Nasib Pedagang di Bantaran Kreung Lamnyong, Warkop Miliknya Dirobohkan, Mahyar Jualan di Bawah Tenda
Mahyar memang memiliki seorang anak yang baru berusia delapan bulan. Dari hasil jualan kopi itu lah ia berharap bisa memenuh kebutuhan susu anaknya.
Nasib Pedagang di Bantaran Kreung Lamnyong, Warkop Miliknya Dirobohkan, Mahyar Jualan di Bawah Tenda
Laporan Yocerizal | Banda Aceh
SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH – Mahyar (33) tak bisa berbuat apa-apa saat beko merobohkan warung kopi tempatnya berjualan yang berada di bantaran Krueng Lamnyong, Gampong Rukoh, Banda Aceh, pada 8 Desember 2020 lalu.
Dia hanya berdiri dari jauh, melihat sedih kepingan demi kepingan bangunan kayu tempat usahanya tercabik dihantam bucket (alat keruk) eskavator. Bangunan tempat ia menyandarkan hidupnya selama ini.
“Sedih lihatnya bang. Tapi yang mau bagaimana, saya nggak bisa berbuat apa-apa,” katanya kepada Serambinews.com, Senin (21/12/2020).
Mahyar mengaku telah berjualan di bantaran Krueng Lamnyong itu sejak tahun 2017. Statusnya sebagai pengelola, karena warung kopi itu sebenarnya milik orang lain.

Tetapi meski sebagai pengelola, Mahyar telah mengganggap warung kopi itu seperti miliknya sendiri, karena memang dari situlah ia bisa menghidupi keluarga kecilnya.
Sebelum menikah, Mahyar bahkan selalu tidur di warung kopi. Belakangan ketika sudah berkeluarga, ia tinggal di rumah sewa di kawasan Darussalam, tak jauh dari lokasi tempat ia berjualan.
Baca juga: Kisah Jurnalis Serambi Indonesia, Ketika Pagi yang Hening Bumi Bergoyang Hebat (1)
Baca juga: Kisah Jurnalis Serambi Indonesia Dikejar Gelombang Hitam Bergemuruh (2)
Baca juga: Kisah Jurnalis Serambi Indonesia, Menyaksikan Daratan jadi Lautan dan Cerita Aneh Si Pus (3-Habis)
Mahyar juga lah yang merintis usaha warung kopi itu dari nol, hingga akhirnya ia memiliki pelanggan tetap, yang meski tak banyak, tetapi mampu menutupi biaya operasional dan kebutuhan rumah tangganya sehari-hari.
Surat peringatan
Mahyar tak ingat persis, tetapi ia perkirakan sekitar bulan September 2020, datang sepucut surat dari Pemko Banda Aceh yang isinya memberitahukan bahwa akan dilakukan penataan di bantaran Krueng Lamnyong.
“Penataan itu dilakukan dalam rangka persiapan PON (Pekan Olahraga Nasional) yang akan dilakukan mulai 2022. Tidak ada perintah bongkar,” ucapnya.
Karena itu, Mahyar pun tidak terlalu merisaukan masalah itu, apalagi perhelatan PON juga masih lama. Ia tetap berjualan seperti biasa.
Baca juga: 16 Tahun Tsunami Aceh | Kisah Anak Pedagang Bakso Hidup Sebatang Kara
Baca juga: Kilas Balik Tsunami Aceh 2004 - Tong Sampah Selamatkan Dihra Dari Ganasnya Tsunami
Baca juga: VIDEO Kisah Delisa Selamat dari Gempa dan Gelombang Tsunami Aceh 2004
Ia sadar betul bahwa lokasi bantaran Krueng Lamnyong itu merupakan milik Negara. Pihaknya hanya sebagai pemanfaat lahan yang sifatnya hanya sementara.
Namun sekitar pertengahan bulan November, tiba-tiba ia menerima surat peringatan (SP). Tak main-main, ia langsung menerima SP3.
Surat itu memerintahkan agar seluruh bangunan dibongkar. Mahyar terhenyak. Dia kebingungan tak tahu harus berbuat apa.
Meski statusnya hanya sebagai pengelola dengan memanfaatkan tanah Negara, tetapi keputusan membongkar tempat usahanya benar-benar di luar dugaan.

Apalagi kondisi ekonomi saat itu juga sedang lesu-lesunya, akibat terdampak pandemi Covid-19.
Serambinews.com ketika itu sempat beberapa kali berkunjung ke warung kopi miliknya dan mendapati Mahyar dalam kebingungan.
Ia duduk sendiri, termenung, larut dalam pikirannya. Padahal biasanya ia selalu ceria dan aktif melayani setiap pelanggan yang datang.
“Bantu saya bang, bagaimana caranya agar jangan dibongkar dulu,” pintanya memelas ketika itu.
Mahyar mengaku tidak tahu harus berbuat apa lagi. Ia tidak sanggup membongkar tempat usahanya itu karena tidak ada uang. Selain itu dia juga tidak tahu harus berjualan dimana.
“Sedang covid begini jualan saya nggak laku, dari mana saya dapat uang untuk bongkar dan sewa tempat lain,” keluhnya.
Baca juga: Viral, Kamera Google Maps Tangkap Foto Sosok Mengerikan di Balik Jendela Rumah, Apa Itu?
Baca juga: Dua Lagu Rafly yang Viral Saat Tsunami Aceh Tahun 2004, Ini Kisah di Baliknya
Baca juga: Kisah Fotografer Serambi Indonesia, Rekam Bencana Tsunami Aceh Hingga Nyaris Lupa Anak Istri
Akhirnya hal yang ditakutkan itu pun terjadi. Selasa, 8 Desember 2020, datang tim terpadu yang terdiri jajaran TNI, Polri, dan Satpol PP-WH bersama alat berat eskavator.
Bangunan warung kopi itu akhirnya rata dengan tanah. Mahyar dibantu beberapa teman yang juga pelanggan setianya hanya bisa mencari barang tersisa dibalik puing-puing yang berserakan.
“Apa boleh buat, sudah habis semuanya. Seharusnya pemerintah memberikan waktu yang agak longgar kepada kami, sebab kondisi ekonomi saat ini sedang sulit,” keluhnya ketika itu.

Jualan di bawah tenda
Lalu apa yang dilakukan Mahyar saat ini? Pria tersebut ternyata tetap nekat berjualan di bantaran Krueng Lamnyong. Tetapi bukan lagi di warung kopi, melainkan di bawah tenda plastik yang diikat seadanya.
Saat hujan turun, tempias hujan akan ikut membasahi pelanggan di bawahnya, dan saat angin kencang berhembus, angin akan langsung menerpa tubuh orang-orang di bawah tenda.
Begitu pun, setiap malam selalu saja ada pelanggan yang datang minum kopi sekedar untuk membantu meringankan beban Mahyar.
Mahyar sendiri mengaku tidak memiliki pilihan lain selain berjualan di tempat semula, walau dengan kondisi seadanya.
Mahyar tak berani berandai jika nanti petugas kembali datang membongkar tenda plastiknya serta melarang dirinya berjualan. Yang pasti, dia harus berjualan agar dapur rumahnya tetap berasap.
Baca juga: Ledakan Bom Mobil Guncang Kota Nashville, AS, Tiga Orang Terluka
Baca juga: Mohamed Salah Dikritik Netizen Unggah Foto Rayakan Natal, Pemain Muslim Ini Dipuji Rayakan Natal
Baca juga: VIDEO - VIRAL Pria Berwajah Mirip Jokowi, Namanya Imron Gondrong
“Kalau saya tidak jualan, anak saya mau makan apa nanti bang? Hanya dari jualan ini saya menghidupi keluarga,” ujar Mahyar.
Mahyar memang memiliki seorang anak yang baru berusia delapan bulan. Ia menikah sekitar setahun lalu. Dari hasil jualan kopi itu lah ia berharap bisa memenuh kebutuhan susu untuk anaknya.(*)
