Profesor Peraih Penghargaan Antikorupsi yang Diciduk karena Korupsi
SIAPA sangka, Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah diciduk KPK. Ia ditangkap di rumahnya pada Sabtu (27/2/2021) dini hari
Fakta dan Profil Gubernur Sulawesi Selatan
Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel), Nurdin Abdullah yang terjaring dalam operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ternyata merupakan seorang guru besar. Ia juga pernah mendapatkan penghargaan antikorupsi dan segudang prestasi lainnya.
SIAPA sangka, Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah diciduk KPK. Ia ditangkap di rumahnya pada Sabtu (27/2/2021) dini hari. Selain gubernur, KPK juga menangkap beberapa pejabat provinsi dan juga pihak swasta.
Fakta unik, Nurdin ternyata mengantongi banyak penghargaan. Bahkan suami Liestiaty ini pernah menerima Penghargaan Anti Korupsi Bung Hatta (BHACA) tahun 2017.
Nurdin juga mendapatkan penghargaan atas predikat yang didasarkan pada standar pelayanan publik dari Ombudsman Republik Indonesia (ORI) 2017, termasuk Tanda Bintang Jasa Utama Bidang Koperasi dan UKM dari Presiden Joko Widodo pada tahun 2016.
Nurdin Abdullah adalah pria kelahiran 7 Februari 1963 di Pare-Pare, Sulawesi Selatan. Gubernur Sulawesi Selatan ini menikah dengan Liestiaty F Nurdin dan dikarunia 3 anak. Nurdin menjadi gubernur menggantikan Syahrul Yasin Limpo setelah terpilih pada Pilkada 2018.
Pasangan ini diusung Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), dan Partai Amanat Nasional (PAN).
Tidak hanya itu, Gubernur Nurdin Abdullah ternyata juga seorang profesor. Ia merupakan Guru Besar di Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin. Hal ini berdasarkan surat keputusan jabatan guru besar dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) pada 2020. Nurdin juga ikut dalam Dewan Penyantun Politeknik Negeri Makassar.
Minta maaf
Minggu (28/2/2021) kemarin, saat keluar dari Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Jakarta Selatan, Nurdin Abdullah, melontarkan permintaan maaf kepada seluruh masyarakat Sulawesi Selatan atas kasus yang menjeratnya. "Saya (sampaikan) mohon maaf," katanya.
Nurdin mengaku tidak mengetahui sama sekali kegiatan transaksi yang dilakukan Edy Rahmat atas dugaan kasus suap proyek pembangunan dan infrastruktur di Sulawesi Selatan. "Karena memang kemarin itu saya enggak tahu apa-apa. Ternyata Edy itu melakukan transaksi tanpa sepengetahuan saya. Saya tidak tahu, demi Allah demi Allah," ucapnya.
Lebih lanjut, Nurdin juga menyatakan akan menerima dan ikhlas menjalani proses hukum yang menjeratnya."Saya ikhlas menjalani proses hukum, Saya (sampaikan) mohon maaf ini terjadi," ujar Nurdin seraya menuju mobil tahanan KPK.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) langsung menahan Nurdin Abdullah setelah menyatakan yang bersangkutan sebagai tersangka dugaan kasus suap pengadaan proyek infrastruktur.
Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan, orang nomor satu di Sulsel itu ditahan di Rutan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) cabang Pomdam Jaya Guntur. Dalam kasus ini, Komisi Antirasuah juga turut menetapkan dua tersangka lain yang terlibat.
Kedua orang tersebut yakni Edi Rahmat sebagai Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum Tata Ruang (PUTR) Pemprov Sulsel yang juga orang kepercayaan Nurdin. Tidak hanya itu, terdapat nama Agung Sucipto (AS) sebagai Direktur PT Agung Perdana Bulukumba serta kontraktor yang diduga memberikan suap kepada Nurdin.
“Para tersangka saat ini dilakukan penahanan rutan selama 20 hari pertama terhitung sejak tanggal 27 Februari sampai dengan 18 Maret,” ucap Firli.
Sedangkan untuk tersangka Edy, Firli mengatakan pihaknya menahan yang bersangkutan di Rutan KPK cabang Kavling C1. Sementara tersangka Agung Sucipto ditahan di Rutan KPK di Gedung Merah Putih.
“Untuk memutus mata rantai penularan Covid-19 di lingkungan Rutan KPK, para tersangka akan dilakukan isolasi mandiri di Rutan KPK Kavling C1,” tukas Firli.
Pada kasus tersebut, KPK menyita uang tunai sebesar Rp 2 miliar sebagai barang bukti yang diterima Nurdin Abdullah dari tersangka Agung Sucipto yang merupakan Direktur PT Agung Perdana Bulukumba.
Firli Bahuri mengatakan, penyuapan uang tersebut merupakan upaya Agung untuk memuluskan langkahnya dalam mendapatkan kembali pengerjaan proyek infrastruktur di Sulawesi Selatan.
"AS Direktur PT APB telah lama kenal baik dengan NA, berkeinginan mendapatkan beberapa proyek pekerjaan infrastruktur di Sulawesi Selatan Tahun Anggaran 2020-2021," kata Firli.
Lebih lanjut kata Firli, berdasarkan proses penyelidikan, diketahui Agung telah lama menjalin komunikasi dengan Nurdin yang dikenalnya melalui rekomendasi dari tersangka Edi Rahmat.
Diketahui, Edi Rahmat merupakan Sekretaris Dinas PUPR Provinsi Sulawesi Selatan sekaligus orang kepercayaan Nurdin Abdullah. "Dalam beberapa komunikasi tersebut diduga ada tawar menawar fee untuk penentuan masing-masing dari nilai proyek yang nantinya akan dikerjakan oleh Agung di 2021," ungkapnya.
Tidak hanya itu Firli mengatakan, Nurdin juga diduga menerima uang suap dari kontraktor lain pada akhir 2020 sebesar Rp 200 juta. Kemudian, pada awal Februari Nurdin melalui Samsul Bahri yang merupakan ajudannya, menerima uang Rp 2,2 miliar serta Rp 1 miliar pada pertengahan Februari. Kendati demikian Firli tidak memerinci nama dari para kontraktor tersebut selain Agung Sucipto alias AS.(Tribun Network/fik/ris/wly)