Kupi Beungoh
Qanun LKS Harga Mati, Oleh-oleh dari Talk Show Lembaga Keuangan Syariah bersama Ustaz Abdul Somad
Tanpa perlu diuraikan satu-persatu, dapat juga disimpulkan bahwa keberadaan sistem konvensional merupakan salah satu sebab terjadinya kemiskinan
Oleh Muhammad Fadhil Rahmi Lc MA*)
Pasal 155 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, Pasal 21 Ayat (1) Qanun Aceh Nomor 8 Tahun 2014 tentang Pokok-Pokok Syariat Islam, dan Pasal 2 Qanun Aceh Nomor 11 Tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah secara kolektif mengamanahkan bahwa perbaikan perekonomian Aceh haruslah dibangun atas fondasi keislaman dan keimanan.
Puluhan tahun keberadaan lembaga keuangan konvensional terbukti belum mampu mensejahterakan masyarakat Aceh.
Tanpa perlu diuraikan satu-persatu, dapat juga disimpulkan bahwa keberadaan sistem konvensional merupakan salah satu sebab terjadinya kemiskinan.
Qanun Lembaga Keuangan Syariah (LKS) hadir untuk membalikkan trend tersebut.
Pembiayaan yang terarah dan terbina dengan baik akan banyak menyasar sektor UMKM.
Pemberian pelayanan kepada masyarakat menengah juga akan menjadi lebih rasional dengan tujuan umum untuk mengurangi porsi masyarakat penghutang.
Diharapkan, Qanun LKS akan membatasi kesewenangan dan keganasan sistem riba yang selama ini mendera masyarakat.
Oleh sebab itu pemberlakuan Qanun LKS tidak boleh ditunda.
Baca juga: Ustaz Abdul Somad Tiga Hari Berada di Aceh, Berdoa di Kuburan Massal dan Bertemu Habib Muhammad
Baca juga: Gubernur Belum Bersikap Soal Batas Waktu Penerapan Qanun LKS
Adapun permasalahan yang mencuat di media selama ini adalah bersifat teknis, umumnya disebabkan oleh masa transisi proses konversi, pengalihan aset, dan pembuatan produk baru.
Dengan izin Allah semua permasalahan ini kita harapkan akan selesai pada waktunya.
Tidak logis jika qanun harus direvisi atau ditunda pemberlakuannya hanya demi kepentingan segelintir pihak yang enggan memilih produk syariah dan telah nyaman dengan apa yang mereka lakukan selama ini.
Sesuai qaedah fiqhiyyah, apa yg dapat diterapkan sebahagiannya, jangan sampai ditinggalkan seluruhnya.
Kita harus memulai, harus siap dengan harapan semakin baik kedepan.
Optimisme ini bukan isapan jempol belaka, karena sebab-sebab berikut.
Pertama, Aceh masih punya satu tahun lagi untuk membuktikan apakah dunia LKS akan mampu menghadirkan semua produk yang diinginkan para pengusaha.
Kalaupun pada akhirnya tetap akan ada kendala, keputusan perpanjangan keberadaan sistem konvensional atau perubahan qanun bukan diputuskan sekarang, tetapi berdasarkan hasil assessment di akhir tahun 2021 menjelang masa pemberlakuan Qanun LKS.
Kedua, fakta sekarang adalah seluruh lembaga keuangan di Aceh sudah mengambil sikap tegas untuk mengkonversi lembaga mereka menjadi syariah dan proses tersebut sudah hampir rampung hampir pada semua bank.
Ini artinya, semua bank di Aceh sangat antusias terhadap potensi permberlakuan Qanun LKS di Aceh tanpa sedikitpun bantahan dan keraguan.
Sikap ini harus diapresiasi oleh rakyat Aceh.
Di sisi lain, sikap yang telah diambil dengan tegas oleh perbakan tersebut tidak mungkin dihentikan karena proses konversi sangat memerlukan effort dan biaya yang besar dan adalah menjadi prioritas semua lembaga keuangan untuk tidak berlama-lama dalam kondisi tersebut.
Baca juga: Sebut ada Provokasi, Anggota DPRA Minta Pemerintah Aceh Serius Jalankan Qanun LKS
Baca juga: Kemana, jika ingin bertanya tentang Qanun LKS?
Ketiga, pembangunan ekonomi syariah dan realisasi program-program terkait adalah kepentingan nasional bukan hanya Aceh saja.
Hal ini dibuktikan dengan dibentuknya KNEKS (Komite Nasional Ekonomi dan KeuanganSyariah) yang lagsung berada di bawah kendali presiden atau wakil presiden.
Qanun LKS banyak dinilai banyak dinilai berbagai kalangan di tingkat nasional sebagai pilot project yang mesti didukung sekuat tenaga untuk mendongkrak penambahan aset ekonomi syariah secara nasional.
Keempat, Pemerintah Pusat sudah mengumumkan tentang mergingnya beberapa bank syariah BUMN efektif mulai Februari 2021.
Ini akan menaikkan taraf lembaga keuangan syariah di Indonesia ke tempat yang lebih tinggi yang memungkinkan terjadinya penggabungan produk-produk syariah unggulan, dan juga pembuatan produk baru sesuai keperluan pengusaha di Aceh, yang dimungkinkan secara regulasi.
Kelima, masyarakat Aceh, melalui Pemerintah Aceh, DPRA, Ulama, akademisi, dan praktisi, telah memilih untuk menjalankan apa yang menjadi perintah agama mereka.
Baca juga: Ustadz Abdul Somad Dukung Qanun Lembaga Keuangan Syariah Aceh, Ini Pernyataan Sikap & Dukungan Tokoh
Tidak ada yang dapat mencegah keinginan ini, kecuali rakyat Aceh sendiri.
Sebagai kesimpulan, tidak ada lagi celah bagi Aceh untuk kembali ke belakang.
Ini adalah kesempatan bagi kita untuk membuktikan bahwa agama Allah, sebagaimana disebutkan dalam Alquran, adalah benar-benar agama yang tinggi dan tidak ada yang lebih tinggi darinya, baik di tataran konsep maupun realita.
*) PENULIS adalah mantan ketua Ikatan Alumni Timur Tengah (IKAT) Aceh dan Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI asal Aceh.
KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.