Seniman Berkarya
Ana Kobat Menyusuri Jejak Tenun Gayo yang Pernah Berkibar
Ketika menggarap tari masal untuk pembukaan Gayo Alas Montain International Festival (GAMIFest) 2018, Peteriana Kobat menamai judul tarinya...
Penulis: Fikar W Eda | Editor: Jalimin
Laporan Fikar W Eda | Aceh Tengah
SERAMBINEWS.COM, TAKENGON - Ketika menggarap tari masal untuk pembukaan Gayo Alas Montain International Festival (GAMIFest) 2018, Peteriana Kobat menamai judul tarinya “Upuh Kio.” Banyak yang kaget dan bertanya-tanya, sebab nama tersebut terdengar asing dan unik.
Ana Kobat, demikian panggilan Peteriana Kobat, lalu menjelaskan bahwa “Upuh Kio” adalah nama kain klasik Gayo yang digunakan oleh perempuan-perempuan Gayo masa silam. Kain kehormatan dengan motif-motif tertentu dan warna cenderung gelap.
GAMIFest sendiri adalah event seni melibatkan empat kabupaten di Dataran Tinggi Gayo dan Alas; Aceh Tengah, Bener Meriah, Gayo Lues dan Aceh Tenggara.
Event itu dimaksudkan sebagai pintu masuk pembangunan kawasan itu sebagai kawasan wisata yang terintegrasi dengan kekayaan alam, adat, dan seni budaya. Pembukaan GAMIFest digelar di Gelanggang Musara Alun Takengon. Ana memperoleh kehormatan menciptakan tari pembukaan.
Ketika itu, istilah “Upuh Kio” sempat menjadi semacam polemik kecil di kalangan penggiat seni budaya di sana. Tapi Ana tetap menyebut tariannya sebagai “Upuh Kio” sebagai bagian dari kekayaan budaya Gayo –Alas.
• Bupati Mursil Berharap PWI Aceh Tamiang Ikut Berperan Membangun Karakter dan Ekonomi Rakyat
• Bertambah 3 orang, Kini Kasus Positif Covid-19 di Langsa, Total Jadi 15 Orang
“Upuh Kio” di benak Ana, refleksi dari keterpaduan Kawasan Gayo-Alas, yang berada di jejeren Bukit Barisan.
Kain ini diproduksi di Tanah Gayo, tapi prosesnya melibatkan empat kabupaten, sebab ada menggunakan benang alas dan sebagainya.
Tentu saja Ana tidak puas dengan hanya menciptakan sebuah tarian. Ia ingin mendalami lebih jauh lagi tentang seluk beluk tenun di Gayo.
Ia mendapat cerita bahwa di Gayo pernah ada teknologi tenun, untuk memenuhi kebutuhan sandang masyarakat setempat. Jejak tenun Gayo itulah yang kemudian ia susuri dengan membuat rancangan penelitian, yang proposalnya kemudian disetujui oleh Dirjen Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) melalui program Fasilitasi Bidang Kebudayaan (FKB).
Jejak tenun Gayo semakin nyata setelah membaca literatur asing yang memuat informasi tentang tenun Gayo, yang ia peroleh atas dukungan seorang seniman dan “penggila sejarah Gayo era kolonial, Zulfikar Ahmad ST (Aman Dio). Ia juga bertemu dengan seniman lainnya, Achriyal Aman Ega, berdiskusi mewujudkan gagasan menyusuri jejak tenun Gayo, merevitalisasi dan mendokumentasikannya.
Aman Dio dan Aman Ega setuju. Sehingga terbentuklah “Seniman Tiga Serangkai Tim Upuh Kio” yang diketuai Ana Kobat sendiri.
“Sejak GAMIFest itulah, saya bertekad menelusuri keberadaan tenun ini. Gayo memiliki beberapa keunikan, termasuk teknologi dan motifnya, termasuk motif bordir kerawang Gayo yang tetap eksis sampai sekarang. Dengan memadukan motif kerawang Gayo dan tenun tentu akan memberi dimensi lain,” ujar Ana.
Ana juga optimis bahwa kejayaan tenun Gayo akan mampu bangkit dan berkibar di tataran tenun Nusantara, mengingat Gayo juga punya motif-motif tenun unik yang terdapat dalam motif kerawang Gayo tadi.