Feature
Kisah Guru di Aceh Tamiang yang Rindu Siswa di Masa Pandemi, Bawa Papan Tulis Ajari Siswa di Rumah
Pembuatan papan tulis ini salah satunya dilakukan oleh tenaga pendidik SD Negeri Jamur Jelatang, Kecamatan Rantau, Aceh Tamiang.
Penulis: Rahmad Wiguna | Editor: Ansari Hasyim
Laporan Rahmad Wiguna | Aceh Tamiang
SERAMBINEWS.COM, KUALASIMPANG - Sejumlah guru di Aceh Tamiang berinisiatif membuat sendiri papan tulis agar bisa dibawa keliling ke rumah siswa.
Inovasi ini sengaja dilakukan untuk mendukung program home visit selama belajar tatap muka belum dibolehkan.
Pembuatan papan tulis ini salah satunya dilakukan oleh tenaga pendidik SD Negeri Jamur Jelatang, Kecamatan Rantau, Aceh Tamiang.
Bermodalkan dua lembar triplek, para guru ini menghasilkan enam papan tulis yang setiap harinya dibawa berkeliling ke rumah siswa mulai dari kelas satu hingga kelas enam.

“Ukuran papan tulis di kelas terlalu besar, tidak mungkin dibawa guru ke rumah siswa menggunakan sepeda motor. Makanya kami berinisiatif membuat papan tulis yang ukurannya lebih kecil,” Kepala SDN Jamur Jelatang, Tusman, Spd, Senin (17/8/2020).
Menariknya, Tusman awalnya menolak usulan para guru untuk menerapkan program belajar home visit.
Selain khawatir menjadi pemicu penyebaran Covid-19, Tusman takut program ini menyalahi kebijakan Dinas Pendidikan Aceh Tamiang.
• Plt Gubernur: Tingkat Risiko Penyebaran Virus Corona di Aceh Termasuk Paling Tinggi di Indonesia
• Gowes Sepeda Ontel Oena Turut Meriahkan HUT ke-75 RI di Abdya
“Ini murni usulan para guru. Malahan saya menolak, takut menyalahi kebijakan,” kata Tusman.
Namun karena kalah suara dan menganggap alasan yang disampaikan para guru cukup rasional, dia pun mengalah.
Sikapnya langsung berubah total dengan memberikan dukungan penuh kepada guru agar proses belajar mengajar ke rumah-rumah siswa ini berlangsung lancar.
Sri Endang Fajarwati, salah satu guru yang mengusulkan program home visit ini mengatakan ide ini berawal dari keresahan dan kerinduan guru terhadap nasib para siswa.
Mereka cukup menyadari di masa pandemi Covid-19, proses belajar tatap muka tidak mungkin dipaksakan.
“Kebetulan saya ini mengajar kelas satu. Apa mungkin cukup hanya dilakukan secara daring, sementara anak-anak ini baru mau mengenal sekolah,” kata Sri.
Home visit ini sendiri diakuinya dilakukan bukan tanpa kendala.
Jarak rumah siswa yang tergolong jauh membuatnya sering kewalahan mengendarai sepeda motor dengan membawa papan tulis dan alat peraga lainnya.
“Apalagi kalau hujan, susah sekali. Makanya saya sering bawa anak saya, sekadar memegangi papan tulis di boncengan sepeda motor,” sambungnya yang diamini dua rekannya, Nurmalia guru kelas empat dan Sugiati guru kelas enam.
Berkat kegigihan para guru ini, kegiatan yang awalnya ditakutkan mendapat perlawanan dari warga, justru mendapat dukungan penuh, baik dari orang tua siswa maupun perangkat kampung.
Bahkan salah satu perangkat kampung menyediakan rumahnya sebagai tempat belajar para siswa.
Hal ini dilakukan setelah tak satu pun orang tua siswa yang bersedia menjadikan rumahnya sebagai tempat belajar.
“Lima siswa kami kumpulkan di salah satu rumah orang tua siswa. Karena di satu daerah belum ada orangtuanya yang siap rumahnya dijadikan pusat belajar, akhirnya perangkat kampung itu menyuruh kami menggunakan rumahnya,” kata Sugiati terharu.(*)