PBNU Berencana Ajukan Uji Materi UU Cipta Kerja Setelah Diteken Jokowi, Ini 8 Poin Sikap PBNU
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) berencana mengajukan uji materi UU Cipta Kerja setelah beleid tersebut ditandatangani Presiden Jokowi
NU bisa memahami kerisauan para buruh dan pekerja terhadap Pasal 81 UU Ciptaker yang mengubah beberapa ketentuan di dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Baca juga: Terima Laporan Potensi Serangan Teroris, AS Tangguhkan Layanan Visa ke Turki
Penghapusan jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun bagi pekerja PKWT (Pasal 59) meningkatkan risiko pekerja menjadi pekerja tidak tetap sepanjang berlangsungnya industri.
Pengurangan komponen hak-hak pekerja seperti uang pesangon, uang penghargaan, dan uang penggantian mungkin menyenangkan investor, tetapi merugikan jaminan hidup layak bagi kaum buruh dan pekerja.
5. Upaya menarik investasi juga harus disertai dengan perlindungan lingkungan hidup dan konservasi sumber daya alam.
Menganakemaskan sektor ekstraktif dengan sejumlah insentif dan diskresi kepada pelaku usaha tambang, seperti pengenaan tarif royalti 0% sebagaimana tertuang di dalam Pasal 39 UU Cipta Kerja, mengancam lingkungan hidup dan mengabaikan ketahanan energi.
Alih-alih mengubah isi UU No. 3 Tahun 2020 tentang Minerba yang mengokohkan dominasi negara dan oligarki, UU Cipta Kerja memperpanjang dan memperlebar karpet merah bagi pelaku usaha.
Baca juga: China Desak AS Batalkan Penjualan Senjata ke Taiwan, Karena Bahayakan Stabilitas Kawasan
Pemerintah menjamin investasi dan diskresi menteri tanpa batas bagi pelaku usaha tambang yang menjalankan usaha hulu-hilir secara terintegrasi untuk mengekstraksi cadangan mineral hingga habis.
Ini mengabaikan dimensi konservasi, daya dukung lingkungan hidup, dan ketahanan energi jangka panjang.
Pemerintah bahkan mendispensasi penggunaan jalan umum untuk kegiatan tambang, yang jelas merusak fasilitas umum yang dibangun dengan uang rakyat.
6. Upaya menarik investasi tidak boleh mengorbankan ketahanan pangan berbasis kemandirian petani.
Pasal 64 UU Cipta Kerja yang mengubah beberapa pasal dalam UU No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan berpotensi menjadikan impor sebagai soko guru penyediaan pangan nasional.
Perubahan Pasal 14 UU Pangan menyandingkan impor dan produksi dalam negeri dalam satu pasal. Ini akan menimbulkan kapitalisme pangan dan memperluas ruang perburuan rente bagi para importir pangan.
7. Semangat UU Cipta Kerja adalah sentralisasi, termasuk dalam masalah sertifikasi halal. Pasal 48 UU Cipta Kerja yang mengubah beberapa ketentuan dalam UU No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal mengokohkan pemusatan dan monopoli fatwa kepada satu lembaga.
Sentralisasi dan monopoli fatwa, di tengah antusiasme industri syariah yang tengah tumbuh, dapat menimbulkan kelebihan beban yang mengganggu keberhasilan program sertifikasi.
Baca juga: Lowongan Kerja Untuk Pekerja Indonesia, Ini Posisi dan Syarat Kerja di Spotify
Selain itu, negara mengokohkan paradigma bias industri dalam proses sertifikasi halal. Kualifikasi auditor halal sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 14 adalah sarjana bidang pangan, kimia, biokimia, teknik industri, biologi, farmasi, kedokteran, tata boga, atau pertanian.