Kisah Nyata

32 Tahun Terpisah, Hamzah Bertemu Keluarganya karena Google Maps, Sempat Mengira Hilang Saat Tsunami

Hamzah (61) meninggalkan keluarganya di Uleelheu pada tahun 1989 untuk merantau ke Bukittinggi, Sumatera Barat.

Penulis: Zainal Arifin M Nur | Editor: Amirullah
SERAMBINEWS.COM/ZAINAL ARIFIN
Hamzah (61) (kanan) dan adiknya Zulfikar (kiri) ditemui Serambinews.com, di Lhokseudu, Aceh Besar, Kamis (18/2/2021) pagi. 

Dari teminal Batoh, Zulfikar membonceng sang abang ke rumahnya di Lhokseudu, Aceh Besar.

Isak tangis kembali pecah ketika Hamzah dan Zulfikar tiba di Lhokseudu.

Di desa wisata ini, Hamzah bertemu adik lainnya, yaitu Iskandar dan Safaruddin.

Seperti halnya Hamzah dan Zulfikar, Iskandar dan Safaruddin juga sudah berkeluarga.

“Satu adik lagi, yaitu Khairuddin atau Buyung belum jumpa. Dia tinggal dan bekerja di Banda Aceh. Tapi dia sudah tahu saya pulang,” ujar Hamzah.

Baca juga: Gaji Tak Dibayar, ART Makan Sisa Sampah Karena Kelaparan dan Lompat dari Lantai 2 Rumah Majikan

Baca juga: Motif Pembunuhan Ibu dan Anak Terungkap, Dipicu Dendam & Utang Piutang, Pelaku Terancam Hukuman Mati

Baca juga: Bocoran One Piece chapter 1005: Zoro & Kekuatannya Bakal Lampaui Kaido, Sosok Misterius Akan Muncul

Hilang Kontak Sejak 1989

Ditemui Serambinews.com di Lhokseudu, Hamzah bercerita dia terakhir kali bertemu dengan keluarganya pada tahun 1989.

Saat itu, keluarga Hamzah tinggal di Uleelheue, di kawasan yang kini telah menjadi kompleks kuburan massal syuhada tsunami.

Saat ditinggalkan Hamzah, keluarga mereka masih lengkap yaitu ayah Hasballah dan sang bunda Zuraida.
Hamzah adalah anak tertua dalam keluarga itu.

Baca juga: Proyek Kilang Minyak Tuban Bikin Warga Jadi Kaya Mendadak, Dulunya Sempat Ditolak, Ini Alasannya

Ia punya empat adik laki-laki dan satu adik perempuan, yaitu Nur Azizah, Iskandar (saat ini tinggal di Lhoong), Khairuddin alias Buyung (tinggal di Banda Aceh), serta Safaruddin dan Zulfikar (tinggal di Lhokseudu).

Sebagai anak sulung, Hamzah menjadi harapan untuk membantu ayah mencari nafkah.

Karenanya, sejak remaja Hamzah telah bekerja sebagai sopir truk.

Pria kelahir Bireuen bulan April 1958 ini bercerita, saat lajang dulu, sekitar tahun 1978-1980, ia menjadi salah satu sopir truk terlibat dalam proyek pembangunan jalan Banda Aceh - Meulaboh.

Ia juga menjadi sopir truk pemasok material untuk proyek pembangunan PT Semen Andalas Indonesia (sekarang bernama PT Solusi Bangun Indonesia), serta proyek pembangunan Bandara Sultan Iskandar Muda (SIM) Blangbintang.

Pada tahun 1981 atau pada usia 23 tahun, Hamzah menikah dengan dengan Erni, gadis asal Sumatera Barat.

Halaman
123
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved