Dituntut 4 Tahun Penjara Karena Kasus Suap, Djoko Tjandra: Cuma Urusan Kecil Bukan Perbuatan Jahat
Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra dituntut 4 tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider 6 bulan kurungan.
SERAMBINEWS.COM - Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra dituntut 4 tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider 6 bulan kurungan.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyatakan Djoko Tjandra terbukti melakukan tindak pidana Korupsi berupa suap kepada pejabat penyelenggara negara.
"Menyatakan terdakwa Joko Soegiarto Tjandra terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana Korupsi," kata jaksa membaca surat tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (4/3/2021).
"Menghukum terdakwa dengan pidana penjara selama 4 tahun dan perintah terdakwa ditahan di rumah tahanan, dan denda sejumlah Rp100 juta subsider 6 bulan kurungan," sambungnya.
Sebelum vonis dibacakan, Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra mengaku tidak memiliki beban menghadapi sidang tuntutan dalam kasus dugaan suap pejabat negara terkait pengurusan fatwa Mahkamah Agung.
Sidang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (4/3/2021).
Sesaat sebelum persidangan, Djoko Tjandra mengaku santai.
Sebab ia beralasan tindakan dirinya bukan suatu perbuatan yang merugikan negara.
Menurutnya kasus yang menjeratnya hanya urusan kecil dan jauh dari perbuatan jahat sebagaimana yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
"Santai saja ini tidak ada suatu perbuatan yang merugikan negara, ini cuma urusan kecil, bukan suatu perbuatan jahat," kata Djoko Tjandra yang duduk di kursi peserta sidang, di ruang sidang utama.
Menurutnya dirinya korban penipuan dari janji Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejaksaan Agung RI Pinangki Sirna Malasari dan pihak swasta, Andi Irfan Jaya.
Ia mengatakan ditipu atas iming-iming Pinangki dan Andi Irfan Jaya soal pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) yang disebut bisa menyelesaikan permasalahan hukum dirinya.
Apalagi kata dia, kejadian pembicaraan rencana pengurusan fatwa MA yang ditawarkan Pinangki terjadi diluar negeri, dalam hal ini di kantornya, Kuala Lumpur, Malaysia.
Sehingga kata Djoko Tjandra berdasarkan ketentuan perundang-undangan, maka urusan ini seharusnya tak ada hubungan dengan dalam negeri.
"Orang datang ke Malaysia buat jualan ke Indonesia. Secara undang-undang kejadian di luar negeri, dan mestinya tidak ada hubungan di dalam negeri," ungkap Djoko Tjandra.