Opini
Kompleks Jackie Chan, Spot Wisata yang Terbengkalai
SAYA pernah bertanya pada seorang teman dari luar Banda Aceh. “Jika kawan hendak berwisata ke Banda Aceh, dalam check list tujuan wisata

AMRULLAH BUSTAMAM, Ketua Lembaga Bangun Kutaraja (LBK) dan Dosen Hukum Pidana Fakultas Syariah dan Hukum UIN Ar-Raniry, melaporkan dari Aceh Besar
SAYA pernah bertanya pada seorang teman dari luar Banda Aceh. “Jika kawan hendak berwisata ke Banda Aceh, dalam check list tujuan wisata kawan apa saja yang akan dituju sesampai di Banda? Apakah Masjid Raya Baiturrahman, Museum Tsunami, kapal di atas rumah di Lampulo, atau Kapal PLTD Apung?”
Sejenak kawan tersebut berpikir dan menjawab bahwa semua destinasi wisata yang sata sebutkan itu masuk dalam ‘list’ yang akan ia kunjungi.
Lalu saya tanya lagi, ”Apakah kawan pernah mendengar spot wisata tsunami lain seperti Kompleks Tiongkok atau Kompleks Jackie Chan?”
Ia terdiam dan menggeleng, tanda tidak tahu. Nah, dari sini saya berkesimpulan bahwa sekarang spot wisata yang satu ini sudah terlupakan oleh masyarakat umum. Adapun Kompleks Jackie Chan ini merupakan sebutan lain dari Kompleks Perumahan Tiongkok atau secara umum tertulis sebagai Komplek Rumah Hunian Persahabatan Indonesia-Tiongkok. Nomenklatur ini dapat dibaca pada prasasti yang terletak di sebelah kiri pintu gerbang masuk kompleks dan telah diteken pada tanggal 19 Juli 2007 oleh Ketua China Charity Federation dan Wakil Ketua Red Cross Society of China.
Kompleks Jackie Chan terletak di salah satu bukit Gampong Neuheun, Kecamatan Mesjid Raya, Aceh Besar. Kompleks ini dulunya dibangun khusus untuk warga relokasi korban tsunami dari Kota Banda Aceh dan daerah lainnnya di Aceh yang terimbas tsunami pada tahun 2004.
Untuk menuju ke sini dari Banda Aceh Anda dapat menempuh jarak lebih kurang 7 kilometer (km) melalui Jalan Laksamana Malahayati tentunya.
Secara umum, informasi akurat tentang sejarah kompleks ini dapat diakses pada info situs web (Acehwow.com). Di web ini dijelaskan bahwa sebelumnya pembangunan perumahan ini juga ikut disponsori penggalangan dananya oleh aktor kawakan Asia, Jackie Chan. Namun, dalam prasasti disebutkan bahwa Kampung Persahabatan Indonesia-Tiongkok itu didanai oleh China Charity Federation and Red Cross Society of China.
Oleh karena itu, masyarakat Kota Banda Aceh dan sekitarnya sering menyebutnya Rumah Jackie Chan. Perumahan yang dibangun di atas ketinggian 300 meter dari permukaan laut (dpl) ini merupakan rumah-rumah bantuan untuk korban tsunami, dibangun dengan tipe 42 (luas 42 m2) sebanyak 600 unit.
Komplek perumahan ini juga dilengkapi fasilitas yang cukup lengkap, di antaranya masjid, gedung pertemuan, TK, SD, poliklinik, lapangan bola kaki, lapangan bola basket, dan pasar.
Pada awalnya, pembangunan rumah bantuan ini dikhususkan hanya untuk etnik Cina yang jadi korban tsunami. Namun, hanya 100 KK etnik Cina yang mendaftar, sehingga sisanya (500 KK lagi) dialokasikan untuk warga pribumi.
Menurut Udo Edi, mantan sekretaris dan wakil ketua kompleks ini, dari 600 rumah tersebut sekarang hanya 400 rumah saja yang berpenghuni. Selebihnya kosong dan tak difungsikan. Terkait status kepemilikan, para pemilik rumah tersebut sudah mengantongi sertifikat kepemilikan yang sah. Sepuluh tahun sebelumnya mereka hanya memiliki hak guna bangunan (HGB).
Saya tertarik pada satu hal bahwa kompleks ini yang sebelumnya menjadi salah satu spot tujuan wisata tsunami dan banyak didatangi wisatawan, sekarang “terbengkalai dan terlupakan” sebagai destinasi wisata.
Pada tahun 2008 saya sempat melakukan observasi di kompleks ini dan menemukan keanehan saat itu, yaitu adanya jual beli beberapa rumah di kompleks ini yang berlokasi di blok tertentu dengan harga yang fantastis. Harga yang tinggi ini terkait dengan posisi rumah tersebut yang langsung menghadap laut Sabang ataupun menghadap Kota Banda Aceh.
Bagaimana tidak, saat itu lokasi ini sangat diminati karena dari atas kompleks ini yang berada di atas bukit Anda bisa mendapati pemandangan yang sangat indah, membuat mata Anda seolah tidak berkedip saat menatap indahnya Samudra Hindia yang dihiasi birunya Pulau Sabang yang sesekali dilintasi kapal pesiar.
Dari sisi lain Anda akan dimanjakan dengan pemandangan hijaunya bukit dan indahnya Gampong Labui dan Gampong Lampineung, Kecamatan Baitussalam, searah mata memandang. Wow...
Jika Anda berkeliling kompleks ini, maka keseruan lain akan Anda dapati, yaitu senyum tegur ramah penduduk kompleks tentunya. Jalan aspal yang naik turun antarblok kompleks menambah serunya perjalanan di kawasan ini. Sesekali Anda dapat berjumpa kawanan monyet liar yang tanpa sungkan mendekati Anda. Jelas, tempat ini menghadirkan sangat banyak sudut untuk Anda bersantai ria dan mendokumentasikan setiap momen.
Bila Anda berkunjung malam hari, maka Anda akan mendapati indahnya warna terang dari atas langit Kota Banda Aceh. Makin syahdu jika ditemani segelas kopi.
Tahun 2018 lalu, Web tripadvisor.co.id sempat memasukkan kompleks ini sebagai salah satu tema review-nya yang diberi judul “Reviews-Jacky_Chan_House-Banda_Aceh_Aceh_Sumatra”. Web ini cukup terkenal karena selalu menginformasikan objek wisata ternama di mana pun.
Kondisi di atas mungkin masih sama saja bila parameternya kita melihat dari sisi pemandangan yang dihadirkan dari kompleks ini, baik dari sisi utara maupun sisi baratnya. Tapi bagi penulis, bila melihat kompleks ini dari sisi peminat, sepertinya tidak lagi menjadi prioritas salah satu spot wisata tsunami bagi wisatawan saat ini, baik wisatawan lokal maupun lainnya. Hal ini terlihat dari tutupnya kafe-kafe milik warga sekitar, rumah-rumah yang dijadikan spot khusus oleh pemiliknya yang sebelumnya dibeli dengan harga mahal, sekarang telah ditelantarkan begitu saja.
Menurut saya, ada beberapa sebab mengapa kompleks ini tidak lagi menjadi prioritas wisatawan. Pertama, karena kondisi pandemi Covid-19 yang berkepanjangan. Tutupnya akses wisatawan mancanegara masuk Indonesia menjadi faktor utama berkurangnya wisatawan yang berkunjung ke Aceh.
Kedua, akibat kurangnya promosi dan kurangnya perhatian pemerintah, khususnya Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh ataupun Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Aceh Besar terhadap kompleks relokasi warga tsunami pascarehab rekon sebagai objek wisata, menjadikannya semakin terlupakan sebagai spot wisata tentunya.
Solusi alternatif yang mungkin dapat dilakukan pemerintah dalam mengembalikan ruh Kompleks Jackie Chan sebagai spot wisata tsunami ternama di Aceh menurut saya adalah Pemerintah Aceh mengajak masyarakat kompleks secara bersama dengan semangat partisipatif untuk menjadikan kompleksnya semenarik mungkin menjadi tujuan wisata seperti mengecat setiap rumah dengan warna yang kontras warna-warni seperti Konsep Kampung Wisata Jodipan di Malang, Jawa Timur atau Kampung Biru di Bukit Kota Malang, Kampung Warna-warni di Palembang dan lainnya.
Selanjutnya, dari sisi aksesnya, pemerintah membantu membuatkan papan petunjuk arah yang memadai di setiap simpang jalan sebagai wahana informasi keberadaan lokasi wisata ini. Apabila program ini telah berjalan, selanjutnya pemerintah dapat membantu masyarakat di wilayah ini membuka usaha mandiri. Dengan harapan, Kompleks Jackie Chan ini akan kembali menjadi spot wisata tsunami pascapandemi Covid-19 dan bertambah meningkatnya perekonomian masyarakat Gampong Neuheun, serta bertambah pula PAD Aceh Besar tentunya.