Luar Negeri
Korban Selamat Ledakan Dahsyat Beirut Minta DK PBB Selidiki Penyebab Amoniak Nitrat Meledak
Korban selamat dan anggota keluarga yang meninggal akibat ledakan dahsyat Beirut minta internasional turun tangan.
SERAMBINEWS.COM, BEIRUT - Korban selamat dan anggota keluarga yang meninggal akibat ledakan dahsyat Beirut Lebanon minta internasional turun tangan.
Mereka Jumat (14/8/2020) meminta Dewan Keamanan (DK) PBB untuk melakukan penyelidikan internasional atas ledakan gudang amoniak nitrat.
Hal itu terkait penyelidikan yudisial Lebanon atas ledakan pelabuhan Beirut dimulai dengan perselisihan politik, seperti dilansir AP, Jumat (14/8/2020).
Seperti ancaman militer terhadap pembocor dan keraguan apakah panel yang ditunjuk berdasarkan garis sektarian dapat sepenuhnya tidak memihak.
Jadi banyak warga Lebanon menaruh harapan terbesar untuk jawaban yang kredibel tentang ledakan yang menghancurkan sebagian besar ibu kota.
Yang lain menaruh harapan mereka pada polisi forensik Prancis yang telah bergabung dalam penyelidikan dan penyelidik FBI untuk mengambil bagian .
“Kami bukan pengacara atau politisi, kami adalah keluarga dan rakyat, seruan kami kepada orang-orang dari komunitas internasional,” kata Paul Najjar, seorang korban selamat dari ledakan.
“Apakah dapat diterima, orang-orang akan menemukan rumah mereka hancur, keluarga mereka terbunuh, harapan dan impian mereka juga terbunuh, tanpa keadilan atas semua pelaku impunitas?" tanyanya.
• Lebanon Butuh Reformasi Super Kuat, Membangun Kembali Kepercayaan Rakyat
• Rakyat Lebanon Hening Cipta, Kenang Korban Ledakan Dahsyat Beirut
• Pejabat Keamanan Lebanon Telah Peringatkan PM dan Presiden, Amoniak Nitrat Dapat Hancurkan Beirut
Tim Prancis terus maju dalam pekerjaan, mengirim penyelam ke kawah bawah air, mengambil sampel bahan peledak, dan menyiapkan rekomendasi untuk hakim Prancis dan Lebanon.
Di antara polisi peradilan Prancis dalam kasus ini, pria dan wanita yang terlibat penanganan tsunami 2004 di Jepang, gempa bumi 2010 di Haiti, dan serangan teror November 2015 dan Hari Bastille 2016 di Prancis.
Ledakan Beirut terletak di persimpangan yang menghancurkan dan tempat kejadian perkara.
Masih belum diketahui apa yang memicu api yang menyulut 2.750 ton amoniak nitrat yang disimpan selama bertahun-tahun di pelabuhan Beirut di samping daerah pemukiman padat penduduk.
Dokumen telah muncul yang menunjukkan pimpinan tertinggi dan pejabat keamanan negara itu mengetahui persediaan tersebut.
Kru pencarian dan penyelamat terbang dari seluruh dunia segera, setelah kejadian tersebut dan menemukan diri melihat pemandangan yang akrab, namun aneh dan asing.
“Saat gempa, lebih mudah karena kita bisa mengerti ... bagaimana gempa itu bergerak," kata Alberto Boanini, anggota tim penyelamat Italia.
Tapi dalam kasus ini, katanya, tidak memiliki cukup bukti untuk memahami apa yang terjadi.
Dikatakan, tim telah gempa dan kebakaran hutan, tetapi tidak seperti pelabuhan di Beirut, di mana sulit untuk memahami apa yang bisa meratakan seluruhnya.
Banyak orang Lebanon ingin penyelidikan diambil dari tangan pemerintah mereka sendiri, setelah belajar dari pengalaman masa lalu.
Pemerintah terkenal dengan korupsi dan tidak akan membiarkan hasil apapun yang merusak kepemimpinan mereka terungkap.
Ledakan itu menewaskan lebih dari 175 orang, melukai 6.000 orang lebih dan menyebabkan puluhan ribuan orang kehilangan tempat tinggal.
Paris mengirim polisi yudisial karena seorang arsitek Prancis termasuk di antara yang tewas.
Hukum Prancis memberikan yurisdiksi untuk penyelidikan, jika seorang warga negara meninggal di luar negeri dalam keadaan yang dipertanyakan.
Tetapi penyelidik Prancis bekerja hanya atas undangan Lebanon, dan perintah mereka dirahasiakan.
Pejabat Prancis mengatakan memiliki akses yang dibutuhkan, tetapi tidak akan mengatakan penyelidikan atas saksi atau dokumen.
Mereka menyerahkan temuan ke Lebanon, tetapi menyimpan salinan untuk penyelidikan Prancis dan FBI juga bergabung atas undangan otoritas Lebanon.
Pejabat tinggi Lebanon, termasuk Presiden Michel Aoun menolak seruan penyelidikan independen, menggambarkannya sebagai buang-buang waktu dan akan dipolitisasi.
Meskipun demikian, Nada Abdelsater-Abusamra, pengacara yang mewakili korban mengatakan ada surat yang diserahkan ke DK PBB untuk meminta penyelidikan internasional.
Dalam keputusan terakhirnya sebelum mengundurkan diri di bawah tekanan, enam hari setelah ledakan.
Perdana Menteri Hassan Diab merujuk kasus ledakan pelabuhan itu ke Dewan Kehakiman Tinggi, otoritas keadilan tertinggi Lebanon, untuk melakukan penyelidikan.
Perdebatan kemudian terjadi dengan Menteri Kehakiman yang mengundurkan diri.
Setelah perselisihan publik, mereka mengkompromikan Hakim Fadi Sawwan, mantan hakim investigasi militer.
Dewan itu sendiri terdiri dari 10 orang, delapan di antaranya diangkat sesuai dengan kepentingan berbagai faksi politik dan sekte agama sejalan dengan sistem pembagian kekuasaan sektarian.
Pihak berwenang sejauh ini telah menangkap sedikitnya 19 orang, termasuk Kepala Departemen Bea Cukai dan pendahulunya, serta kepala pelabuhan.
Warga Lebanon mengatakan ingin melihat penyelidikan terhadap pejabat tinggi yang mengetahui tentang amoniak nitrat itu.
“Mereka akan menyalahkan orang-orang kecil, sedangkan yang benar-benar bertanggung jawab akan lolos dari kejahatan, itulah yang akan terjadi,” kata Jad, seorang insinyur komputer berusia 38 tahun.
“Jika saat ini tidak ada investigasi yang kredibel dan serius yang akan mengarah pada hukuman bagi semua orang yang bertanggung jawab atas bencana ini, selamat tinggal Lebanon," katanya.
"Tidak ada yang mau tinggal di negara ini lagi, ” tambahnya sambil berdiri di jembatan yang menghadap ke pelabuhan yang hancur.
Pakar forensik Lebanon, Omar Nachabe mengatakan pertikaian publik tentang nama penyelidik utama merupakn pertanda buruk yang menimbulkan keraguan atas kredibilitas penyelidikan lokal.
“Jika saya warga negara Lebanon, ibu kota saya telah hancur, saya ingin penyelidikan cepat dan serius," ujarnya.
Tetapi, sampai saat ini pemerintah belum menunjukkan itu sesuai dengan tugasnya, ”katanya kepada saluran lokal LBCI.
Ledakan telah menandai garis waktu yang suram dalam sejarah modern Lebanon dan telah menewaskan presiden, perdana menteri, serta jurnalis dan aktivis yang tak terhitung jumlahnya.
Terutama selama perang saudara 1975-90 dan seterusnya di negara itu.
Hampir tidak ada pelaku yang pernah ditangkap atau diadili, dan kebenaran selalu terkubur.
Warga Lebanon memiliki harapan besar bahwa pengadilan yang didukung PBB yang menyelidiki pembunuhan Perdana Menteri Rafik Hariri tahun 2005 akan menjadi kesempatan untuk mengakhiri impunitas di Lebanon.
Tapi butuh 15 tahun dan dirusak oleh keraguan politik dan lebih banyak kematian.
Pengadilan akan mengeluarkan putusan pada Selasa (18/8/2020).
Keterlibatan internasional dalam penyelidikan akan membawa kebenaran, tetapi membawa keadilan lebih rumit.
Dov Jacobs, seorang sarjana hukum internasional yang berbasis di Belanda, mengatakan penembakan Malaysia Airlines di timur Ukraina enam tahun lalu mungkin analogi yang paling mendekati.
Dalam kasus itu, para ahli internasional memiliki akses penuh ke situs tersebut.
Jaksa Penuntut internasional mendakwa tiga warga Rusia dan seorang warga Ukraina atas keterlibatan jatuhnya pesawat dan membunuh semua orang di dalamnya.
Orang-orang itu diadili di pengadilan Belanda secara absentia, karena tidak ada yang diekstradisi.
Tapi di Lebanon, kata Jacobs, investigasi itu sendiri adalah alat pengaruh politik.
"Ini adalah salah satu momen yang membuat frustasi di mana seruan langsung untuk keadilan dihadapkan dengan tembok yang merupakan realitas politik di lapangan," ujarnya.(*)