Berita Banda Aceh
Forum LSM Minta Plt Gubernur Aceh Surati Presiden Jokowi Tolak UU Cipta Kerja
“Atau setidaknya Plt Gubernur Aceh tegas mengatakan tidak memberlakukan UU itu di Aceh, karena daerah kita punya keistimewaan,” katanya.
Penulis: Nasir Nurdin | Editor: Mursal Ismail
“Atau setidaknya Plt Gubernur Aceh tegas mengatakan tidak memberlakukan UU itu di Aceh, karena daerah kita punya keistimewaan,” katanya.
Laporan Nasir Nurdin | Banda Aceh
SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Forum LSM Aceh minta Plt Gubernur Nova Iriansyah menyurati Presiden Jokowi untuk menyuarakan penolakan Undang-Undang Cipta Kerja yang disahkan DPR RI pada 5 Oktober 2020.
Menurut catatan Forum LSM Aceh, hingga saat ini setidaknya sudah ada dua gubernur, yaitu Gubernur Jawa Barat dan Gubernur Sumatera Barat yang meminta Undang-Undang itu dicabut.
Dua ormas keagamaan terbesar, yaitu NU dan Muhammadiyah juga telah resmi menyatakan penolakan.
Permintaan kepada Plt Gubernur Aceh itu disampaikan Sekjen Forum LSM Aceh, Sudirman Hasan, lewat siaran pers kepada Serambinews.com, Jumat (9/10/2020).
“Pak Plt Gubernur Aceh kami minta sebaiknya mengirim surat ke Presiden Jokowi untuk meminta agar diterbitkan Perpu pembatalan Undang-Undang Cipta Kerja itu,” tulis Sudirman Hasan.
• Rumah Warga Sawang, Aceh Utara yang Terbakar Ternyata Milik Kepala Dusun, Ini Indetitasnya
• Dosen UGM Anggota TGPF dan Seorang Prajurit TNI Terluka Ditembak KKB Papua, Begini Kronologinya
• Mahasiswa Simeulue Demo Tolak Omnibus Law di Tengah Guyuran Hujan
Forum LSM Aceh menyebutkan dua alasan menyarankan Plt Gubernur Aceh menyurati Presiden Jokowi.
Pertama, karena Partai Demokrat sebagai partai tempat bernaung Nova Iriansyah adalah partai yang sangat keras menolak kehadiran UU Cipta Kerja itu.
Harusnya, kata Sudirman, sikap partai secara nasional juga ditunjukkan pula oleh sikap seorang Plt Gubernur dari Aceh yang berasal dari partai yang menolak.
“Atau setidaknya Plt Gubernur Aceh tegas mengatakan tidak memberlakukan UU itu di Aceh, karena daerah kita punya keistimewaan,” katanya.
Alasan kedua, karena secara substansi, materi Undang-Undang itu banyak merugikan para buruh.
“Kami sudah membaca dan membahas intisari dari UU itu, dan terbukti banyak yang tidak sejalan dengan hak-hak buruh,” tandas Sudirman Hasan.
Fakta yang kami lihat, lanjutnya, UU itu lebih fokus pada peningkatan ekonomi, dan abai terhadap peningkatan kompetensi sumber daya manusia.