawan kebijakan yang salah kaprah, yang setiap hari terus berubah, bukan hanya kebijakan, bahkan termasuk istilah.
Dan...
Mohon dijelaskan, pasien positif corona yang sudah sembuh, sembuh karena obat ataukah sembuh dengan sendirinya...?
Kalau sembuh dengan obat, apa nama obatnya...?
Kalau sembuh dengan sendirinya, untuk apa buang-buang waktu, tenaga, biaya bahkan nyawa...?
Kalau yang meninggal disebabkan karena penyakit penyerta, kenapa sibuk mengurus orang yang tanpa gejala...?
Wahai akal sehat pulanglah kembali ke Indonesia, bila tidak pergilah selamanya...Karena saudara kami yang mengalami gangguan jiwa, sampai hari ini baik-baik saja. (Nasir Nurdin/Serambinews.com)