Jurnalisme Warga

Tantangan Pendidikan Karakter di Masa Pandemi

Hal itu untuk mengantisipasi penyebaran virus corona di lingkungan sekolah. Segala aktivitas pembelajaran dilakukan dari rumah

Editor: bakri
zoom-inlihat foto Tantangan Pendidikan Karakter di Masa Pandemi
IST
NELLIANI M. NUR, Guru SMA Negeri 3 Seulimeum, melaporkan dari Desa Seuleu, Darussalam, Aceh Besar

OLEH NELLIANI M. NUR, Guru SMA Negeri 3 Seulimeum, melaporkan dari Desa Seuleu, Darussalam, Aceh Besar

Pandemi Covid-19 meniscayakan proses kegiatan belajar-mengajar (KBM) dilaksanakan secara daring (online). Hal itu untuk mengantisipasi penyebaran virus corona di lingkungan sekolah. Segala aktivitas pembelajaran dilakukan dari rumah tanpa proses tatap muka antara guru dan siswa. Secara akademis kegiatan pembelajaran masih dapat dilakukan melalui media digital, tapi pendidikan karakter peserta didik sedikit terabaikan. Lalu, apa sajakah tantangan pendidikan karakter di masa pandemi?

Pendidikan karakter merupakan salah satu tujuan penting dari Pendidikan Nasional Indonesia. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Pasal 3 menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Undang-undang tersebut jelas mengamanatkan bahwa tujuan pendidikan tidak hanya menjadikan peserta didik cerdas secara intelektual, tetapi juga harus mampu mencetak generasi yang bermoral dan berkarakter sesuai dengan nilai, norma dan ajaran agama (cerdas spiritual dan emosional). 

Sejalan dengan tujuan dari Sisdiknas, pendidikan karakter sebagai wahana untuk menanamkan nilai-nilai moral dan karakter bagi peserta didik. Kita sangat prihatin dengan kondisi dewasa ini dimana persoalan moralitas akibat krisis karakter marak terjadi dikalangan anak-anak dan pelajar. Tawuran antar siswa, bullying, kekerasan terhadap guru dan orang tua, pornografi dan sebagainya seakan menambah deretan panjang persoalan yang kerap menerpa pelajar hari ini. Mencermati fenomena yang ada, sejatinya pelaksanaan pendidikan karakter bagi peserta didik harus tetap menjadi prioritas dalam kondisi bagaimanapun.

Selama ini sekolah menjadi salah satu institusi pendidikan yang bertanggung jawab mengembangkan pengetahuan, keterampilan serta karakter peserta didik. Orang tua menaruh harapan dan kepercayaan kepada sekolah sebagai pusat pendidikan akademik dan pendidikan karakter. Proses pembentukan nilai-nilai karakter siswa berjalan seiring proses pembelajaran di sekolah. Namun, sejak pandemic menerjang dan sekolah ditutup keberlanjutan pendidikan karakter  menjadi hal yang paling dicemaskan oleh orang tua.

Tantangan

Tidak dapat dimungkiri, keberlangsungan pendidikan karakter peserta didik belum terlaksana sesuai harapan. Berdasarkan analisis sederhana penulis, tantangan pelaksanaan pendidikan karakter pada masa wabah covid-19 ini dapat dideteksi dari dua hal. Pertama, pembelajaran berbasis online membuat siswa kehilangan role model dan sosok yang menjadi panutan. Kedua, penggunaan teknologi digital tidak mampu menjamin peserta didik aman dari terpaan konten-konten negatif yang berakibat pada persoalan moralitas dan krisis karakter.

Salah satu kunci pendidikan karakter adalah adanya role model individu berkarakter. Di sekolah, yang menjadi role model bagi peserta didik dalam menumbuhkan nilai-nilai karakter adalah sosok seorang guru. Guru yang berkarakter akan mampu menunjukkan sikap dan perilaku yang sesuai dengan norma dan nilai-nilai ajaran agama dalam kesehariannya sehingga dapat ditiru oleh peserta didik. Karena pada prinsipnya seorang anak adalah peniru. Peserta didik akan mudah mengembangkan karakternya dengan meniru atau menyaksikan perilaku gurunya.

Pembiasaan dan contoh teladan yang diberikan guru akan melahirkan peserta didik yang memiliki karakter mulia. Misalnya saja, siswa terbiasa disiplin dengan datang tepat waktu karena melihat guru-gurunya juga selalu hadir tepat waktu. Ketika mengikuti ujian, peserta didik akan berusaha jujur karena menyadari gurunya selalu mengutamakan kejujuran dalam kesehariannya. Demikian juga, mereka akan terbiasa bersikap sopan karena mencontohkan gurunya yang selalu bersikap sopan kepada siapa pun.

Namun, aejak pembelajaran jarak jauh diberlakukan, segala aktivitas belajar-mengajar berpindah ke ruang-ruang digital. Intensitas perjumpaan guru dan siswa berkurang dan komunikasi hanya dilakukan lewat dunia maya. Kedekatan batin yang terjalin melalui bimbingan, arahan, dan tauladan antara siswa dan guru tidak berjalan sebagaimana mestinya. Peserta didik seperti kehilangan figur yang digugu dan ditiru. Kondisi tersebut membawa kekosongan dalam diri siswa terhadap nilai-nilai pendidikan moral dan karakter.

Pembelajaran berbasis online memanfaatkan perkembangan kecanggihan teknologi informasi sebagai media belajarnya. Aktivitas belajar dapat dilakukan dimana saja dan kapan saja tanpa ada batasan ruang dan waktu. Setiap hari guru dapat mentransfer pengetahuan serta menginstruksikan tugas-tugas belajar kepada siswa menggunakan berbagai aplikasi digital. Kegiatan mengajar, membimbing, mengevaluasi dan melakukan penilaian secara daring juga tidak menemui kendala berarti. Sedangkan peserta didik lebih fleksibel dalam belajar. Mereka dapat langsung mengunduh materi, menyelesaikan tugas, dan mengirim laporannya kembali di mana dan kapan pun.

Sayangnya, pembelajaran dengan metode e-learning yang terhubung dengan layanan internet tidak selamanya menjamin peserta didik aman dari pengaruh negatif dunia digital. Media digital dengan segala kebebasannya menyajikan beragam informasi baik positif maupun negatif. Peserta didik yang tidak siap dengan informasi yang begitu deras dan berlimpah, berpotensi terpapar konten-konten negatif yang dapat menggerus karakter mereka. Terjadinya kasus- kasus bullying, pornografi, pergaulan bebas dan tindak criminal lainnya merupakan dampak dari penyalahgunaan media digital di kalangan pelajar.

Pengaruh negatif lainnya dari teknologi dan internet yaitu mendatangkan sifat kecanduan bagi penggunanya. Segala hal tersedia di internet yang membuat sebagian siswa betah berlama-lama. Kondisi demikian dikhawatirkan akan membentuk karakter pelajar menjadi pribadi yang konsumtif, minim kreativitas, malas berinovasi dan ingin mendapatkan sesuatu dengan cara yang instan. Pengaruh dari kecanduan internet juga membuat siswa malas berpikir, kurang bertanggung jawab sehingga tidak maksimal dalam menyelesaikan tugas-tugas belajarnya.

Sejak pandemi menerjang, terhitung sudah lebih dari enam bulan program belajar dari rumah (BDR) dilaksanakan. Selama itu pula peserta didik akrab dengan gadget dan dunia digital yang tidak selamanya aman bagi perkembangan karakter mereka. Yang dikhawatirkan bila pandemi ini berlangsung lama dan pembelajaran daring terus dilakukan, peserta didik akan terbiasa dengan kemudahan-kemudahan yang kurang mendidik dan tidak mendewasakan. Mirisnya lagi, bisa jadi mereka akan kehilangan banyak waktu dengan pendidikan karakter yang nilainya sangat berharga sebagai bekal menjalani kehidupan.

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved