Tak Hadir Direktur Utama, Dua Wakil Rakyat Aceh di Komisi IV Tolak RDP dengan Importir Jahe
Dua wakil rakyat Aceh di Komisi IV DPR RI, TA Khalid dari Partai Gerindra dan M Salim Fakhry dari Partai Golkar sepakat Komisi IV DPR RI tidak...
Penulis: Fikar W Eda | Editor: Jalimin
Laporan Fikar W Eda | Jakarta
SERAMBINEWS.COM, JAKARTA - Dua wakil rakyat Aceh di Komisi IV DPR RI, TA Khalid dari Partai Gerindra dan M Salim Fakhry dari Partai Golkar sepakat Komisi IV DPR RI tidak melanjutkan rapat dengar pendapat (RDP) dengan pihak perusahaan pengimpor jahe, karena tidak dihadiri oleh direktur utama masing-masing perusahaan.
Rapat dijadwalkan Komisi IV DPR RI bersama tiga pimpinan perusahaan importir jahe PT Mahat Indo Global, Agro Indo Sejahtera dan Indo Agro Lestari, Rabu (31/3/2021) di Gedung Parlemen Senayan, Jakarta. Tapi hanya PT Mahat Indo Global yang dihadiri langsung Presiden direktur, sementara dua perusahaan lagi diwakili manajer.
“Kalau ini memang pelecehan terhadap Komisi IV DPR RI, sebaiknya silakan meninggalkan tempat,” kata Salim Fakhry saat melakukan interupsi.
Menurutnya, kalau yang hadir adalah seorang manajer perusahaan, tentu tidak bisa mengambil keputusan apa-apa.
Politisi asal Aceh lainnya, TA Khalid langsung merespon dengan menyatakan bahwa ketidakhadiran pimpinan perusahaan importir jahe telah melecehkan lembaga parlemen dan buang-buang waktu saja kalau rapat diteruskan.
“Kita tidak mau buang-buang waktu. Kita mengagendakan rapat dengar pendapat ini agar menyelesaikan masalah. Tapi tingkat kehadiran saja tidak dihargai, ini buang-buang waktu. Masih banyak agenda lain. Bila perlu dijadwal ulang saja. Lembaga ini lembaga terhormat lho,” kata TA Khalid dalam nada tinggi.
Rapat tersebut diagendakan membahas perihal impor jahe pada tahun 2020 dan 2021 dari sebelumnya Indonesia adalah negara pengekspor jahe ke sejumlah negara, seperti India, Pakistan, dan Vietnam.
Seluruh anggota Komisi IV kemudian menyepakati bahwa rapat hanya dilakukan dengan presiden direktur perusahaan, yakni PT Mahat Indo Global, Jay Prakash Sony.
Jay Prakash mengatakan, awalnya perusahaannya adalah eksportir jahe ke Bangladesh selama 12 tahun. Tapi sejak dua tahun ini, justru diminta mengimpor jahe. “Saya lakukan impor pada bulan Januari, awalnya adalah ekspor. Impor pertama satu kontainer dari India,” kata Jay.
Tapi ia, pihak yang memesan jahe impor mengatakan jahenya tidak perlu dibersihkan dari tanah, karena berpengaruh kepada harga jual. Tapi oleh Badan Karantina kemudian harus memusnahkan jahe impor masih bertanah melanggar undang-undang.
“Sekarang sudah dalam proses pemusnahan dengan cara dibakar,” kata Jay Prakash.
TA Khalid mengatakan kebijakan impor jahe adalah sesuatu yang tidak masuk akal. Seharusnya Kementerian Pertanian memperluas areal penanaman jahe. “Bukan justru impor,” ujar TA Kahlid.(*)
Baca juga: Lima Polsek Jajaran Polres Aceh Utara tak Bisa Lagi Sidik Kasus, Ada 1.062 Polsek Seluruh Indonesia
Baca juga: Forum Jurnalis Aceh Jakarta Gelar Samadiah untuk Almarhum Ampuh Devayan
Baca juga: Tim SAR Gabungan belum Temukan Korban Hilang Terseret Arus Sungai Saat Banjir Lhoong