75 Tahun PBB
Agustus Ini, PBB juga Berusia 75 Tahun, Menlu RI Ungkap Soal Rohingya dan Pandemi di Indonesia
Ada beberapa peran signifikan Indonesia di kancah global yang tercatat dalam sejarah diplomasi Indonesia.
"Sudah terlalu lama PBB hanya dijadikan forum untuk memperbesar perbedaan. UN Charter (Piagam PBB) tidak dihormati dan diterapkan, termasuk prinsip penghormatan terhadap kedaulatan dan integritas wilayah berdaulat," kata Menlu Retno.
Menurut dia, saat ini dunia menghadapi berbagai masalah yang kian menguat selama masa pandemi.
"Semakin menurunnya kepercayaan terhadap globalisme dan makin lunturnya nilai-nilai multilateralisme, semakin meningkatnya rivalitas dan kompetisi antarnegara besar, dan semakin menebalnya nasionalisme sempit dan populisme," terang Retno.
• Istri Pemimpin Oposisi Rusia Kunjungi Suaminya di Berlin, Dugaan Diracun Kremlin Akan Segera Terkuak
• Tiga Pemain Senior Ini Terdepak dari Skuad Barcelona, Termasuk Luis Suares
• Heboh Video Disebut Jeritan dari Alam Kubur, Perempuan Ini Jelaskan Kebenarannya
Hubungan dengan Turki
Dalam konteks hubungan bilateral dengan salah satu negara yang berpengaruh untuk kawasan Eropa dan Timur Tengah, Turki, Sya’roni mendorong lebih jauh kerja sama Indonesia dan Turki di bawah periode Presiden Joko Widodo.
“Kunjungan menteri jumlahnya cukup banyak. Kehadiran petinggi negara adalah simbol paling kuat untuk mengukur hubungan dua negara,” jelas dia kepada Anadolu Agency.
Menurut Sya’roni, Indonesia dan Turki tentu saja memiliki strategi dan gaya sendiri ketika bicara diplomasi.
Namun, terkait diplomasi perdamaian misalnya untuk isu Israel-Palestina, Indonesia – yang tidak punya hubungan diplomatik dengan Israel – bisa meminta Turki untuk berbicara dengan Israel.
Indonesia dan Turki, lanjut Sya’roni, juga banyak terlibat dalam organisasi-organisasi multilateral seperti OKI, D-8, dan MIKTA.
Menurut Sya’roni, peran Turki dan Indonesia dalam forum multilateral sangat penting. Hanya saja, Sya’roni mendorong agar Indonesia-Turki fokus merealisasikan kerja sama yang telah dijajaki.
“MoU antar kedua negara harus diikuti dengan kerja riil,” ucap dia.
Sya’roni juga mendorong kerja sama antara pengusaha Turki dan Indonesia karena potensinya sangat tinggi. Sebab realisasi kerja sama antara kedua pengusaha masih belum maksimal.
Presiden Asosiasi Pebisnis dan Industri Independen Turki (Musiad) di Indonesia, Doddy Cleveland Hidayat Putra menyampaikan aturan pajak antara Indonesia dan Turki sangat mempengaruhi kelancaran perdagangan kedua negara.
Doddy menuturkan saat perjanjian Indonesia-Turkey Comprehensive Economic Partnership Agreement (IT-CEPA) rampung, tren perdagangan antara Indonesia dan Turki akan semakin menguat.
“IT-CEPA akan membuat lonjakan neraca perdagangan Indonesia dan Turki,” jelas Doddy.
Pada periode Januari-November 2019, total perdagangan sebesar USD1,38 miliar, dengan surplus sebesar USD733,73 juta bagi Indonesia. Sedangkan pada 2018 mencapai USD1,79 miliar.
Ekspor Indonesia pada 2019 senilai USD1,18 miliar, sementara impor dari Turki senilai USD611,52 juta sehingga Indonesia mengalami surplus sebesar USD569,85 juta.(AnadoluAgency)