Investasi Ilegal

Kerugian Masyarakat Capai Rp 92 Triliun Akibat Tawaran Investasi Ilegal Makin Marak

Untuk ciri-ciri fintech ilegal adalah tidak terdaftar di OJK, bunga pinjaman yang tidak jelas, alamat peminjaman tidak jelas dan berganti nama, media

Penulis: Mawaddatul Husna | Editor: Ansari Hasyim
SERAMBI/MAWADDATUL HUSNA
Narasumber dari Direktorat Bina Usaha dan Pelaku Distribusi Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan RI menyampaikan materinya dalam Sosialisasi Pencegahan Investasi Ilegal, di Hotel Hermes Palace, Banda Aceh, Rabu (26/9/2018). 

Laporan Mawaddatul Husna | Banda Aceh

SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH – Penawaran investasi ilegal terhitung sejak 2017 hingga 2020 terus meningkat.

Sehingga hal ini harus menjadi perhatian masyarakat untuk lebih berhati-hati dalam melakukan investasi.

Pada 2017 tercatat ada 79 entitas investasi ilegal, kemudian naik menjadi 106 entitas investasi ilegal dan 404 entitas fintech peer to peer lending ilegal pada 2018.

Selanjutnya pada 2019 tercatat sebanyak 442 entitas investasi ilegal, 68 entitas gadai ilegal, dan 1.493 entitas fintech peer to peer lending ilegal, dan pada 2020 per 3 Juli sudah tercatat sebanyak 160 entitas investasi ilegal, 25 entitas gadai ilegal serta 694 entitas fintech peer to peer lending ilegal.

“Peningkatan berkali ini menjadi alarm bagi kita, karena penawaran investasi ilegal ini bukannya berkurang tapi malah makin meningkat. Sementara data tahun 2020 tersebut masih terus berjalan. Kenapa ini harus hati-hati? Karena pada masa pandemic ini kita semua membutuhkan uang, tidak perduli terdampak Covid atau tidak, pasti kita butuh uang. Para pelaku investasi ilegal melihat ini sebuah peluang,” kata Kasubbag EPK Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Aceh, Moishe Sofian AS saat menjadi pemateri dalam Webinar dengan tema “Melihat Prospek Investasi Saham dan Logam Mulia di Masa Pendemi Covid-19 serta Waspada Investasi”, yang disiarkan langsung melalui Facebook Serambinews.com, Senin (7/12/2020).

Dalam webinar yang dimoderatori Asisten Manager Produksi Harian Serambi Indonesia, Yocerizal ini juga menghadirkan narasumber lainnya yaitu Kepala Bursa Efek Indonesia (BEI) Kantor Perwakilan Aceh, Thasrif Murhadi, dan Vice President PT Pegadaian Syariah Area Aceh, Ferry Hariawan.

Moishe menambahkan korban dari investasi ilegal ini tidak memandang umur, jabatan dan latar belakang pendidikan maupun pekerjaan, sebab cara yang digunakan untuk menggaet korbannya sangat canggih.

Baca juga: KRI Sembilang 850 Selamatkan ABK KM Rizki Biliton yang Tenggelam

Baca juga: Bangunan Baru di Aceh Tamiang Dirobohkan, Tutupi Parit dan Menyatu di Pagar Sekolah

Baca juga: VIDEO Konferensi Pers Terkait Penyerangan Simpatisan Habib Rizieq Shihab di Tol Cikampek

Ia menyebutkan kerugian yang diakibatkan dari investasi ilegal ini dari tahun 2009-2019 lebih kurang Rp 92 triliun. Penyebab utama investasi ilegal yaitu masyarakat mudah tergiur bunga tinggi, masyarakat belum paham investasi, dan pelaku menggunakan tokoh agama, tokoh masyarakat dan selebriti.

Sementara dampak yang ditimbulkan antaranya ketidakpercayaan dan image negative terhadap produk keuangan, menimbulkan potensi instabilitas (korban yang cukup besar), dan mengganggu proses pembangunan.

Dikatakannya, masyarakat juga perlu mengetahui ciri-ciri dari investasi ilegal adalah menjanjikan keuntungan tidak wajar dalam waktu cepat, menjanjikan bonus dari perekrutan anggota baru “member get member”, memanfaatkan tokoh masyarakat, agama public figure, klaim tanpa resiko (free risk), legalitas tidak jelas mencakup tidak memiliki izin, memiliki izin kelembagaan tapi tidak punya izin usaha, memiliki izin kelembagaan dan izin usaha namun melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan izinnya.

Dalam hal ini, ia juga menyampaikan terkait fintech ilegal yang menjadi penyebab utamanya yaitu perkembangan TI, kurangnya pemahaman masyarakat dan kondisi ekonomi nasabah yang tidak ada uang, tidak dipikir matang, penghasilan nasabah tidak cukup.

“Sedangkan dampak yang ditimbulkan pelaku menggunakan data pribadi nasabah, teror, intimidasi, pelecehan sehingga nasabah menjadi tertekan,” sebutnya.

Untuk ciri-ciri fintech ilegal adalah tidak terdaftar di OJK, bunga pinjaman yang tidak jelas, alamat peminjaman tidak jelas dan berganti nama, media yang digunakan pelaku fintech peer to peer lending ilegal tidak hanya menggunakan Google Play Store untuk menawarkan aplikasi, tapi juga link unduh yang disebar melalui SMS atau dicantumkan dalam situs milik pelaku.

“Kemudian penyebaran data pribadi peminjam. Tata cara penagihan yang dilakukan tidak hanya kepada peminjam tapi juga ditagihkan kepada keluarga, rekan kerja hingga atasan. Serta fitnah, ancaman hingga pelecehan seksual dan penagihan sebelum batas waktu,” sebutnya.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved