Berita Banda Aceh
Kepala Bappeda Aceh Bagi Tips Turunkan Angka Kemiskinan, Disampaikan kepada Kepala Bappeda Se-Aceh
Apalagi angka kemiskinan di Aceh pada tahun 2020 lalu meningkat 0,42 persen dibandingkan tahun 2019, yakni dari 15,01 persen menjadi 15,43 persen.
Penulis: Herianto | Editor: Mursal Ismail
Apalagi angka kemiskinan di Aceh pada tahun 2020 lalu meningkat 0,42 persen dibandingkan tahun 2019, yakni dari 15,01 persen menjadi 15,43 persen.
SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Kepala Bappeda Aceh, H T Ahmad Dadek, SH, MH, menyebutkan ada enam strategi untuk menurunkan angka kemiskinan di Aceh.
Apalagi angka kemiskinan di Aceh pada tahun 2020 lalu meningkat 0,42 persen dibandingkan tahun 2019, yakni dari 15,01 persen menjadi 15,43 persen.
Ahmad Dadek menyampaikan strategi ini dalam pidato pengarahannya saat rapat koordinasi penanganan penurunan angka kemiskinan Aceh 2021 di ruang kerjanya, Jumat (19/2/2021).
Rapat ini diikuti secara virtual oleh Kepala Bappeda 23 kabupaten/kota se-Aceh.
“Keenam strategi itu adalah menekan pengeluran masyarakat, meningkatkan pendapatan, meningkatkan SDM, meningkatkan transaksi ekonomi.
Kemudian menjaga stabilitas harga pangan dan cepat tangani dampak bencana alam,“ kata Ahmad Dadek.
Baca juga: Mantan Datok Penghulu Ditangkap, Kasus Dugaan Korupsi Dana Desa Rp 139 Juta
Baca juga: Bertambah 32 Kasus, Total Positif Covid-19 Aceh Capai 9.435 Orang
Baca juga: Sebagian NIK Warga Bireuen tidak Online Saat Diperlukan, Ini Permasalahannya
Dadek menjelaskan pengeluaran masyarakat perlu ditekan agar mereka tak boros membelanjakan pendapatannya yang masih rendah, sehingga membuat dirinya jadi tetap miskin.
Misalnya seorang pecandu rokok, hanya punya penghasilan Rp 50.000 – Rp 75.000/hari.
Sementara harga rokok paling rendah saat ini berkisar Rp 15.000 – Rp 20.000/bungkus. Jika dalam sehari ia merokok hingga dua bungkus, berarti uang yang dikeluarkan untuk beli rokok Rp 40.000/hari.
“ Dengan penghasilan per hari Rp 50.000 – Rp 75.000 tadi, penghasilan yang bisa dibawa pulang untuk pemenuhan kebutuhan keluarganya tinggal Rp 10.000 – Rp 35.000/hari.
Dengan sisa uang Rp 35.000/hari itu, ia akan tetap menjadi keluarga miskin yang permanen," kata Ahmad Dadek.
Oleh karena itu, Ahmad Dadek, meminta keuchik, camat, kadis sosial, hingga kepala bappeda di daerah masing-masing mendata orang berprilaku seperti itu.
Kemudian mereka diberikan nasihat agar mengurangi perilaku kurang sehatnya tersebut secara bertahap.
"Yaitu agar yang bersangkutan mengurangi belanja rokok yang bisa membuatnya selalu tetap miskin, jika masih tetap berpenghasilan senilai itu per harinya," kata Ahmad Dadek.
Selain itu, kata Dadek pendapatan masyarakat miskin dan SDM-nya juga harus meningkat.
Caranya tingkatkan keahliannya dengan melatihnya, sehingga bisa membantu yang bersangkutan meningkatkan pendapatan hariannya guna memenuhi kebutuhan pokok keluarganya.
Cara lain untuk membantu masyarakat miskin dikantong-kantong kemiskinan di sejumlah daerah, kata Dadek, Bappeda Kabupaten/Kota, SKPK teknis, camat, dan keuchik bekerja sama membuat program padat karya.
"Misalnya, pada tahun ini ada rencana membangun jalan dan jembatan desa dengan menggunakan dana desa.
Pekerjaan pembangunan jalan dan jembatan itu, jangan diborongkan, melainkan dipadat karyakan kepada masyarakat desa.
Masyarakat desa yang bekerja digaji secara harian, misalnya Rp 60.000/hari, sehingga masyarakat miskin bisa menambah penghasilannya dari kegiatan padat karya tadi," jelas Ahmad Dadek.
Ahmad Dadek mengatakan ada beberapa cara dilakukan Pemerintah Aceh untuk meningkatkan SDM dalam rangka mengurangi angka kemiskinan.
Antara lain, pemberian dana bantuan pendidikan dan bea siswa bagi anak yatim piatu, anak miskin, agar mereka bisa melanjutkan pendidikan hingga perguruan tinggi.
Kemudian, penduduk miskin diberikan kartu JKA secara gratis, supaya ketika mereka sakit, bisa berobat gratis di Puskesmas dan RSU di daerah masing-masing.
"Ini dilakukan Pemerintah dalam rangka meningkatkan SDM penduduk miskin di Aceh," ujar Ahmad Dadek.
Selanjutnya meningkatkan transaksi ekonomi dan pengendalian stabilitas harga pangan.
Caranya, meningkatkan nilai jual produk petani, nelayan dengan mengolah bahan baku menjadi produk bahan setengah jadi dan siap pakai/konsumsi.
Misalnya petani ubi kayu, ubi jalar dan lainnya, mereka diajarkan cara mengolah baha baku ubi kayu dan ubi jalar untuk berbagai produk makanan kemasan.
Dengan demikian nilai jual produk ubi kayu dan ubi jalarnya jadi meningkat.
"Kalau ubi kayu dan ubi jalar di jual mentah, harganya cuma Rp 6.000 – Rp 10.000 per kilogram.
Tapi setelah diolah menjadi makanan jadi, seperti menjadi keripik, dimasukkan dalam kemasan yang bagus dan menarik, harganya jualnya menjadi lebih tinggi mencapai Rp 40.000 - Rp 60.000 per kilogram," sebut Dadek.
Kemudian Pemerintah di daerah, kata Dadek, perlu menjaga stabilitas harga pangan.
Misalnya pada saat meugang puasa dan lebaran, harga daging sapi/kerbau di pasar daging, bisa mencapai Rp 200.000/Kg.
Untuk membantu orang miskin di desa, pemerintah gampong alokasikan dana desa setiap tahun sekitar Rp 50 juta – Rp 100 juta, untuk beli 3 - 5 ekor sapi.
"Kemudian saat meugang puasa dan lebaran, daging itu dijual kepada warga cukup Rp 100.000 saja per kilogram.
Dengan harga jual senilai itu, masyarakat miskin bisa membeli daging sapi murah.
Hasil penjualan daging sapi/kerbau tadi, dijadikan pendapatan asli gampong, untuk pembelian ternak sapi/kerbau untuk dipotong tahun depan,” ujar Dadek.
Strategi lain untuk mengurangi angka kemiskinan, kata Dadek, jika terjadi bencana alam, Pemkab setempat secepatnya mengatasi, fasilitas umum yang rusak, agar cepat dibangun sehingga kembali normal.
Dengan demikian kegiatan ekonomi masyarakat bisa cepat pulih.
Misalnya ada jembatan yang putus, cepat dibangun jembatan daruratya, begitu juga jika ada waduk dan irigasi yang jebol, cepat laksanakan penanganan daruratnya.
Ahmad Dadek berharap Kepala Bappeda kabupaten/kota dapat menjalankan strategi penanganan kemiskinan ini di daerah masing-masing melalui program yang mirip dilakukan Pemrov Aceh itu.
Seperti diketahui, persentase penduduk miskin di Aceh tahun tahun 2020 tertinggi, yakni Aceh Singkil mencapai 20,78 persen, Gayo Lues 19,32 persen, Pidie 19,23 persen, Pidie Jaya 19,19 persen, Bener Meriah 18,89 persen.
Sedangkan jumlah penduduk miskin terbanyak adalah Aceh Utara 106.410 orang, Pidie 86.390 orang, Bireuen 62.420 orang, Aceh Timur 62.340 orang, dan Aceh Barat 39.060 orang. (*)