Berita Banda Aceh

Sedikit Keterlibatan Perempuan dalam Politik, Adakah Desain Pemilu belum Menguntungkan Perempuan?

Negara Indonesia sebenarnya sudah pada proses membangun demokrasi namun ada tantangan didepan yang dapat menyebabkan demokrasi....

Penulis: Mawaddatul Husna | Editor: Jalimin
For Serambinews.com
Koordinator Divisi Pengawasan dan Hubungan Antar Lembaga Panwaslih Aceh, Marini, Anggota DPRA, Nora Idah Nita dan Direktur Netfid Indonesia, Dahlia Umar menjadi narasumber dalam Serambi Podcast dengan tema “Kartini di Pusaran Demokrasi”, Rabu (21/4/2021). Kegiatan ini dipandu Host, Mawaddatul Husna. Foto Facebook Serambinews.com 

Laporan Mawaddatul Husna | Banda Aceh

SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH – Negara Indonesia sebenarnya sudah pada proses membangun demokrasi namun ada tantangan didepan yang dapat menyebabkan demokrasi ini bisa tergerus, salah satunya dimana perempuan secara politik tidak berdaya untuk dapat bersaing secara kompetitif dalam Pemilihan Umum (Pemilu).

“Pertama, desain pemilu kita yang belum menguntungkan terhadap perempuan, yaitu desain pemilihan dengan sistem proporsional terbuka. Proporsional terbuka itu dapilnya besar, calegnya banyak dan persaingannya itu tidak hanya antar parpol tapi juga caleg di internal partai politik sehingga pemilu menjadi sangat tinggi biayanya,” sebut Direktur Netfid Indonesia, Dahlia Umar saat menjadi narasumber dalam Serambi Podcast dengan tema “Kartini di Pusaran Demokrasi”.

Kegiatan yang bekerja sama Panwaslih Aceh dengan Serambi Indonesia ini disiarkan langsung melalui Radio Serambi FM 90,2 MHz dan Facebook Serambinews.com, Rabu (21/4/2021).

Turut hadir juga dua narasumber lainnya yaitu Koordinator Divisi Pengawasan dan Hubungan Antar Lembaga Panwaslih Aceh, Marini dan Anggota DPRA, Nora Idah Nita SE.

Dahlia melanjutnya, dengan tingginya biaya pemilu tersebut maka hal itu menjadi berat bagi perempuan. Kecuali, mereka adalah orang-orang  yang memang secara keturunan atau secara politik sudah menjadi bagian dari elit partai politik atau elit partai politik lokal.

Baca juga: Tim Gabungan Bea Cukai dan BNN Gelar Operasi Jaring Sriwijaya, Amankan Sabu 80 Kg, 4 Orang Ditangkap

Baca juga: Ini Batu Merah Delima Plus Cupu Dipakai Pelaku Hipnotis di Subulussalam, Pelaku Asal Sumbar dan Riau

Kedua, kata Dahlia,  alat perjuangan perempuan di Indonesia menurutnya belum terlihat, seperti dalam memperjuangkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) belum maksimal agar itu terwujud.

“Jadi dari arus bawahnya, kita kuat bagaimana caranya RUU ini kita gol-kan. Tapi di tingkat elitnya itu tumpul, kenapa? Karena jumlah perempuannya sedikit,” sebutnya.

Terakhir, menurut Dahlia, tantangannya adalah banyak sekali masalah masyarakat belum diambil alih oleh gerakan politik perempuan yang sifatnya lintas partai.

“Misalnya masalah pendidikan, kesehatan yang fokus kita perjuangkan. Kemudian itu menjadi alat perjuangan di platform politik kaum perempuan, dan dengan platform itu kita bisa menarik perhatian rakyat,” kata Dahlia.

Ia menilai gerakan-gerakan perempuan sudah banyak, seperti gerakan anti kekerasan terhadap perempuan, anti perkawinan anak, anti korupsi. Namun yang belum bagaimana mengusahakan perempuan agar makin banyak yang duduk dalam posisi strategis agar gerakan tersebut menjadi efektif.

“Jadi gerakan kita semua sudah bagus, tapi tidak efektif karena secara politik kurang didukung. Jadi menurut saya kita perlu memikirkan sistem pemilu apa yang memungkinkan perempuan itu mudah terpilih. Apakah seperti ini terus proporsional terbuka dan berat untuk perempuan atau proporsional tertutup, tapi syaratnya perempuan itu sudah cukup kuat di kepengurusan partai,” kata Dahlia.

Baca juga: Ini Batu Merah Delima Plus Cupu Dipakai Pelaku Hipnotis di Subulussalam, Pelaku Asal Sumbar dan Riau

Sementara Koordinator Divisi Pengawasan dan Hubungan Antar Lembaga Panwaslih Aceh, Marini menyampaikan pada pemilu sebelumnya tidak semua partai politik nasional maupun lokal itu mampu memberikan pencalonannya terhadap perempuan.

Hal ini kata Marini, menandakan partai politik harus lebih membuka diri kepada masyarakat bahwa tidak ketika dalam pemilu baru sibuk memilih orang-orang untuk masuk ke jalur politik. Namun bagaimana pendidikan politik itu harus segera diberikan kepada masyarakat.

“Jadi tidak lagi ketika mau pemilu disitu seperti memilih kucing dalam karung. Kecuali, orang-orang yang sudah siap untuk terjun ke dunia politik,” sebutnya.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved