Internasional
Warga Jalur Gaza Makin Terjepit, Serangan Udara Lebih Dahsyat Dibandingkan Serangan Virus Corona
Jalur Gaza, Palestina yang awalnya harus menghadapi serangan virus Corona, kini dihadapkan dengan serangan udara Israel.
Jalur Gaza, di bawah blokade Israel sejak 2007, mencatat kasus Covid-19 di bulan-bulan awal pandemi.
Dalam masyarakat miskin dengan infrastruktur kesehatan yang buruk, terbukti sulit dikendalikan oleh virus Corona.
Sebelum eskalasi militer, tingkat tes positif termasuk yang tertinggi di dunia, yaitu 28 persen, walau rumah sakit dipenuhi oleh pasien.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan lebih dari 100.000 orang telah dites positif virus Corona di Gaza.
Di antaranya 930 orang meninggal dunia karena terinfeksi virus Corona.
Baca juga: Presiden AS Hanya Minta Netanyahu Kurangi Serangan, Bukan Hentikan Gempuran ke Jalur Gaza
Adnan Abou Hasna, juru bicara badan PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA) mengatakan sekolah yang diubah menjadi tempat penampungan.
Dikatakan, saat ini, agi lebih dari 40.000 pengungsi Jalur Gaza telah menjadi "pusat gempa" virus Corona.
Sementara stasiun cuci tangan dan fasilitas MCK lainnya telah disiapkan.
Dia mengakui langkah-langkah tersebut belum memadai untuk mencegah penyebaran virus Corona di antara pengungsi.
Sebelum eskalasi militer antara Hamas dan Israel seminggu yang lalu, pihak berwenang di Gaza menguji rata-rata 1.600 orang per hari.
Pandemi telah menempatkan sistem kesehatan Gaza di bawah tekanan besar.
Saat ini, makin tertekuk ketika mencoba merawat lebih dari 1.500 orang yang terluka akibat serangan udara Israel.
Unit yang sebelumnya didedikasikan untuk pasien virus korona harus mengatur ulang untuk mengatasi masuknya korban.
Salem Al-Attar (38) yang berlindung di sekolah UNRWA setelah rumahnya hancur mengatakan khawatir kondisi yang padat dapat menyebarkan virus Corona dengan cepat.
“Situasinya sangat buruk,” kata ayah enam anak itu.