Roslinda, Wakil Anak Indonesia Kampanyekan Dampak Covid-19 di Pertemuan Online PBB
Seorang anak bangsa dari Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur , Roslinda (15 tahun) berkesempatan mengkampanyekan...
Penulis: Jalimin | Editor: Jalimin
SERAMBINEWS.COM - Seorang anak bangsa dari Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur , Roslinda (15 tahun) berkesempatan mengkampanyekan suara anak Indonesia secara online ke perwakilan negara anggota PBB di New York, Amerika Serikat, Rabu (8/10/2020).
Aspirasi Roslinda juga mewakili anak-anak Indonesia yang tinggal di daerah terdepan, terluar dan tertinggal selama pandemi Covid-19.
Selain Roslinda atau yang akrab disapa Oslin, Krish (14 tahun) dari India juga mendapat kesempatan yang sama untuk menyampaikan suara anak selama pandemi Covid-19.
World Vision Asia mengundang perwakilan negara anggota PBB di New York untuk menanggapi hasil penilaian cepat dampak sosial ekonomi Covid-19 pada kehidupan anak-anak yang rentan di Asia Pasifik.
Penilaian cepat ini dilakukan di 9 negara, yaitu Banglades, Kamboja, India, Indonesia, Mongolia, Myanmar, Nepal, Filipina, dan Sri Lanka. Aspirasi mereka kemudian dituangkan dalam laporan berjudul “Unmasking the Impact of Covid-19 on Asia's Most Vulnerable Children”.
• Keuchik Murhaban Sempat Berharap, Saat Kebakaran, Kedua Mahasiswi Itu Tidak Ada di Rumahnya
• Kesemutan, Jangan Dianggap Sepele, Ini 8 Kemungkinan Gejala Penyakit yang Diderita
Survei mengambil sampel 26.269 orang di 9 negara di Asia Pasifik, termasuk 10.060 anak dan 1.983 keluarga dengan anggota yang disabilitas. Hasil survei menyebutkan, 61 persen responden menyatakan matapencahariannya terdampak.
Sebanyak 52 persen rumah tangga mengonsumsi makanan dengan gizi kurang, 32 persen keluarga kehilangan asetnya, dan 27 persen sulit mengakses pelayanan medis dasar.
Dari sisi perlindungan anak, 24 persen orangtua/pengasuh terpaksa memberlakukan hukuman fisik atau kekerasan emosional, 26 persen anak mengonfirmasi pengasuh berlakukan kekerasan fisik dan psikologis sebulan terakhir.
Sebanyak 47 persen orangtua/pengasuh kesulitan menghadapi perubahan perilaku anak mereka, 18 persen rumah tangga mengalami stres, dan 5 persen mengalami gangguan kesehatan mental. Baca juga: Kepiting Kebal Corona Dijual dengan Harga Lebih dari Rp 3 Juta Anak-anak juga rentan dipekerjakan dan mengalami pernikahan dini.
• Jika Mengetahui Adanya Kebakaran, Wali Kota Banda Aceh, Imbau Warga Segera Hubungi Nomor Ini
• Video Wanita Cantik Ngaku ‘Simpanan Anggota DPR’ Protes Omnibus Law Viral, MKD Respon Begini
Di Indonesia, Wahana Visi Indonesia juga melakukan kaji cepat mengenai Dampak Covid-19 pada Anak di 35 kabupaten/kota di 9 provinsi di Indonesia. Hasilnya, selama pembelajaran jarak jauh, sebanyak 68 persen anak dapat mengakses program belajar dari rumah dan sisanya kesulitan mendapatkan akses karena diliburkan, kurangnya arahan maupun minimnya fasilitas.
Hanya sekitar 30 persen anak yang memiliki akses untuk mengikuti program belajar dari rumah secara daring (dalam jaringan) melalui berbagai aplikasi seperti zoom, google meet, whatsapp, dan lainnya. Sekitar 36 persen anak belajar secara luring (luar jaringan), dengan kunjungan rumah, serta melalui TV dan radio.
“Kami sedih karena selama pandemi lebih banyak menghabiskan waktu di rumah saja dan tidak bisa bertemu teman-teman. Setelah belajar di rumah, kalau menemui hal sulit tidak bisa langsung bertanya pada guru seperti kalau di sekolah."
"Bagi anak-anak yang pendidikan orangtuanya minim, maka akan semakin kesulitan," ucapnya. Selain itu, untuk belajar di rumah, Roslinda menyampaikan, anak-anak membutuhkan jaringan internet yang stabil dan juga telepon seluler. Namun, tidak semua anak dapat menikmati hal tersebut, karena penghasilan orangtua mereka berkurang selama pandemi.
“Selama pandemi, kami juga diharuskan rajin mencuci tangan, tetapi tidak semua daerah memiliki akses air bersih. Saya beruntung, walau pun harus membeli air atau berjalan jauh untuk mendapat air, orangtua kami bisa mengusahakan agar rumah memiliki tempat cuci tangan," ungkap Roslinda dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com pada Sabtu (10/10/2020).
Kemudian dia berharap, "Saya berharap, para pemangku kebijakan dapat memberi solusi atas apa yang dihadapi anak-anak di masa pandemi ini." Baca juga: Korea Utara Akan Gelar Parade Militer Besar di Tengah Wabah Virus Corona Kathrine Yee, Regional Advocacy Director for Asia Pasific mengatakan bahwa penilaian cepat World Vision memungkinkan mereka untuk memahami dampak Covid-19 dalam perspektif anak.