Ganja Bukan Lagi Narkotika Paling Berbahaya di Dunia, PBB Cabut Aturan & Setuju Dipakai untuk Medis
Komisi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Narkotika telah memutuskan untuk menghapus ganja dari kategori obat yang paling berbahaya di dunia.
Penulis: Agus Ramadhan | Editor: Safriadi Syahbuddin
SERAMBINEWS.COM - Komisi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Narkotika telah memutuskan untuk menghapus ganja dari kategori obat yang paling berbahaya di dunia.
Langkah tersebut mengikuti rekomendasi dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang meminta akses memperoleh ganja dipermudah demi tujuan penelitian tentang penggunaan medisnya.
Hasil pemungutan suara dalam Komisi tersebut menyetujui untuk menghapus ganja dan turunanya dari Schedule IV Konvensi Tunggal 1961 tentang Narkotika.
Itu merupakan sebuah teks global yang mengatur pengendalian narkoba di dunia.
Pemungutan suara dilakukan dengan hasil 27-25, dengan 1 negara abstain atau golput.
"Ganja dan turunanya harus dijadwalkan pada tingkat kontrol yang akan mencegah kerusakan yang disebabkan oleh penggunaan ganja,”
“dan pada saat yang sama tidak akan bertindak sebagai penghalang untuk mengakses dan untuk penelitian dan pengembangan persiapan terkait ganja untuk penggunaan medis ” bunyi rekomendasi WHO, dikutip dari The Guardian, Kamis (3/12/2020).
Baca juga: PBB Hapus Ganja Dari Daftar Obat Paling Berbahaya di Dunia
Baca juga: Mike Tyson Hisap Ganja Sebelum Lawan Roy Jones Jr, Akui Tak Bisa Lepas dari Ganja
Obat lain dalam Schedule IV termasuk zat yang berbahaya dan seringkali mematikan, adalah kokain, fentanil, heroin, metadon, morfin, opium dan oksikodon,
serta obat penghilang rasa sakit opiat yang dijual sebagai OxyContin.
Sebaliknya, ganja tidak membawa risiko kematian yang signifikan dan telah menunjukkan potensi dalam mengobati rasa sakit dan kondisi seperti epilepsi, menurut temuan WHO.
Pernyataan PBB tidak mengatakan negara mana yang mendukung atau menentang perubahan tersebut, atau mengapa selisih suara sangat tipis.

Pemungutan suara pada hari Rabu (2/12/2020) itu tidak mengizinkan negara-negara anggota PBB untuk melegalkan ganja di bawah sistem pengawasan obat internasional.
Kanada dan Uruguay telah melegalkan penjualan dan penggunaan ganja, tetapi banyak negara telah mendekriminalisasi kepemilikan ganja.
Baca juga: Brimob Bersama TNI Backup BNN Musnahkan Ladang Ganja di Sawang Aceh Utara
Baca juga: Polisi Buru DPO asal Sumut, Kasus Penangkapan Tiga Pelaku Peredaran Ganja 57 Kg Terus Dikembangkan
Namun, WHO merekomendasikan agar ganja tetap terdaftar Schedule I.
Organisasi itu mencatat, tingginya tingkat masalah kesehatan masyarakat yang timbul dari penggunaan ganja.
Namun, komisi tersebut tidak mendukung rekomendasi WHO lainnya, seperti menghapus ekstrak dan tincture ganja dari Schedule I.
Singapura Kecewa
Pemerintah Singapura telah menyatakan kekecewaannya terhadap klasifikasi ulang ganja oleh komisi PBB sebagai obat yang tidak 'terlalu' berbahaya.
Singapura mengatakan bahwa hal ini dapat memicu persepsi yang salah bahwa ganja kurang berbahaya dari sebelumnya.
Pernyataan itu dikeluarkan oleh Kementerian Dalam Negeri (MHA), Kamis (3/12/2020) setelah Komisi Narkotika PBB memutuskan untuk menghapus dari kategori obat paling berbahaya di dunia.
Dalam pernyataannya yang dikutip dari The Straits Times, Kementerian Dalam Negeri mengatakan,
"Singapura kecewa dengan hasil ini. Tidak ada bukti kuat yang mendukung rekomendasi tersebut, termasuk Rekomendasi 5.1."
Baca juga: Rwanda Legalkan Penanaman Ganja Untuk Medis, Hukuman Tetap Diberlakukan
Baca juga: Cegah Penanaman Ganja, Ini yang disarankan Kapolres Aceh Besar
Kementerian itu mengatakan penerimaan Rekomendasi 5.1 dapat mengirimkan sinyal yang salah kepada publik.
Terutama di kalangan anak muda, bahwa ganja tidak lagi dianggap berbahaya seperti sebelumnya, meskipun ada bukti kuat yang menunjukkan jika tidak.
Singapura bukanlah negara anggota PBB yang ikut dalam pemungutan suara, tetapi telah terlibat dalam diskusi yang diadakannya.
Negara-negara seperti China, Mesir, Indonesia, Rusia, Sri Lanka, Sudan dan Turki setuju bahwa penerimaan Rekomendasi 5.1 tidak boleh dipandang sebagai dukungan untuk melegalkan ganja atau mengarah pada pelonggaran kontrol atas ganja.
(Serambinews.com/Agus Ramadhan)
Baca juga: Heboh Prostitusi Online Libatkan Siswi SMP di Meulaboh, YARA: Usut Kasusnya dan Tangkap Germonya
Baca juga: Nasib Vina Diputuskan Siang Ini, Kasus Penipuan dan Penggelapan Uang Nasabah Rp 7,115 Miliar
Baca juga: Langsa Digoyang Gempa 4,9 SR, Warga Sempat Panik & Berhamburan ke Jalan, belum Ada Laporan Kerusakan