Sri Mulyani Pungut Pajak Jualan Pulsa, Kartu Perdana hingga Token Listrik Mulai 1 Februari 2021

Menteri Keuangan Sri Mulyani akan mengenakan Pajak Penjualan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) dari penjualan pulsa, kartu perdana, token

Editor: Faisal Zamzami
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Menteri Keuangan Sri Mulyani 

SERAMBINEWS.COM, JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani akan mengenakan Pajak Penjualan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) dari penjualan pulsa, kartu perdana, token, dan vocher mulai 1 Februari 2021.

Keputusan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 6/PMK.03/2021 tentang Penghitungan dan Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Serta Pajak Penghasilan (PPh) atas Penyerahan/Penghasilan Sehubungan Dengan Penjualan Pulsa, Kartu Perdana, Token, dan Voucer.

 Dalam Pasal 13 ayat 1 beleid yang diteken Sri Mulyani pada 22 Januari 2021, besaran pajak dihitung dengan mengalikan tarif PPn 10 persen dengan dasar pengenaan pajak.

Adapun pulsa tersebut meliputi pulsa prabayar, kartu perdana, voucher fisik dan elektronik.

Sementara token dimaksud adalah token listrik. 

Untuk voucher meliputi voucher belanja (gift voucher), voucher aplikasi atau konten daring, termasuk voucher permainan daring (online game).

Sri Mulyani dalam pertimbangan PMK tersebut menyatakan kebijakan tersebut dibuat dalam rangka memberikan kepastian hukum.

Selain itu, beleid itu juga diterbitkan untuk menyederhanakan administrasi.

"Dan mekanisme pemungutan PPn atas penyerahan pulsa oleh penyelenggara distribusi pulsa," katanya seperti dikutip dari beleid itu, Jumat (29/1/2021).

Sri Mulyani Ingin Pajak Digital Mulai Berlaku 2022

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati berharap pada tahun 2022 mendatang aturan pajak digital sudah bisa diberlakukan.

Dengan demikian, tahun ini konsensus pajak digital pilar I dan II harus bisa disepakati oleh negara-negara di seluruh dunia.

Sri Mulyani mengatakan, konsensus pajak digital pilar I dan II menjadi penting untuk disepakati lantaran sejak tahun 2020 lalu, dunia menghadapi pandemi yang menekan pendapatan negara.

Kesepakatan yang gagal dicapai pun menyebabkan potensi penerimaan pajak yang seharusnya bisa didapatkan oleh negara-negara berkembang pun kian tergerus.

"Banyak hal yang masih menjadi pembahasan tahun lalu, akan mencapai kesepakatan tahun 2021 ini. Kesepakatan (terkait pajak digital) diharapkan bisa dicapai dan tahun 2022 akan lebih fokus pada penerapan," ujar Sri Mulyani dalam webinar OECD, Kamis (28/1/2021) malam.

Halaman
12
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved