Akhir Kisah Kerajaan Hindu Terakhir di Dunia, Putra Mahkota Bantai Keluarga
Nepal menjadi kerajaan Hindu terakhir di dunia, yang runtuh di abad ke-21. Kisah runtuhnya kerajaan ini terbilang memilukan.
Sang putra mahkota yang digambarkan memiliki amarah besar tersebut kemudian dikabarkan mendobrak pintu ketika dia mendengar bahwa peran masa depannya sebagai raja sekarang akan berkurang.
"Dia semacam karakter ganda. Di luar, dia sangat lembut, sangat disukai semua orang," kata Letjen Vivek Kumar Shah, seorang ajudan kamp di istana kerajaan selama 26 tahun yang mengenal Putra Mahkota Dipendra sejak kecil.
"Tapi di dalam, dari awal - mungkin, dia tidak mendapatkan cinta yang seharusnya dia miliki sebagai seorang anak. Itulah keyakinan saya," kata Shah.
• Pendaftaran CPNS 2021 Segera Dibuka, Jumlah yang Diterima Lebih Banyak dari 2019
Ia memiliki sifat sadis. Ia suka membakar kucing atau tikus. Ia akan menyukainya.
Dipendra juga menyukai senjata. Shah mengatakan Putra Mahkota memiliki banyak pilihan di kamar tidurnya.
"Dia punya MP5, senapan mesin ringan. Dia punya komando M16, senapan mesin ringan lagi. Dan kemudian, dia punya senapan berburu, pistol, sebut saja," kata Shah, seperti dilansir pri.org.
Namun, hal itu juga pada dasarnya selaras dengan tradisi keluarga kerajaan untuk membawa senjata, termasuk raja.
Putra Mahkota juga dikenal suka ke pub dan sering berpesta, serta bernyanyi dan menari dengan teman-temannya
Dia ingin menikahi Devyani Rana, seorang gadis yang ditemuinya di Inggris, namun tidak disetujui oleh keluarga kerajaan dengan alasan memiliki kasta yang sedikit lebih rendah.
Jika sampai nekat menikahi wanita pujaannya tersebut, maka takhta yang begitu dia idam-idamkan harus rela diserahkan kepada orang lain.
Kembali ke masalah sistem pemerintahan yang bergeser dari monarki absolut ke demokrasi, pertentangan yang hebat terjadi di dalam lingkaran dekat istana.
Sangat banyak pihak keluarga kerajaan yang menentang keputusan sang raja, termasuk putra mahkota.
"Dia percaya pada peran konstitusional untuk monarki, bukan kediktatoran. Tapi saudaranya, yang kemudian menjadi raja, dan putranya sendiri, Putra Mahkota, sama sekali tidak setuju. Mereka merasa negara akan menjadi milik anjing," papar Kunda Dixit, penerbit surat kabar Nepali Times.
Apalagi, pertentangan atara partai-partai berkuasa pun berlangsung sangat sengit hingga memicu perang saudara pada 1996.
Hingga akhirnya peristiwa tragis pun terjadi pada 1 Juni 2001.