4 Anggota DPRA Penuhi Panggilan Polda

Empat anggota DPRA yang diduga terlibat dalam pemotongan dana bantuan pendidikan (beasiswa) pada tahun 2017

Editor: hasyim
FOR SERAMBINEWS.COM
Peserta demo dari Aliansi Muda Peduli Pendidikan Aceh (AMPPA) mendesak Polda Aceh mengusut tuntas kasus dugaan penyelewengan beasiswa yang diduga melibatkan oknum Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Selasa (15/9/2020). 

* Dari Enam Orang yang Dipanggil

* Terkait Dugaan Korupsi Beasiswa Tahun 2017

BANDA ACEH - Empat anggota DPRA yang diduga terlibat dalam pemotongan dana bantuan pendidikan (beasiswa) pada tahun 2017 sudah memenuhi panggilan Polda Aceh. Mereka adalah bagian dari enam anggota DPRA aktif yang dipanggil polisi terkait kasus tersebut. Keempat anggota  DPRA itu adalah AHA, Zu, YH, dan AA. Sedangkan dua orang lagi yakni HY dan IU belum datang ke Polda.

Seperti diketahui, beberapa hari lalu, Polda Aceh memanggail enam anggota DPRA aktif yang diduga terlibat dalam kasus pemotongan beasiswa tersebut. Pemanggilan enam anggota DPRA itu dilakukan Polda Aceh setelah mendapat izin dari Menteri Dalam Negeri (Mendagri).

"Iya, kita panggil enam anggota DPRA setelah mendapat izin dari Kemendagri. Sebab, untuk memeriksa anggota dewan, kita harus ada izin dari Mendagri. Surat izinnya keluar pada tanggal 20 April 2021," kata Kabid Humas Polda Aceh, Kombes Pol Winardy, kepada Serambi, Rabu (6/5/2021).

Dalam surat itu, sebut Winardy, Mendagri menytakan menyetujui penyidikan terhadap enam anggota DPRA dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi pada kegiatan bantuan biaya pendidikan atau beasiswa BPSDM Aceh tahun 2017. Adapun enam anggota DPRA yang dipanggil itu adalah, AHA, AA, HY, IU, YH, dan Zu. Mereka merupakan anggota DPRA aktif yang berasal dari beberapa partai politik nasional dan partai politik lokal.

Dari enam anggota DPRA yang dipanggil itu, sebut Kombes Winardy, empat orang sudah datang memenuhi panggilan penyidik. Mereka adalah AHA, Zu, YH, dan AA. "Yang sudah datang empat orang. AHA dan Zu pada Selasa (4/5/2021), dan hari ini (kemarin-red) ada dua lagi yaitu YH dan AA. Mereka dipanggil sebagai saksi. Nanti, kalau hasilnya signifikan ada keterkaitan baru kita tetapkan sebagai tersangka melalui gelar perkara," jelas Winardy.

Polda Aceh, tambah Winardy, komit menuntaskan kasus korupsi beasiswa tersebut. "Kita komit untuk menyelesaikan kasus ini, tapi berproses. Tetap kita tuntaskan karena jumlah kerugian negara besar. Walaupun banyak saksi, tetap kita tuntaskan," tegas Winardy.

Sebelumnya, Polda Aceh melalui Tipidkor Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) sudah memeriksa 400 saksi terkait kasus tersebut. "400 saksi sudah kita periksa dan saat ini masih menunggu izin dari Mendagri untuk memeriksa saksi dari anggota DPRA aktif, " ujar Dirreskrimsus Polda Aceh, Kombes Pol Margiyanta SH, kepada Serambi, Rabu (28/4/2021) lalu.

Seluruh saksi tersebut merupakan mahasiswa. Mereka merupakan bagian dari 803 orang sebagai penerima bantuan biaya pendidikan tersebut. Kendala yang dihadapi penyidik Tipikor Polda Aceh, sebut Margiyanta, banyak mahasiswa yang tidak lagi berada di Aceh serta ada juga yang sudah tamat kuliah dan kini mereka bekerja di luar Aceh.

Seperti pernah diberitakan Serambi, sembilan dari 81anggota DPRA periode 2014-2019 diduga menyelewengkan dana bantuan pendidikan atau beasiswa untuk mahasiswa tahun akademik  2017. Sembilan anggota DPRA sebagai pengusul dana bantuan pendidikan itu terindikasi kuat memotong atau menyelewengkan dana tersebut.

Jumlah mahasiswa yang mereka usulkan untuk mendapatkan dana bantuan pendidikan itu bervariasi, demikian pula jumlah pemotongannya. Masing-masing pengusul menunjuk seorang koordinator atau penghubung. Ada yang saudara, adik ipar, bahkan anak kandung dari si pengusul. Para koordinator inilah yang kemudian menghubungi calon penerima bantuan pendidikan.

Modus pemotongan dana bantuan pendidikan ini, menurut Inspektorat Aceh, dilakukan melalui empat tahap. Pertama, buku rekening dan kartu ATM calon penerima dipegang oleh penghubung. Kemudian, penghubung meminta uang secara tunai kepada mahasiswa penerima bantuan. Selanjutnya, mahasiswa tersebut mentransfer uang yang diminta itu kepada penghubung.

Ujung-ujungnya, penghubung membuat rekening atas nama mahasiswa penerima bantuan tanpa sepengetahuan mahasiswa tersebut. Uang yang diminta kembali atau dipotong dari para penerima bantuan kemudian diserahkan penghubung kepada anggota dewan selaku pengusul.

Total bantuan pendidikan yang sudah disalurkan mencapai Rp 19,6 miliar kepada 803 mahasiswa penerima. Kemudian, berdasarkan hasil konfirmasi Inspektorat terhadap 197 mahasiswa, mereka hanya menerima Rp 5,2 miliar, sedangkan Rp 1,14 miliar di antaranya belum mereka terima, karena sudah dipotong oleh penghubung. (dan)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved