Berita Banda Aceh
Pengamat Ingatkan DPRA tidak Konfrontatif Dalam Menanggapi Isu Pilkada
"Jangan Konfrontatif dalam isu ini, tapi DPRA harus kooperatif. Kita biasa-biasa saja. Kebijakan strategi harus kita tempuh, koordinasi, dan lobi,"
Penulis: Subur Dani | Editor: Nurul Hayati
"Jangan Konfrontatif dalam isu ini, tapi DPRA harus kooperatif. Kita biasa-biasa saja. Kebijakan strategi harus kita tempuh, koordinasi, dan lobi," kata Mawardi secara khusus kepada Serambinews.com, Senin (1/2/2021).
Laporan Subur Dani | Banda Aceh
SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Pengamat Hukum dan Pemerintahan, Mawardi Ismail menanggapi pernyataan Ketua DPRA, Dahlan Djamaluddin yang menyebutkan legislatif Aceh tidak perlu merespon dinamika yang terjadi dalam pembahasan RUU Pemilu di pusat, karena Aceh memiliki regulasi sendiri yang mengatur tentang pelaksanaan pilkada.
Menanggapi pernyataan itu, Mawardi yang dimintai pendapatnya, meminta DPRA tidak perlu konfrontatif dalam merespons isu polemik pelaksanaan pilkada yang sedang digodok dalam RUU Pemilu dan menjadi polemik akhir-akhir ini.
"Jangan Konfrontatif dalam isu ini, tapi DPRA harus kooperatif. Kita biasa-biasa saja. Kebijakan strategi harus kita tempuh, koordinasi, dan lobi," kata Mawardi secara khusus kepada Serambinews.com, Senin (1/2/2021).
Secara regulasi, kata Mawardi, sebenarnya tidak ada alasan bagi Pemerintah Pusat untuk tidak mengizinkan Aceh melaksanakan pilkada di tahun 2022.
Karena secara regulasi, pilkada Aceh diatur dalam Undang-undang Nomor 11 tahun 2006. Namun, karena RUU Pemilu sedang dibahas, tentu untuk itu perlu koordinasi yang harus dilakukan oleh Pemerintah Aceh baik eksekutif dan legislatif dengan pusat.
Selama belum ada kebijakan baru yang tegas, kata Mawardi, Aceh tetap berpedoman pada regulasi yang ada.
Baca juga: Ditlantas Polda Aceh Sosialisasi Pencegahan Kecelakaan Lalu Lintas di SMA 3 Banda Aceh
"Pilkada di Aceh diatur dalam UU Nomor 11 tahun 2006. Aceh dapat pengecualian. Jangan tegang-tegang lah, ini hanya perlu koordinasi lebih lanjut dengan komisi II DPR RI dan KPU RI," kata Mawardi.
Peluang koordinasi katanya, harus dimanfaatkan semaksimal mungkin agar Pilkada Aceh 2022 bisa dilaksanakan.
"Kita punya regulasi dan argumentasi untuk menyatakan kepada pusat bahwa Aceh berkepentingan dan Aceh berhak melaksanakan pilkada 2022. Ini bisa disampaikan dengan baik, dengan bahasa santun," kata Mawardi.
Terkait pernyataan Ketua DPRA yang menyebutkan Aceh khususnya legislatif tidak perlu ikut dalam polemik pembahasan RUU Pemilu, menurut Mawardi ini tidaklah tepat.
"Tidak perlu melibatkan diri, itu tak baik juga karena KIP bagian dri KPU. Kalau misalnya diputuskan pilkada serentak untuk semua dilaksanakan pada 2024, lalu KIP tetap menggelar 2022 di Aceh, ini bisa bermasalah nanti. Makanya ini perlu koordinasi, bukan tidak melibatkan diri dalam polemik, tapi jalur koordinasi dan lobi harus dilakukan dengan maksimal," ujar Mawardi.
Mawardi sendiri secara pribadi berharap, pilkada Aceh tetap bisa digelar pada 2022.
Alasannya, menurut dosen senior Universitas Syiah Kuala (USK) itu karena alasan regulasi dan argumentasi.
"Regulasinya tentu UUPA. Argumentasinya, jika tidak dilaksanakan di 2022, akan banyak ruginya untuk Aceh. Kita akan punya pejabat terlalu lama dan mereka tidak bisa menjalankan pemerintahan yang optimal," demikian Mawardi. (*)
Baca juga: Ratusan Personel TNI-POLRI Kawal Vaksinasi Covid-19 di Bireuen