Berita Aceh Tenggara
Jelang Akhir Tahun, MaTA Mempertanyakan Kasus Muara Situlen - Gelombang
Masyarakat Transparan Aceh (MaTA) mempertanyakan penanganan kasus dugaan korupsi pekerjaan jalan Muara Situlen-Gelombang tahun 2018 sebesar Rp 11,6..
Penulis: Asnawi Luwi | Editor: Jalimin
Salah satu modus operandinya adalah dengan adanya pemindahan lokasi badan jalan atas proyek ke lokasi baru secara terpisah-pisah dan diduga berada masuk dalam kawasan hutan tanpa Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH).
Bahkan berdasarkan fakta temuan diketahui dilaksanakan oleh pihak ketiga diduga (subkontrak) dengan tujuan untuk kepentingan memperoleh fee dan tidak sesuai dengan aturan yang berlaku dan dimana waktu pengerjaan diketahui telah melampaui batas waktu pelaksanaan sebagaimana tertuang dalam dokumen kontrak.
Berdasarkan hasil audit pemeriksaan oleh BPK-RI terhadap pembangunan jalan Muara Situlen-Gelombang dengan Nomor : 9.C/LHP/XVIII.BAC/05/2019 tertanggal 20 Mei 2019 atas laporan hasil keuangan APBA tahun anggaran 2018, ditemukan adanya fakta dugaan dan kesengajaan dalam pembangunan untuk memperoleh keuntungan secara besar yaitu dengan mengurangi volume atas pekerjaan lapisan pondasi agregat kelas A pada badan jalan.
Pekerjaan peningkatan jalan Muara Situlen-Gelombang ini dilaksanakan dan dimenangkan oleh PT Putra Aceh Kontruksi dan berdasarkan Surat Perjanjian Pelaksaan Pekerjaan Nomor 12-AC/UPTD V/PUPR/APBA/2018 tanggal 16 Agustus 2018 dengan nilai kontrak sebesar Rp 11.687.817.000 dengan jangka waktu pelaksanaan pekerjaan selama 120 hari kelender dimulai dari tanggal 16 Agustus sampai 13 Desember 2018, dan bardasarkan fakta diketahui bahwa pekerjaan ini sudah diserahterimakan berdasarkan BAST Nomor BA.STP/UPTD V/394.d/PUPR/XII/2018 tanggal 13 Desember 2018 dan telah dibayar lunas.
Baca juga: GeRAK Surati Permintaan Supervisi Korupsi Jalan Muara Situlen–Gelombang ke KPK-RI,Ini Kata Askhalani
Dalam pelaksanaan kontrak ditemukan adanya fakta dua kali terjadi perubahan sesuai dengan addendum masing-masing nomor 12.1-AC/UPTD/PUPR/APBA/2018 tanggal 19 Oktober 2018 dan 12.2-AC/UPTD/PUPR/APBA/2018 tanggal 7 Desember 2018 masing-masing menetapkan tambahan kurang volume pekerjaan.
Berdasarkan hasil kajian terhadap bukti dokumen kontrak pekerjaan peningkatan jalan Muara Situlen – Gelombang diketahui bahwa salah satu item pekerjaan adalah pekerjaan perkerasan berbutir yakni lapis pondasi agregrat kelas A pada ruang jalan Muara Situlen–Gelombang dengan volume sebesar 337,50 m3 dengan harga satuan sebesar Rp 707.211 atau senilai Rp 238.683.712,50.
Pekerjaan lapis pondasi agregrat kelas A tersebut merupakan volume atas pekerjaan badan jalan dengan lebar 4,5 meter sepanjang 500 meter dengan tebal 15 sentimeter atau sebesar 337,50 meter kubik.
Berdasarkan hasil kajian dan temuan di lapangan diketahui bahwa tim BPK-RI bersama dengan PPTK, pihak konsultan pengawas dan pihak penyedia jasa diketahui bahwa ditemukan adanya kekurangan volume atas pekerjaan lapis pondasi agregat kelas A pada badan jalan.
Berdasarkan hasil pengujian test spit di lapangan diketahui bahwa pekerjaan lapis pondasi pada badan jalan memiliki tebal rata-rata 7 cm, sehingga terdapat selisih atas perhitungan volume aggregat kelas A sebesar 180,00 m3 (0,08 m x 500 m x 4,5 m) atau senilai Rp127.297.980,00 (180,00 m3 x Rp707.211,00).
Selain itu, berdasarkan hasil fakta lapangan selain ditemukan adanya pelanggaran hukum terhadap pengurangan volume perkerjaan yang berpotensi merugikan keuangan negara, hal lainnya juga ditemukan adanya pekerjaan sub kontrak kepada pihak lain untuk mengerjakan pekerjaan, pengurukan material galian C ilegal dan sama sekali tidak melalui proses administrasi.
Selain itu, adanya potensi pemindahan lokasi jalan yang seharusnya dilakukan pembangunan dari sejak awal tapi kemudian dipindahkan pada objek lain yang bertujuan untuk memperoleh keuntungan besar karena material galian C yang dipakai adalah galian ilegal yang berada pada jalur dan masuk kawasan hutan lindung atau bentang alam Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL).
Baca juga: Sistem Shift Buka Peluang Siswa Bolos Sekolah, Disdik Minta Kepsek dan Guru Disiplin
Berdasarkan fakta-fakta hukum diatas, dapat disimpulkan adanya beberapa hal yang menjadi fokus tentang modus operandi dalam perkara pembangunan jalan Muara Situlen- Gelombang diantaranya yakni, adanya dugaan dan potensi pemindahan titik lokasi jalan yang dilakukan secara terencana dengan melibatkan pejabat tinggi di Agara, dengan tujuan jalan penghubung ini dapat memudahkan mendapat material galian C yang akan dipakai sebagai bahan pembangunan jalan, dan lokasi ini sendiri berada dalam kawasan hutan dan tidak memiliki izin galian (ilegal).
Adanya dugaan sub kontrak pekerjaan dari perusahaan pemenang tender kepada pihak ke 3 dan lainnya, kegiatan sub kontrak ini dilakukan kepada perusahaan yang dapat diduga memiliki konflik kepentingan dengan pejabat publik di daerah, kepantingan sub kontrak ini berpengaruh pada proses pembangunan jalan dan ini dibuktikan dari hasil temuan audit BPK-RI yang menemukan adanya dugaan korupsi terencana pada pembangunan jalan yaitu dengan mengurangi kualitas dan kuantitas proyek jalan.
Hasil audit BPK-RI menemukan potensi korupsi terencana dan terstruktur yaitu ditemukan adanya kekurangan volume atas pekerjaan lapis pondasi agregat kelas A pada badan jalan, dan berdasarkan hasil pengujian test spit dilapangan diketahui bahwa pekerjaan lapis pondasi pada badan jalan memiliki tebal rata-rata 7 cm, sehingga terdapat selisih atas perhitungan volume aggregat kelas A sebesar 180,00 m3 (0,08 m x 500 m x 4,5 m) atau senilai Rp127.297.980,00 (180,00 m3 x Rp707.211,00).
Dan merujuk pada hasil audit ini dapat diduga hal yang sama terjadi pada pembangunan jalan lain di kawasan Aceh Tenggara dan Subulussalam karena pembagunan jalan ini meliputi wilayah situlen dan gelombang dengan jumlah total anggaran yang dilakukan bervariasi dan dianggarkan setiap tahun oleh Pemerintah Aceh dan bersumber dari dana Otonomi Khusus (Otsus).