Kisah Perjuangan Hidup Perempuan Aceh Pascakonflik Kesankan Masyarakat Dunia
"Janji proyek regasifikasi Pertagas di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Lhokseumawe tidak berjalan sebagaimana yang digembar-gemborkan," tutur Sylvia.
Kisah Perjuangan Hidup Perempuan Aceh Pascakonflik Kesankan Masyarakat Dunia
Laporan Yocerizal | Banda Aceh
SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Kisah perjuangan perempuan Aceh pascakonflik ternyata begitu mengesankan bagi masyarakat dunia.
Hal itu disampaikan pakar film dokumenter Isaac Kerlow, saat mengomentari film tentang perjuangan hidup perempuan Aceh berjudul 'Aceh, After', Jumat (9/4/2021).
Penayangan film karya Associate Professor, Sylvia Vignato dari Italia ini merupakan rangkaian dari Konferensi Internasional ke-8 yang dilaksanakan lembaga riset International Center for Aceh and Indian Ocean Studies (ICAIOS).
Kegiatan konferensi itu dilaksanakan secara daring selama dua hari, sejak Rabu hingga Kamis (7-8/4/2021).
Sylvia Vignato dan tim dari Universitas di Milano-Bicocca Italia memaparkan, film berdurasi 50 menit itu merupakan narasi dari dua perempuan di Lhokseumawe yang hidup pascabayang-bayang konflik.
"Suami dan abang mereka meninggal di Simpang KKA saat konflik. Mereka bahagia bahwa konflik sudah berakhir dan mereka bisa melanjutkan hidup," kata Sylvia.
Baca juga: ‘Ibu Jangan Susah, Saya Aman’
Baca juga: Pengikut Rahasiakan Kematian Lia Eden, Keluarga Sempat Ditolak Masuk, Hari Ini Jenazah Dikremasi
Baca juga: Tradisi Meugang (Makmeugang) Sebelum Puasa bagi Masyarakat Aceh, Dilakukan Sampai di Australia
Setelah damai, kedua perempuan itu menikah lagi. Namun mereka masih harus berjuang keras untuk bertahan hidup.
Keduanya berjuang mencari penghidupan sebagai pembuat batu bata dan juga penjemur ikan asin di Lhokseumawe.
Hal itu terpaksa dilakukan karena suami mereka keluar masuk penjara. Kesulitan ekonomi telah membuat suami mereka terjerumus peredaran narkoba.
"Janji proyek regasifikasi Pertagas di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Lhokseumawe tidak berjalan sebagaimana yang digembar-gemborkan," tutur Sylvia.
Film dokumenter 'Aceh, After' itu dibuat berdasarkan riset mendalam yang sudah dimulai sejak tahun 2008.
Proses pembuatannya memakan waktu tiga minggu shooting dan tiga bulan editing.

Film dokumenter bernuansa panoramik tersebut langsung mendapat pujian dari Isaac Kerlow, yang juga pernah menghasilkan karya fenomenal tentang Aceh.
Isaac Kerlow adalah Sutradara Film Dokumenter 'Tsunami of New Dreams', sebuah film tentang bagaimana masyarakat Aceh bangkit dari tsunami.
"Bagi mereka yang melihat proses Aceh pascakonflik, resiliensi masyarakat Aceh dalam dialog dan drama kehidupan yang cukup berat terasa begitu mengesankan bagi masyarakat dunia," ujarnya.
Pakar film dokumenter lainnya, Aryo Danusiri, juga ikut mengomentari film karya Sylvia Vignato.
Aryo Danusiri adalah Asistan Profesor dan juga sutradara film documenter 'Playing Between Elephants', sebuah film yang bercerita tentang proses rekonstruksi pascatsunami dan konflik di Aceh.
Aryo memberi selamat atas lahirnya film tersebut dan memuji bahwa sutradara dan tim mampu mengangkat sisi marginal dalam dinamika pascakonflik.
Baca juga: Makmeugang di Aceh antara Tradisi, Martabat dan Kesempatan Berbagi
Baca juga: KKB Papua Bakar Helikopter di Bandara, Kapolda: Mereka Ingin Ganggu Aktivitas Penerbangan
Baca juga: Fasilitas Nuklir Natanz Diserang, Agen Mossad Disebut Terlibat, Iran: Aksi Terorisme Nuklir
"Film ini mampu mengangkat perjuangan kaum perempuan Aceh yang selama ini jarang terekspos keluar di tengah perjuangan bertahan secara finansial," ucapnya.
Kegiatan diskusi film 'Aceh, After' itu dipandu oleh Dr phil Saiful Akmal MA, dosen UIN Ar-Raniry Banda Aceh yang pernah menjadi team leader program pelatihan dan perlombaan film singkat tentang deradikalisasi remaja tingkat SMA dan pesantren se-Aceh tahun 2017-2018 lalu bersama ICAIOS dan PKPM UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Saiful Akmal mengatakan, ada begitu banyak sisi kemanusiaan yang merupakan upaya sederhana namun penting dalam memvisualisasikan pengalaman kemanusiaan.
"Dari perspektif kecil, namun berarti bagi perkembangan masyarakat Aceh pascakonflik dan tsunami," tuturnya.
Sementara Dr Rizanna Rosemary mewakili panitia mengatakan bahwa kegiatan ini merupakan upaya ICAIOS untuk memperkuat posisi Aceh di dunia internasional.
Hal tersebut diperkuat oleh Dr Cut Dewi dari ICAIOS yang mengatakan film dokumenter ini merupakan bagian tema besar konferensi kali ini yang bertema 'Religiosity, Modernity, dan Pandemic'.(*)
Baca juga: Harga Emas Hari Ini Turun, Berikut Rincian Harga Emas Per Gram Senin 12 April 2021
Baca juga: Besok, Puasa Ramadhan, Berikut Tata Cara Mandi Wajib Sebelum Ramadhan 1442 H, Ini Lafal Niatnya
Baca juga: Ramadhan Tiba, Ini 7 Makanan yang Ampuh Cegah Naiknya Asam Lambung Saat Puasa