Jurnalisme Warga

Subulussalam dan Keagungan Sastrawan Sufi

Penggalan syair tersebut merupakan bagian dari Syair Perahu, karya Syekh Hamzah Fansuri yang sudah sangat terkenal

Editor: bakri
For Serambinews.com
JON DARMAWAN, M.Pd., Guru SMAN 7 dan Ketua Ikatan Guru Indonesia (IGI) Kota Lhokseumawe, melaporkan dari Lhokseumawe 

OLEH JON DARMAWAN, M.Pd., Guru SMAN 7 dan Ketua Ikatan Guru Indonesia (IGI) Kota Lhokseumawe, melaporkan dari Lhokseumawe

Inilah gerangan suatu madah

mengarangkan syair terlalu indah,

membetuli jalan tempat berpindah,

di sanalah iktikad diperbetuli sudah

Wahai muda kenali dirimu,

ialah perahu tamsil tubuhmu,

tiadalah berapa lama hidupmu,

ke akhirat jua kekal diammu.

Penggalan syair tersebut merupakan bagian dari Syair Perahu, karya Syekh Hamzah Fansuri yang sudah sangat terkenal. Hamzah Fansuri, seorang ulama besar dan sastrawan agung dengan banyak karya monumental. Saya sangat beruntung dapat mengunjungi makam ulama besar ini.

Pada pertengahan November 2020, saya mendapat tugas dari Dinas Pendidikan Aceh untuk memberi pelatihan pembelajaran dalam jaringan (daring) bagi guru-guru SD dan SMP se-Kota Subulussalam. Begitu mendapat tugas tersebut, saya menargetkan diri agar memanfaatkan momen tersebut untuk mengunjungi makam Syekh Hamzah Fansuri.

Sesampai di Kota Subulussalam (dulu bagian dari Kabupaten Aceh Singkil dan Aceh Selatan), saya langsung menghubungi Ketua IGI Kota Subulussalam, M Saleh Pohan. Saya utarakan niat kepada Bang Aji (panggilan akrab M Saleh Pohan) untuk melakukan ziarah ke makam Hamzah Fansuri. Alhamdulillah, Bang Aji menyanggupi dan memberi nama perjalanan kami sebagai literasi budaya dan sastra. Tentu saja waktu yang kami sepakati pada hari saya tak mendapat jadwal sebagai fasilitator.

Perjalanan kami dari pusat Kota Subulussalam menuju makam Hamzah Fansuri di Desa Oboh, Kecamatan Runding, Kota Subulussalam berlangsung selama satu jam. Saat kami melakukan perjalanan, Kota Subulussalam diguyur hujan lebat sehingga memperlambat laju kendaraan kami. Keinginan yang sangat besar untuk menziarahi makam sang ulama besar itu membuat Bang Aji sangat bersemangat mengendarai mobilnya.

Makam Hamzah Fansuri yang kami kunjungi berada di pinggir Sungai Singkil yang deras airnya. Makam tersebut sudah dipugar sehingga tampak luas dan bagus. Menurut Bang Aji, pemugaran makam selesai dilakukan pada tahun 2019. Kompleks pemakaman tersebut ditetapkan sebagai Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala.

Tidak banyak referensi yang ditemukan terkait perjalanan hidup Hamzah Fansuri. Ini menandakan bahwa sumber literasi di Kota Subulussalam dan Aceh masih sangat minim. Padahal, Hamzah merupakan tokoh literasi yang sangat populer saat itu. Penjaga makam yang juga Imam Kampung Oboh, Tgk Khalid menyebutkan bahwa Syekh Hamzah Fansuri merupakan Bapak Sastra Melayu.

Bang Aji menuturkan bahwa IGI Kota Subulussalam sudah memulai untuk menghidupkan kembali budaya literasi di Kota Sada Kata tersebut. Hal itu dibuktikan dengan kegiatan Satu Guru Satu Buku (Sagusaku IGI) pada tahun 2018. Hasil pelatihan Sagusaku telah berhasil menerbitkan 23 judul buku karya guru di bumi Hamzah Fansuri tersebut. Sudah lebih dari 600 judul buku berhasil diterbitkan oleh alumni Sagusaku di Aceh.

Bang Aji mengharapkan dukungan pemerintah setempat agar upaya menghidupkan kembali budaya literasi di Subulussalam dapat terwujud. Masih banyak sumber literasi yang belum terjamah di Kota Subulussalam. Misalnya, literatur tentang Panglima Sahman, Sultan Daulat, dan lain-lain yang perlu digali sebagai kekayaan intelektual dan budaya yang tidak ternilai. Bang Aji menyatakan bahwa IGI sanggup mewujudkan hal itu jika didukung oleh pemerintah setempat.

Salah satu referensi tentang kisah Syekh Hamzah Fansuri saya temukan dari seorang teman pimpinan Dayah di Kecamatan Sultan Daulat, Tgk Darmansah. Ia memperoleh referensi tersebut dari salah satu surat kabar di Malaysia, yaitu Utusan Malaysia pada tahun 2012. Referensi tersebut ditulis oleh Wan Mohd Shaghir Abdullah pada kolom Ulama Nusantara.

Kisah yang ditulis Shaghir Abdullah tidak jauh beda dengan apa yang diceritakan Tgk Khalid. Shaghir Abdullah menuliskan bahwa Syekh Hamzah Fansuri lahir di Fansur, kampung yang terletak antara Kota Singkil dengan Gosong Telaga (Aceh Singkil). Saat itu Fansur sudah terkenal sebagai pusat pendidikan Islam. Saya berharap kemajuan Fansur tersebut dapat dibangkitkan kembali melalui gerakan literasi.

Tgk Khalid menjelaskan, Hamzah Fansuri merupakan ulama yang suka melakukan perjalanan atau bermusafir hingga ke seluruh nusantara, bahkan sampai ke tanah Arab. Hamzah Fansuri juga pernah menjelajah ke Pahang, Attuhaya, Mughal India, Mekkah, Madinah, hingga Bghdad Irak. Termasuk ketika Hamzah Fansuri singgah di Desa Oboh yang terletak di pinggir sungai Lae Soraya. Hamzah Fansuri berniat untuk membangun perkampungan di Oboh ketika menanam padi sekaleng maka hasilnya juga sekaleng. Syekh Hamzah Fansuri meyakini bahwa tanah tersebut merupakan tanah yang jujur.

Melihat kompleks pemakaman Hamzah Fansuri yang sudah dipugar, terdapat beberapa bagian. Kompleks tersebut persis di pinggir Ssungai Lae Soraya. Bangunan utama kompleks pemakaman merupakan makam Hamzah Fansuri dan keluarga. Di dalam bangunan utama terdapat makam Syekh Hamzah Fansuri dan istri yang dindingnya dibalut dengan kain. Sementara di samping kiri makam tersebut yang masih dalam bangunan utama merupakan makam mertua laki-laki dan perempuan Syekh Hamzah Fansuri.

Terdapat pula makam murid Hamzah Fansuri di bagian lain bangunan utama. Sementara di luar bangunan utama merupakan makam pengikut Hamzah Fansuri. Makam dalam kompleks tersebut memiliki ukuran yang lebih panjang dibandingkan ukuran makam pada biasanya. Melihat kompleks pemakaman tersebut, saya yakin bahwa Oboh merupakan tempat Hamzah Fansuri mendirikan Pusat Pendidikan Islam. Maka, saya sangat mengharapkan agar Pusat Pendidikan Islam tersebut kembali dibangun di Oboh maupun Kota Subulussalam pada umumnya. Tentunya dengan memperkuat budaya literasi sebagaimana sudah dipraktikkan Syekh Hamzah Fansuri empat abad silam.

Tgk Khalid meyakini bahwa Syekh Hamzah Fansuri merupakan pelopor lahirnya bahasa Melayu melalui syair-syairnya. Hal ini sangat beralasan, mengingat Hamzah Fansuri merupakan penyair pertama yang menulis karya syairnya dalam bahasa Melayu. Hamzah Fansuri juga tokoh yang memperbanyak kosakata Melayu. Selain itu, Hamzah Fansuri melalui syairnya yang sufistik mampu memberikan pembaharuan terutama bidang logika dan mantik yang tentunya berhubungan dengan pemikiran masalah kebahasaan.

Meskipun terdapat kontroversi karena bertentangan dengan karya-karya Nuruddin Ar-Raniry, kita patut menghargai karya-karya monumental Syekh Hamzah Fansuri. Beberapa karya Hamzah yang sangat terkenal adalah Syair Perahu, Syair Burung Punai, Syair Dagang, Syair Burung Pungguk, Syair Sidang Faqir, Syair Ikan Tongkol. Selain itu, terdapat karya lain seperti Syarb al-‘Asyiqin atau Zinatul Muwahhidin, Asrar al-‘Arifin fi Bayan ‘Ilm as-Suluk wa at-Tauhid, Al-Muntahi, Ruba’I Hamzah Fansuri, Kasyf Sirri Tajalli ash-Shibyan, serta beberapa karya lainnya.

Melihat karya-karya yang sangat luar biasa tersebut, maka tidak berlebihan jika Hamzah Fansuri dikategorikan sebagai sastrawan sufi yang agung. Saya sangat berharap agar karya-karya Hamzah Fansuri ditulis ulang demi menjaga kekayaan budaya dan sastra yang tidak ternilai harganya. Semoga.

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved